Julia Basri, 'Laskar' Literasi dari Bogor Pilihan Perpusnas RI

RUZKA-REPUBLIKA.NETWORK -- Dalam rangka HUT ke-45 Mei 2025 lalu, Perpustakan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) membuat gebrakan penting baru.
E Aminudin Aziz, yang dilantik sebagai Kepala Perpusnas RI, pada 7 Januari 2025 oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, langsung "ngegas" lewat program Relima (Relawan Literasi Masyarakat) 2025.
Boleh jadi, ini adalah salah satu pengejawantahan dari visi kerja baru Perpusnas yang dicanangkannya yaitu Perpustakaan Hadir Demi Martabat Bangsa.
"Relima lahir karena kebutuhan akan gerakan literasi yang terstruktur, berkelanjutan, dan bersinergi, bukan yang berjalan sendiri-sendiri," ujar Aminudin ketika mencanangkan program tersebut.
Baca juga: Catatan Cak AT: Pesantren Tamansiswa Setelah Satu Abad Lebih
Melalui pendayagunaan relawan, tegasnya, Perpusnas memperluas akses dan mendekatkan layanan literasi ke masyarakat pinggiran, sambil mengukuhkan komitmen institusi sebagai fasilitator melakukan pendampingan, dan inovasi kreatif.
Relima pun diharapkan mampu mengatasi masalah yang ada, baik di TBM, perpustakaan desa dan perpustakaan-perpustakaan daerah, serta menjadi penguat gerakan baca nasional demi martabat dan kemajuan bangsa.
Dengan upaya simultan itu, Kepala Perpusnas berharap literasi Indonesia menduduki posisi sebanding dengan tingkat literasi dunia yang semakin hari semakin membaik.
Baca juga: Sanggar Tari Ayodya Pala Ikuti Pesta Kesenian Bali
Seleksi ketat
Untuk menjadi "laskar" Relima boleh dikatakan tak mudah. Seleksi ketat secara nasional dimulai saat mengisi link pendaftaran. Di sini kecakapan digital peserta mulai diuji.
Berbagai dokumen seperti portofolio, ijasah, sertifikat,karya tulis esai, dan pengalaman selama 5 tahun lebih dalam perjalanan pergerakan literasi dansemua syarat tersebut wajib diunggah pada link yang telah disiapkan oleh tim panitia penerimaan berkas administratif dari Perpusnas RI, yang tak cakap, tak sabar, dan tak teliti bakal frustrasi.
Menurut Aminudin, program Relima akan melibatkan relawan di 180 kabupaten/kota untuk mendampingi dan mengawasi penggunaan 10 juta bahan bacaan bermutu dan bantuan lainnya yang disebar ke 10.000 titik ruang baca.
Baca juga: Maestro Tari Lengger Rianto Pimpin Flashmob Bakul Budaya di CFD Depok
Termasuk di dalamnya taman bacaan masyarakat, perpustakaan desa/kelurahan, dan ruang baca di rumah ibadah.
Para 'laskar' Relima ini akan dilibatkan dalam berbagai kegiatan literasi seperti pembinaan, pendidikan, promosi budaya literasi, serta menjalin kemitraan strategis untuk mendukung ekosistem literasi yang berkelanjutan.
“Para relawan akan bekerja sama dengan taman baca dan pemerintah desa, memastikan buku-buku bermanfaat dan tidak hanya jadi pajangan,” tegas Aminudin pada saat peluncuran program Relima Juni lalu.
Baca juga: Catatan Cak AT: CUDA Berjalan Tanpa CUDA
'Laskar' Relima dari Bogor
Yuliyanti Basri, satu dari 180 "laskar" Relima yang berhasil lolos seleksi mengakui berat dan ketatnya tahapan seleksi di atas. Dia adalah satu-satunya peserta yang terpilih dari Kota/Kabupten Bogor.
Dalam pengumuman resmi yang ditandatangani Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan RI, Adin Bondat, pada 29 Juni 2025, wanita yang akrab disapa Julia Basri itu berada di urutan ke 9.
"Saya terharu dan bahagia karena tidak menyangka lolos. Peserta yang ikut banyak sekali dan berasal dari seluruh Indonesia," bahka dari pelosok pulau terpencil , ungkapnya dalam percakapan dengan Ruzka Republika, Senin (07/07/2025).
Baca juga: Tak Lagi Kota Termacet, Senator Ungkap Strategi Turunkan Peringkat Jakarta
Dengan proses seleksi yang panjang dan ketat, dapat dimengerti jika dari 665 pendaftar dari seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, yang lolos seleksi administratif hanya 330 peserta. Setelah melalui tes ferifikasi berikutnya, jumlah ini terperas lagi menjadi 180 orang.
Menurut dosen lepas di sebuah kampus swasta di Bogor ini, selain seleksi administratif, materi yang diujikan antara lain penulisan esai dan portofolio pengalaman di bidang literasi selama 5 tahun.
"Peserta juga harus memiliki talenta bidang-bidang terkait lain yang dibuktikan dengan piagam penghargaan, sertifikat, dan buku yang pernah ditulis," paparnya.
Baca juga: Canggu's Real Estate Evolution: Prima Development and Colliers Indonesia Shape a New Era
Kini Julia Basri dan peserta yang lolos seleksi sedang menjalani proses sosialisasi dan pembekalan program Relima. Pematerinya mulai dari Kepala Perpusnas, para Deputi, dan tokoh Perpusnas RI lainnya.
"Kami diberi pembekalan, pelatihan dan uji kompetensi menjawab soal-soal yang ada di dalam aplikasi Pandawa yaitu MOOC," papar Julia.
MOOC (Massive Open Online Course) dibuat khusus oleh Pusdiklat Perpusnas RI bagi 180 peserta yang telah terpilih. Pelatihan daring ini dilaksanakan sampai 14 Juli 2025.
"Setelah ini kami akan resmi dilantik dan diterjunkan ke lapangan untuk mulai bertugas, " katanya.
Baca juga: Peresmian Rumah Baca Alif, Bentuk Dukungan Gerakan Literasi Warga Depok
Tugas Julia Basri dan relawan lainnya, sebagaimana tercantum dalam SK Penugasan yang ditandatangani Ketua Perpusnas E Aminudin Azis pada 30 Juni 2025 adalah:
Pertama, melakukan identifikasi dan potensi sumber di lokus;
Kedua, melakukan kegiatan pemanfaatan perpustakaan dan aktivitas budaya baca dan literasi;
Ketiga, melakukan pendampingan pemanfaatan perpustakaan dan aktivitas budaya baca dan literasi lainnya;
Keempat, melakukan pemanfaatan bantuan fasilitas melalui sistem
"Ini tugas negara yang penting. Saya siap menjalankannya dengan semangat, " tegas anak bungsu dari empat bersaudara itu menanggapi tugas pokok laskar Relima di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor sesuai domisili dan daerah penugasannya.
Baca juga: Asrama Sinema, Mengasah Generasi Muda Indonesia Menjadi Pembuat Film Masa Depan
Julia Basri memang layak bahagia dan bangga. Dia merasa dunia literasi dan seni adalah bagian dari hidupnya,sudah lima tahun lebih bergerak dan menggerakkan masyarakat, sekolah ,komunitas sastra dan komunitas menulis untuk mengikuti program-program literasi yang di gagasnya.
Bagi penyair kelahiran Bengkulu itu, literasi dan seni bukan sesuatu yang baru. Semasa SMP, SMA, dan menempuh pendidikan tinggi di IPB (Institut Pertanian Bogor) dia telah aktif di dunia sastra dan teater dengan meraih berbagai prestasi.
Di dunia penulisan pun dia telah menerbitkan sejumlah buku. Di antaranya, Antologi Puisi Pribadi Sebelum Matahari Membakar Siang dan The School of Sorrow. Karya puisinya pun dimuat dalam sejumlah buku antologi bersama.
Bahkan, dia sempat kuliah di Jurusan Seni Drama dan Tari, Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Namun waktunya bentrok dengan kuliah di Program S-2 Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STIAMI) Jakarta, dia mengorbankan hasratnya meraih sarjana kesenian itu.
Baca juga: Digandeng Bakul Budaya dan PPKB FIB UI, Maestro Tari Lengger Banyumasan Rianto Beri Kuliah Umum
Sekurangnya dalam lima tahun terakhir, dia telah banyak makan asam garam saat terjun ke lapangan melakukan sosialisasi literasi dengan mengajak siswa, guru, kepala sekolah, dan masyarakat umum.
Mereka dilibatkan dalam membaca karya dan menulis buku melalui lembaga literasi yang didirikannya pada 2019, (JB Edukreatif Indonesia) Jejaring Budaya dan literasi sastra Edukreatif Indonesia.
"Melalui lembaga ini saya dapat leluasa membuat kegiatan pendampingan, pelatihan, penerbitan, dan peluncuran buku untuk siswa, guru, dan masyarakat umum dari berbagai daerah di Indonesia," ungkapnya.
Founder JB Edukreatif ini mahir mendesain program dalam berbagai kegiatan literasi nasional ia memiliki kiat tersendiri agar banyak peserta bergabung hingga termotivasi berkarya.
Baca juga: Catatan Cak AT: You'll Never Walk Alone
Contohnya, untuk memantik minat peserta dari daerah dalam membaca dan menulis, dia tak segan memberikan hadiah kepada peserta.
Buku yang telah dicetak dari hasil pelatihan, diperlombakan dengan sesama penulis peserta pelatihan lainnya. Pemenangnya diberi hadiah dalam bentuk sertifikat, plakat, dan slempang.
Penghargaan yang sama diberikan kepada siswa, guru, dan masyarakat umum yang menjadi pegiat literas di Jabodetabek dan luar Jawa.
Penyerahan hadiah itu dikemas dalam acara yang memadukan seni tradisi dan talk show literasi. Di acara inilah pejabat, siswa, guru, dan peserta masyarakat dapat bersilaturahim.
"Mereka sangat senang menerima apresiasi itu karena mendapat pengalaman baru sekaligus menjadi sarana untuk meningkatkan karirnya," ungkap Julia.
Baca juga: Persada Cup 2025, Tema The Colors of Unity 2025 Dibuka Dengan Tarian Kolosal 100 Penari
JB Edukreatif Indonesia telah beberapa kali menggelar acara tahunan Festival Literasi Kreatif Nasional. Pertama di Perpusnas RI Jakarta, kemudian di Taman Ismail Marzuki Jakarta, dan di GSG kawasan MPR/DPR RI Senayan Jakarta.
Dalam beberapa kesempatan itu diluncurkan puluhan buku karya siswa dan guru, buku Apa Siapa Pegiat Literasi Nasional, dan buku Hikayat Jawa Barat karya bersama siswa SMA Regina Pacis Kota Bogor,Hikayat Nusantara karya dari peserta berbagai daerah.
Dalam menjalankan kegiatannya, JB Edukreatif Indonesia yang nonprofit tentu tak bisa berjalan sendiri. Dia kemudian mengetuk pintu beberapa instansi pemerintah untuk berkolaborasi. Misalnya dengan menggandeng Badan Bahasa, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin/Perpustakaan Jakarta, BRIN, Kepala Daerah, dan lembaga swasta lainnya sebagai sponsor.
Baca juga: Dekranasda Jadi 'Ibu' Pemberdayaan UKM dan IKM di Depok
"Alhamdulillah lembaga-lembaga pemerintah dan swasta itu selalu mendukung acara yang kami selenggarakan, " katanya dengan nada haru. Bentuk dukungan itu beragam mulai dari fasilitas gedung gratis, konsumsi, cenderamata berupa buku, atau honor bagi pembicara.
Yang tak kalah penting, menurut Julia, adalah dukungan moral yang diberikan para pejabat yang terkait dengan literasi dan kebahasaan itu.
"Mereka bersedia hadir untuk membuka acara, memberikan kata sambutan, atau menandatangani sertifikat untuk peserta," ujarnya.
Ada suka tentu ada duka. Begitu pula selama Julia menekuni literasi ini kerap menghadapi kesulitan klasik yaitu pendanaan. Sebutlah misalnya untuk kebutuhan membuat materi promosi, piala, piagam, selempang, transportasi dan akomodasi panitia, cetak buku, atau honor pengisi acara. Total nilainya bisa mencapai belasan juta rupiah.
Baca juga: Menggapai Semua Keinginan dengan Satu Pertanyaan Sederhana: Apa Dampaknya untuk Akhirat?
"Untunglah, dengan spirit kolaborasi antara penyelenggara, pemerintah, peserta, dan masyarakat, acara dapat kami selenggarakan dengan semangat efisiensi namun meriah," kilahnya.
Namun Julia Basri tak menampik jika dirinya lebih sering merogoh kocek sendiri alias nombok atau menunggak pembayaran kepada para pendukung acaranya.
"Sehabis acara, tagihan pelunasan selalu datang menyerbu. Ada yang bisa diajak kompromi untuk dicicil tapi banyak juga yang minta dilunasi segera, " kilahnya seraya tersenyum getir.
Ke depan Julia berharap dapat memiliki sumber dana yang lebih pasti. Baik berasal dari donatur tetap, kerjasama promosi/sponsor, atau bantuan dari pemerintah.
"Jika pendanaan kami kuat maka JB Edukreatif Indonesia bisa lebih mandiri dalam memajukan literasi di negeri ini, " kata anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Bogor ini penuh harap. (***)
Penulis: Herman Syahara