Digandeng Bakul Budaya dan PPKB FIB UI, Maestro Tari Lengger Banyumasan Rianto Beri Kuliah Umum

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Komunitas inklusif Bakul Budaya FIB UI lanjut bergandeng tangan dengan Rianto, maestro tari Lengger Banyumasan, untuk kegiatan pelestarian budaya Nusantara.
Rianto, yang lahir di Kaliori, Banyumas, Jawa Tengah, dan menetap di Tokyo, Jepang, sejak kira-kira dua bulan lalu berada di Tanah Air untuk melakukan sejumlah kegiatan kebudayaan.
Pada 17 Mei 2025, di Pelataran FIB, Kampus UI Depok, Rianto telah mengajar Tari Lengger Sekar Melati untuk para anggota Bakul Budaya. Kali ini, Sabtu, 5 Juli 2025 pagi, di Auditorium Gedung I FIB UI, Rianto menjadi pengajar dalam Kuliah Umum FIB UI berjudul "Preservasi Tari Lengger."
Baca juga: Persada Cup 2025, Tema The Colors of Unity 2025 Dibuka Dengan Tarian Kolosal 100 Penari
Kuliah umum tersebut diselenggarakan FIB UI melalui Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB) FIB UI bekerja sama dengan Bakul Budaya.
Kuliah itu dikuti oleh kira-kira 150 orang dari berbagai kalangan -- dari anggota Bakul Budaya, civitas academica UI dan alumni UI, akademisi beberapa perguruan tinggi lain, hingga anggota sejumlah komunitas lain.
Karena kuliah tersebut diadakan bertepatan dengan hari latihan reguler Bakul Budaya, yaitu Sabtu, anggota Bakul Budaya lebih dulu berlatih tari pada pukul 08.00- 09.30 WIB di Pelataran FIB UI.
Baca juga: Evolusi Properti Canggu: Prima Development dan Colliers Indonesia Membuka Babak Baru
Dalam latihan itu, dua guru tari Bakul Budaya, Emma Wuryandari dan Sufiania Nayasubrata, mengajarkan tari Sunda Mojang Priangan, yang baru dimulai seminggu sebelumnya.
Tahun ini, budaya Tatar Sunda memang sedang dikedepankan oleh Bakul Budaya. Kelas tari premiumnya (berbayar) sudah menyelesaikan Tari Merak beberapa bulan lalu. Latihan regulernya juga telah menuntaskan Tari Jaipong Bentang Panggung.
Setelah itu, pada pukul 10.00-12.00 WIB, di Auditorium Gedung I FIB UI, Kuliah Umum "Preservasi Tari Lengger" digulirkan, diawali dengan menyanyikan bersama Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya" tiga stanza.
Baca juga: Dekranasda Jadi 'Ibu' Pemberdayaan UKM dan IKM di Depok
Kemudian, berturut-turut, sambutan disampaikan oleh Kepala PPKB FIB UI, Dr. phil. Lily Tjahjandari, M. Hum., CertDA; Ketua Umum Bakul Budaya FIB UI, Dewi Fajar Marhaeni; dan Manajer Kerja Sama dan Ventura FIB UI, Dr. Junaidi, yang mewakili Dekan FIB UI.
Mereka sama-sama melihat bahwa tari lengger merupakan salah satu warisan budaya Nusantara yang harus dilestarikan. Menurut mereka pula, kuliah umum tersebut merupakan salah satu upaya untuk mendorong pelestarian tari lengger yang sudah dilakukan oleh Rianto sejak 27 tahun lalu.
"Ini semangat baru bagi tari lengger, yang merupakan warisan budaya yang lama sekali, yang kita akan sedih sekali kalau mendengarnya akan punah," tutur Lily, yang juga menjadi moderator dalam kuliah umum tersebut.
Baca juga: Menggapai Semua Keinginan dengan Satu Pertanyaan Sederhana: Apa Dampaknya untuk Akhirat?
"Usaha tersebut tentu saja sejalan dengan upaya pemajuan kebudayaan nasional yang telah lama digaungkan. Sebuah tradisi akan terus hidup ketika dirawat, dijaga, dilestarikan, dipelihara, dan dipastikan keberlajutannya. Dan, ini yang sudah dilakukan oleh seorang Rianto, dan kita layak mengapresiasi dedikasi dan kontribusi beliau," ucap Dewi.
"Budaya itu tidak cuma fisik, tetapi juga nilai-nilai, semoga bisa diapresiasi dalam kehidupan sehari-hari. Di zaman yang serba cepat, materialistis, ini jadi oase," ujar Manajer Kerja Sama dan Ventura FIB UI, Dr. Junaidi, yang mewakili Dekan FIB UI.
Dalam kuliah umum tersebut, Rianto dengan bumbu humor menjelaskan tentang tari lengger dan lengger, serta filosofi, fungsi, dan sejarahnya sejak zaman pra-sejarah.
Baca juga: Catatan Cak AT: Janji Kampung Haji
"Tari lengger ada di Banyumas, Purbalingga, Wonosobo, Kedu, termasuk Kebumen. Tapi, masing-masing punya ciri," tutur Rianto.
Tari lengger, lanjut Rianto, bisa dibawakan oleh laki-laki dengan berdandan seperti perempuan atau oleh perempuan. Ia menyebut, di Wonosobo, contohnya, ada maestro tari lengger perempuan, yaitu Sukarsih.
"Tubuh itu tempat peleburan maskulin dan feminin untuk kedamaian. Tubuh itu penghubung langit dan Bumi," ujarnya.
Dalam sesi tanya-jawab , Rianto menjelaskan tentang perjuangannya melestarikan tari lengger Banyumasan.
Baca juga: Vantage Foundation dan KDM Foundation Bantu Anak Jalanan di Jakarta
"Modalnya tubuh saya sendiri, single fighter," ujarnya.
"Setelah saya, katakanlah, populer, baru ditarik (dibantu). Enggak dari awal. Harusnya dipupuk dari awal, diberi ruang," sambungnya.
Kuliah Umum "Preservasi Tari Lengger" ditutup dengan penyerahan sertifikat pengajar kuliah umum kepada Rianto dari pihak FIB UI- PPKB FIB UI, yang diwakili oleh Dr. phil Lily Tjahjandari, M. Hum., CertDA.
Sesudah itu, pihak Bakul Budaya menganugerahkan penghargaan Apresiasi Budaya kepada Rianto selaku maestro dan pelestari tari lengger Banyumasan. Penganugerahan penghargaan tersebut merupakan bagian dari program kerja Divisi Apresiasi Budaya Bakul Budaya. Penghargaan itu diberikan oleh Dewi Fajar Marhaeni.
Rianto juga mendapat hoodie dengan desain khusus dari Bakul Budaya, komunitas yang oleh Dr. Junaidi disebut seperti kantong Doraemon, karena menelurkan beragam gagasan dan kegiatan. (***)