Home > Kolom

Catatan Cak AT: Berhaji Itu Undangan Menjadi Tamu Allah

Pesawat pun harus kembali sampai dua kali untuk menjemput Amir mesti pergi haji tahun ini, bukan besok-besok.
Foto ilustrasi Catatan Cak AT; Berhaji Itu Undangan Tamu Allah. (Foto: Dok RUZKS INDONESIA) 
Foto ilustrasi Catatan Cak AT; Berhaji Itu Undangan Tamu Allah. (Foto: Dok RUZKS INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Di tengah lanskap geopolitik Libya yang penuh liku, muncul sebuah cerita yang memantik air mata, menyulut tawa getir, sekaligus menampar keangkuhan kita akan takdir. Cerita ini bukan dongeng, bukan pula alur drama buatan intelijen televisi Timur Tengah.

Ini kisah nyata —terjadi dalam dunia nyata, dan disaksikan langit, landasan pacu bandara, serta sekumpulan jamaah, ratusan penumpang yang hampir yakin bahwa seorang lelaki bernama Amir al-Mahdi al-Qaddafi tidak akan berangkat haji tahun ini.

Namun ternyata, jika Allah sudah mengundang, maka tak ada daftar tunggu, tak ada delay yang bisa menahan.

Pesawat pun harus kembali sampai dua kali untuk menjemput Amir mesti pergi haji tahun ini, bukan besok-besok.

Baca juga: Catatan Cak AT: Saatnya Dam Haji di Negeri Sendiri

***

Amir al-Mahdi bukan kerabat kolonel Qaddafi yang melegenda itu. Tapi cukup nama belakangnya saja membuat petugas imigrasi di bandara Sebha, Libya bagian selatan, mendadak tersentak. Mereka membuka halaman-halaman tebal berisi catatan keamanan negara.

Jangan-jangan ada "masalah administratif" pada paspornya, kata mereka. Sejenis masalah yang takkan selesai dengan doa sapujagat atau uang kertas pecahan besar. Saat para calon haji lainnya mulai sibuk membetulkan ihram, Amir justru disuruh pulang.

"Belum ditakdirkan," kata seorang petugas, mencoba bersikap bijak seperti ustadz YouTube dadakan. Tapi Amir menjawab tegas: “Ana nawaitul hajj. Aku sudah berniat. Dan kalau Allah sudah memanggil, maka kalian tak bisa menghalangi.”

Kalimat itu mungkin terdengar sok heroik. Tapi ternyata seantero langit mendengarnya, Allah Yang Mahakuasa pun mengabulkan doa-doa yang tak henti dipanjatkannya di setiap langkah kaki dan tarikan nafasnya, di bandara yang sedang mengucilkannya di pojok.

Baca juga: Catatan Cak AT: Mempercepat AI Lokal dengan 'Speculative Decoding'

***

Pesawat itu pun lepas landas tanpa Amir. Para penumpang mulai tenang, para pramugari menyusun hidangan inflight meal dengan kecut —mungkin karena tahu satu calon haji dipaksa tinggal. Namun belum jauh, pesawat mendadak ngambek. Ada kerusakan teknis.

Sang burung besi itu pun putar balik. Di darat, Direktur Keamanan Bandara menghubungi sang pilot, memberi penjelasan tentang Amir yang masih menunggu. Sang pilot, seolah baca naskah, berkata: “Tidak bisa. Hanya gangguan ringan. Kami akan terbang lagi, sebentar lagi.”

Betul, pesawat terbang. Lagi. Tanpa Amir. Lagi. Dan rusak lagi. Kali ini, bukan hanya langit yang bosan, tapi seisi kabin mulai resah. Doa safar dibaca ulang. Penumpang mulai menoleh ke jendela seakan ingin melihat apakah ada sesuatu yang belum selesai di darat.

Dan di sanalah, Amir masih duduk. Tidak marah. Tidak menangis. Tapi yakin. Haqqul yaqin, bahwa jika Allah betul memanggilnya untuk pergi haji tahun ini, dia merasa pasti akan berangkat hingga sampai di tujuan, di Baitullah, di Mekkah al-Mukarramah.

Baca juga: SPMB 2025, Anggota DPRD Depok Qonita Lutfiyah Ingatkan Pemerintah Perhatikan Anak Yatim Piatu dan Fakir Miskin

Untuk ketiga kalinya, sang pesawat parkir manis di apron, untuk diperbaiki oleh para teknisi. Sang pilot turun dari kokpit, mengusap dahinya, lalu mengambil keputusan dengan berkata kepada petugas: “Panggil Amir. Pesawat ini tidak akan bisa berangkat tanpa dia.”

Dalam istilah manajemen penerbangan, ini seharusnya menjadi kejadian tak terklasifikasi. Tak ada di daftar pedoman. Tapi dalam istilah spiritual, ini mungkin adalah tajalli —penampakan kehendak Allah dalam urusan duniawi.

Seisi bandara riuh. Para penumpang yang 284 orang seperti berdemo memeluk Amir. Beberapa menangis, bukan karena sedih, tapi karena mereka menyadari: mungkin, hari itu, mereka hanyalah penumpang tambahan. Penumpang sesungguhnya adalah Amir.

Baca juga: Ketua PWI Depok Rusdy Nurdiansyah Siap Bertarung di Kongres Pemilihan Ketua PWI Pusat, Tekad Sejahterakan Anggota

***

Kisah Amir mengingatkan kita bahwa haji bukanlah tiket promo yang bisa direservasi asal cepat daftar. Ia adalah undangan, dan undangan itu hanya datang dari satu sumber: Allah Swt, pemilik Rumah, Baitullah. Dialah Sang Tuan Rumah, dan Amir salah seorang tamu-Nya.

Amir datang ke bandara dengan keyakinan, bukan dengan privilege. Namanya tidak membuat pintu terbuka, justru hampir membuatnya tertutup. Tapi ketika niat sudah bulat, ketika jiwa sudah siap mengumandangkan "Labbayka Allahumma labbayk", maka bahkan pesawat pun bisa dua kali rusak demi menunggu tamu Tuhan.

Ironisnya, dalam dunia yang dikuasai algoritma dan biometrik, masih ada sistem yang tidak bisa membaca tekad spiritual. Paspor Amir ditahan, bukan karena dosa, tapi karena namanya disebut pihak keamanan belum terdaftar untuk berhaji tahun sekarang.

Pilot yang awalnya tegas kemudian menjadi lunak. Pesawat yang katanya rusak ringan, ternyata rusak serius. Sampai dua kali harus balik. Jangan-jangan ini bukan malfungsi teknis, tapi demo langit: jangan bermain-main dengan kehendak Allah.

Baca juga: Media yang Menggandakan Kebisingan

***

Sesampainya di Tanah Suci, Amir tidak mengangkat-angkat cerita heroiknya. Ia tidak membuka donasi atau membuat akun TikTok untuk berbagi tips "menembus sistem haji". Ia hanya berkata: “Apa yang terjadi padaku bukan mukjizat. Tapi karunia. Allah tidak pernah salah memilih tamu-Nya.”

Maka jika engkau merasa hatimu tergerak untuk berhaji, tapi rekening tak cukup, kuota belum dipanggil, usia belum sampai, atau visa belum keluar mungkin engkau belum diundang. Tapi tetaplah menanti dengan bersih hati. Karena jika Allah sudah mengundangmu, pesawat pun akan menunggumu.

"Labbayk Allahumma labbayk "

Dan dunia pun diam ketika seorang hamba berseru seperti itu dari dasar jiwanya.

***

Baca juga: Dokter Spesialis Bedah Umum Eka Hospital Depok Paparkan Gejala, Penyebab dan Pengobatan Radang Usus Buntu

Catatan:

Kisah ini berdasarkan kejadian nyata pada Mei 2025 di Bandara Sebha, Libya, tentang seorang calon haji bernama Amir al-Mahdi al-Qaddafi yang akhirnya berhasil berangkat haji setelah pesawat yang ditumpangi rombongannya kembali dua kali karena kerusakan teknis. Pesawat hanya berangkat setelah Amir naik ke dalamnya. (***)

Penulis: Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 31/5/2025

× Image