Sidik: Tarif Timbal Balik ala Trump Jurus Pedang Bermata Dua, Kemasan Strategi Dagang

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok, Sidik Mulyono ikut memberikan tanggapan terkait keputusan kontroversi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang menandatangani Executive Order 14275 pada 2 April 2025 lalu.
Executive Order 14275 atau yang lebih dikenal luas dengan sebutan Reciprocal Trade Tariff Policy merupakan sebuah kebijakan yang intinya adalah memberi wewenang kepada Pemerintah AS untuk mengenakan tarif impor tambahan yang dianggap Trump "tidak adil" dalam praktik perdagangan dengan Negeri Paman Sam.
Sidik menilai keputusan Trump sebagai langkah gila karena tarif dasar yang dikenakan mencapai 10 persen, bahkan bisa melonjak jauh hingga 32 persen untuk negara Indonesia, jika AS mencatat defisit perdagangan besar dengan negara tersebut.
Dikatakan Sidik, langkah ini disebut Trump sebagai cara untuk “mengembalikan keadilan perdagangan” dan “menghidupkan kembali manufaktur Amerika”.
Dalam pidatonya sambung Sidik, Trump menegaskan, “Made in America bukan slogan kosong. Ini adalah misi ekonomi dan keamanan nasional.”
"Pernyataan ini menggaungkan kembali semangat proteksionisme dan nasionalisme ekonomi yang menjadi ciri khas pemerintahannya sejak periode pertama," kata Sidik kepada wartawan, Senin (05/05/2025).
Mantan Kadiskominfo Depok itu juga mempertanyakan apa yang melatarbelakangi kebijakan Trump tersebut. Menurutnya, sejak lama, Trump berpendapat bahwa banyak negara termasuk sekutu lama seperti Jepang dan Jerman menerapkan hambatan dagang terhadap produk Amerika, namun bebas mengekspor ke AS tanpa hambatan yang sama. "Ketimpangan ini, menurut Trump membuat AS rugi terus-menerus," paparnya.
Baca juga: Tarif Tinggi AS Ancam Pekerja Indonesia, Bangkitkan Semangat Perdagangan Adil
Dijelaskan Sidik lebih jauh, pada 13 Februari 2025, Trump telah mengeluarkan Presidential Memorandum on Trade and Reciprocal Tariffs, yang memerintahkan peninjauan terhadap ketimpangan perdagangan global. Laporan itu rampung pada 1 April 2025 dan menjadi dasar kebijakan tarif keesokan harinya.
Dari sisi lebih jauh, Sidik mengalanisa terkait dampak di dalam Negeri AS, Boom atau Bencana?
"Hal itu dikarenakan pasar tidak menyambut kebijakan ini dengan sukacita. Dalam dua hari setelah pengumuman, bursa saham AS merosot tajam, menghapus nilai pasar sekitar $6,5 triliun, menurut laporan CNBC (3 April 2025). Investor panik, bisnis bingung, dan sejumlah perusahaan besar seperti Delta Air Lines dan Cleveland-Cliffs mengurungkan niat ekspansi mereka," bebernya.
Baca juga: PHK Massal, Indonesia Alami Krisis Jurnalisme yang Sehat
Tak hanya itu sambungnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi juga terpangkas. Goldman Sachs memperkirakan kebijakan tarif ini akan memangkas 1,4% dari PDB AS tahun 2025. Inflasi diperkirakan naik karena harga barang impor mulai dari elektronik hingga kebutuhan pokok melambung, yang paling terasa dampaknya bagi rumah tangga berpenghasilan rendah.
"China dan UE Tidak Tinggal Diam. China membalas dengan menaikkan tarif hingga 84% terhadap barang-barang asal AS seperti otomotif, produk pertanian, dan elektronik. Tak hanya itu, China juga mengancam menaha ekspor mineral tanah jarang (rare earth) komponen vital untuk industri teknologi tinggi AS," lanjut Sidik.
Ia katakan, China juga mempercepat strategi Dual Circulation, yang fokus memperkuat pasar domestik sambil tetap menjaga ekspor ke negara-negara berkembang melalui inisiatif Belt and Road.
Baca juga: Sering Turun ke Bawah, Kepemimpinan Gubernur Jabar Tuai Pro Kontra
"Sikap ini disampaikan tegas oleh juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok, yang menyebut kebijakan Trump sebagai “intimidasi ekonomi”," terang Sidik.
Sementara di Eropa kata Sidik lagi, suasananya tak kalah panas. Komisi Eropa menyebut kebijakan ini sebagai bentuk “proteksionisme sepihak” yang mencederai prinsip-prinsip WTO. Uni Eropa bahkan bersiap mengenakan tarif balasan senilai €20–22 miliar terhadap produk AS, termasuk kosmetik, motor gede, dan kedelai.
Laporan Financial Times (4 April 2025) juga menyebutkan bahwa Uni Eropa akan mengajukan gugatan resmi ke WTO dan membentuk aliansi dengan negara-negara G7 untuk menghadapi kebijakan Trump ini secara kolektif.
"Imbas Global? Pasar Saudi Meroket, Dunia Goyang. Ironisnya, tak semua negara menderita. Di Arab Saudi, indeks pasar saham melonjak 3,7%
Baca juga: Catatan Cak AT: Peran Baru Jurnalis, Melatih AI Menulis Berita
hanya sehari setelah pengumuman Trump. Saham-saham bank besar seperti Al Rajhi Bank dan Saudi National Bank mengalami kenaikan signifikan, didorong oleh ekspektasi relokasi rantai pasok dari AS ke kawasan Teluk (Reuters, 3 April 2025)," jelasnya.
Di Indonesia sendiri, Sidik menerangkan keputusan kontroversi Trump menyebabkan pukulan berat bagi ekspor dan pekerja bagi Indonesia, kebijakan ini tentu bukan kabar baik.
"Tarif gabungan sebesar 32% membuat produk ekspor unggulan seperti tekstil, furnitur, alas kaki, dan makanan olahan menjadi
kurang kompetitif di pasar AS. Akibatnya, permintaan menurun, produksi terganggu, dan ancaman PHK di sektor padat karya pun semakin nyata," imbuhnya.
Baca juga: Kini Lahir Angkatan Displaced Journalists, Ketika Pena Tak Lagi Membuka Pintu Rezeki
Menurut data Kementerian Perdagangan RI, AS merupakan salah satu dari lima besar pasar ekspor Indonesia. Jika kehilangan akses atau terjadi penurunan permintaan dari AS, risiko defisit neraca dagang meningkat, dan bisa berdampak pada nilai tukar rupiah serta stabilitas ekonomi nasional.
"Lalu, ada diplomasi ekonomi dan kemandirian industri. Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penundaan penerapan kebijakan tarif timbal balik selama 90 hari, dimulai pada 9 April 2025," kata Sidik lagi.
Keputusan itu sambungnya, diambil setelah Trump berkonsultasi dengan Menteri Perdagangan Howard Lutnick dan Menteri Keuangan Scott Bessent, meskipun sebelumnya Trump menyatakan tidak pertimbangkan penundaan tersebut.
Baca juga: Ratusan Pekerja Migran Bermasalah Kembali Dipulangkan ke Indonesia
"Penundaan ini memberikan waktu bagi negara-negara mitra dagang untuk melakukan negosiasi dan menyesuaikan kebijakan perdagangan mereka. Uni Eropa, misalnya, memutuskan untuk
menunda tindakan balasan terhadap tarif AS selama 90 hari guna memberi kesempatan pada proses diplomatik," jelasnya.
Dijelaskan Sidik lebih jauh, bagi Indonesia, penundaan ini menjadi peluang untuk meninjau ulang strategi perdagangan dan
memperkuat posisi dalam negosiasi dengan AS. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungan terhadap langkah-langkah strategis pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan daya saing ekonomi nasional.
Baca juga: Kodim Depok Bersama K3D Gelar Festival dan Kontes Bonsai, Bernilai Seni dengan Harga 'Selangit'
Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa tarif impor terhadap produk Tiongkok dinaikkan menjadi 125% secara langsung, menunjukkan bahwa penundaan ini tidak berlaku secara universal.
Kebijakan tarif timbal balik Trump adalah peringatan keras bahwa lanskap perdagangan global bisa berubah secara dramatis hanya dalam semalam.
Meski tantangannya besar, Indonesia harus melihat ini sebagai momentum untuk meningkatkan kemandirian industri, diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika serta mendorong hilirisasi dan nilai tambah industri domestik.
Dalam dunia yang kian tak pasti, hanya negara yang adaptif, berdaulat secara ekonomi, dan berdaya inovatif yang mampu bertahan," pungkasnya.
Melalui Disnaker Kota Depok, Sidik menyebut Pemerintah Kota Depok memiliki langkah antisipatif strategis, yaitu bergerak sebelum terlambat. Langkah itu harus diambil mengingat ancaman gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Baca juga: PHK Massal Industri Media, Alarm Bagi Demokrasi
Sidik merinci beberapa langkah antisipatif yang disiapkan, di antaranya:
1. Pemetaan Risiko Sektoral dan Wilayah: Fokus pada industri yang rentan seperti tekstil dan elektronik.
2. Sistem Early Warning: Mengaktifkan pusat informasi dan pengaduan ketenagakerjaan.
3. Dialog Tripartit: Memfasilitasi komunikasi antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
4. Pelatihan Ulang (Reskilling & Upskilling): Prioritas pada pelatihan digital, wirausaha, dan agribisnis.
5. Penempatan & Wirausaha: Membantu transisi pekerja ke sektor baru dan pemberdayaan UMKM.
6. Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Pusat: Sinkronisasi program pelatihan dan kebijakan perdagangan.
7. Perlindungan Hukum: Edukasi dan advokasi hukum bagi pekerja terdampak.
8. Monitoring dan Evaluasi Berkala: Untuk respons kebijakan yang adaptif dan responsif.
Baca juga: Catatan Cak AT: Baterai Nuklir Lipat, Energi Menjanjikan Masa Depan
Dengan pendekatan yang kolaboratif bukan hanya tripartit tetapi juga pentahelix, diharapkan Disnaker dapat memainkan peran kunci dalam meminimalkan dampak kebijakan perdagangan global terhadap stabilitas ketenagakerjaan di Kota Depok, sekaligus mendorong transisi pekerja menuju sektor ekonomi yang lebih adaptif dan berkelanjutan. (***)