Revisi UU Pemda Masuk Prolegnas, Ini 5 Rekomendasi Anggota DPD RI Fahira Idris

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Anggota DPD RI dari Dapil DKI Jakarta, Fahira Idris memandang masuknya revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025 menjadi momentum penting untuk menata ulang relasi antara pusat dan daerah.
Menurut Faihra, revisi ini harus mampu menjawab berbagai tantangan struktural dalam pelaksanaan otonomi daerah.
“Tentunya kita harus kawal bersama agar revisi UU Pemda bukan sekadar pembenahan administratif, melainkan upaya sistematis untuk memperkuat kembali semangat otonomi daerah dalam bingkai NKRI,” ujar Fahira di sela-sela kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Tengah dalam rangka pemantauan dan peninjauan UU Pemda, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng), Senin (19/05/2025).
Baca juga: Rumor Bakal Diganti, Prabowo Harus Pertahankan Jaksa Agung
“Nantinya, melalui UU Pemda yang baru, diharapkan hubungan pusat dan daerah menjadi lebih sehat, produktif, dan responsif terhadap kebutuhan nyata masyarakat di seluruh penjuru tanah air,” sambungnya.
Senator Jakarta ini mengungkapkan, setidaknya ada lima catatan atau rekomendasi yang patut menjadi perhatian dalam proses pembahasan revisi UU Pemda. Pertama, penguatan kewenangan daerah dalam pengelolaan SDA dan Program Strategis Nasional (PSN).
Revisi UU Pemda harus mengatur dengan tegas partisipasi pemerintah daerah sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan program nasional terutama PSN yang berdampak langsung pada kondisi sosial-ekologis lokal.
Baca juga: Catatan Cak AT: Dokter-Dokter Tersedu di Meja Kasir Negara
Melalui konsultasi formal dari pemerintah pusat kepada daerah, potensi marginalisasi masyarakat lokal dan konflik kewenangan bisa dihindari.
Kedua, reformulasi hubungan keuangan pusat dan daerah yang lebih adil dan transparan. Ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah masih menjadi problem dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Selain itu, prinsip keadilan fiskal bagi daerah-daerah kaya sumber daya alam yang selama ini menerima pembagian hasil yang tidak proporsional meski menanggung berbagai dampak lingkungan dan sosial dari eksploitasi SDA harus menjadi perhatian serius.
Baca juga: Terbantu Pecalang, Polda Bali akan Tindak Tegas Premanisme, Perorangan Maupun yang Berkedok Ormas
Ketiga, penguatan fungsi legislasi dan pengawasan DPRD. Fungsi legislatif dan pengawasan DPRD dinilai perlu diperkuat, terutama dalam menghadapi gelombang regulasi sektoral pusat yang seringkali tidak sinkron dengan kepentingan daerah.
Revisi UU Pemda harus memberi ruang lebih besar bagi DPRD untuk meninjau dan mengkritisi regulasi pusat yang merugikan daerah.
“Selain itu, DPRD juga harus memiliki peran substantif dalam mengawasi pengelolaan sumber daya alam guna memastikan keadilan ekologis dan perlindungan masyarakat adat,” jelas Fahira.
Baca juga: Depok Ajak Pelaku Usaha Komit Dukung Implementasi KTR
Keempat, desentralisasi asimetris untuk daerah dengan karakteristik khusus. Fahira Idris juga mendorong agar revisi UU Pemda membuka opsi desentralisasi asimetris, terutama untuk daerah-daerah yang memiliki karakteristik khusus seperti Kalimantan Tengah.
Dengan luas wilayah yang besar, keanekaragaman budaya yang tinggi, serta kontribusi ekonomi yang signifikan terhadap nasional, daerah seperti ini membutuhkan kewenangan yang lebih fleksibel dan adaptif.
Rekomendasi kelima, penguatan partisipasi publik dan akuntabilitas demokrasi lokal. Revisi UU Pemda juga harus menjamin keterlibatan publik yang bermakna dalam pembentukan kebijakan.
Baca juga: PKS Minta Pemkot Depok Wujudkan Pembangunan Masjid Raya Margonda
Fahira mengingatkan pentingnya pelembagaan mekanisme partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan perumusan regulasi yang berdampak terhadap daerah.
“Partisipasi ini bukan hanya hak konstitusional warga, tetapi juga prasyarat penting bagi keberhasilan desentralisasi dan akuntabilitas demokrasi lokal,” pungkas Fahira. (***)