Home > Nasional

Krisis Sampah Mengancam 2045, Anggota DPD Mirah Midadan Fahmid Serukan Reformasi Pengelolaan Sampah Daerah

Data dari Bappenas yang ia bawa memperlihatkan bahwa 92 rumah tangga di Indonesia belum memilah sampah dan hanya 35 sampah yang terolah.
Senator asal NTB, Mirah Midadan Fahmid. (Foto: Dok RUZKA. INDONESIA) 
Senator asal NTB, Mirah Midadan Fahmid. (Foto: Dok RUZKA. INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Ancaman krisis sampah nasional semakin nyata. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar oleh Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI, Senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB), Mirah Midadan Fahmid, menyuarakan peringatan keras: tanpa reformasi sistem pengelolaan sampah, Indonesia akan menuju bencana lingkungan pada 2045.

Dalam forum RDPU yang membahas pelaksanaan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Perda tentang pengelolaan sampah, Senator Mirah menegaskan pentingnya perubahan struktural dan penguatan sistemik, baik di tingkat nasional maupun daerah.

“Generasi masa depan akan menanggung akibat dari kegagalan kita hari ini,” ujarnya dengan suara tegas, Selasa (06/05/2025).

Baca juga: Sidik: Tarif Timbal Balik ala Trump Jurus Pedang Bermata Dua, Kemasan Strategi Dagang

Data dari Bappenas yang ia bawa memperlihatkan bahwa 92% rumah tangga di Indonesia belum memilah sampah dan hanya 35% sampah yang terolah.

Akibatnya, TPA kewalahan dan bahkan terbakar, menandakan betapa rapuhnya sistem pengelolaan saat ini.

Senator Mirah mengungkap bahwa jika tidak ada perubahan signifikan, TPA nasional akan penuh pada 2028, jauh sebelum target Indonesia Emas 2045 tercapai.

Baca juga: Tarif Tinggi AS Ancam Pekerja Indonesia, Bangkitkan Semangat Perdagangan Adil

Produksi sampah diperkirakan meningkat drastis dari 70 juta ton pada 2023 menjadi 82,2 juta ton per tahun di 2045.

Selain persoalan teknis dan kebiasaan masyarakat, Senator Mirah menyoroti minimnya alokasi anggaran.

Rata-rata nasional hanya mengalokasikan 0,6% APBD untuk penanganan sampah, sementara di NTB bahkan lebih rendah, hanya 0,4%. Baginya, ini mencerminkan lemahnya komitmen fiskal terhadap isu lingkungan yang mendesak.

Baca juga: PHK Massal, Indonesia Alami Krisis Jurnalisme yang Sehat

Mirah menyoroti struktur kelembagaan yang tumpang tindih. Di banyak daerah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menjalankan dua fungsi sekaligus: sebagai regulator dan operator.

"Sistem ini rawan konflik kepentingan dan tidak efisien," katanya lantang.

Ia mendesak agar pemerintah daerah mengikuti rekomendasi Kementerian Dalam Negeri: pisahkan fungsi regulator dan operator.

Solusi bukan hanya ada, tetapi juga telah berhasil diterapkan di beberapa daerah. DKI Jakarta, misalnya, telah membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebagai operator dan bekerja sama dengan industri semen untuk mengolah sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF).

Baca juga: Sering Turun ke Bawah, Kepemimpinan Gubernur Jabar Tuai Pro Kontra

Surabaya pun tak kalah inovatif, mengubah sampah menjadi energi listrik lewat skema kerja sama dengan swasta di PSEL Benowo.

Senator Mirah mengajak seluruh kepala daerah, khususnya di NTB, untuk segera menyusun dan memperbarui Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah (RISPAS) serta membentuk BLUD atau Perumda sebagai langkah konkret.

“Waktu kita tidak banyak. Kalau kita tidak bergerak sekarang, maka generasi masa depan akan menanggung akibat dari kegagalan kita hari ini. Kesadaran tidak cukup. Yang dibutuhkan kini adalah komitmen, aksi, dan keberanian untuk berubah," pungkasnya. (***)

× Image