Pembangunan Pariwisata Jangan Jawa Sentris! Komite III DPD RI Desak Pemerataan Hingga ke Papua

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Pembangunan pariwisata Indonesia tidak boleh lagi terpusat di Pulau Jawa! Seruan ini disampaikan Wakil Ketua Komite III DPD RI, Dailami Firdaus, dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Pariwisata di Gedung DPD RI, Rabu (30/04/2025).
Dalam pertemuan yang berlangsung intens tersebut, Dailami menegaskan pentingnya pemerataan destinasi wisata, terutama ke wilayah yang selama ini terpinggirkan seperti Kalimantan dan Papua.
Ia menyebut, kawasan timur Indonesia menyimpan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, namun belum tergarap optimal.
"Kami mengharapkan pembangunan pariwisata dilakukan merata, tidak hanya di Jawa, tetapi juga Kalimantan dan Papua yang punya potensi besar,” tegas Dailami.
Baca juga: DPD RI Dorong Kolaborasi Global Atasi Isu Geopolitik dan Perubahan Iklim
Pariwisata Mesin Ekonomi Nasional
Komite III DPD RI menyadari, pariwisata bukan hanya urusan hiburan. Sektor ini terbukti menjadi motor penggerak perekonomian lokal, membuka lapangan kerja, hingga mendorong investasi asing.
Oleh karena itu, pembahasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan program kerja Kemenparekraf 2025 menjadi sangat krusial.
Dalam paparannya, Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardhana, melaporkan adanya pertumbuhan signifikan wisatawan mancanegara.
Baca juga: DPD Dorong Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Melalui Reformasi Fiskal dan Kebijakan Inklusif
Sepanjang 2024, tercatat 2,2 juta kunjungan, naik 19% dibanding tahun sebelumnya. Sementara dari Januari hingga Februari 2025 saja, kunjungan mencapai 1,89 juta wisatawan.
Tak hanya wisatawan asing, wisatawan domestik juga menunjukkan tren positif. Widiyanti menyebut kenaikan sebesar 21,7% pada 2024, dan target ambisius telah ditetapkan: 23,5 juta wisatawan mancanegara dan 1,5 miliar wisatawan nusantara di tahun 2029.
Wisata Pilar Pembangunan
Tak dapat disangkal, pariwisata telah menjelma sebagai sektor strategis. Investasi melonjak dari 1,1 miliar USD di 2015 menjadi 3,1 miliar USD di 2024. Dampaknya langsung terasa – 25 juta tenaga kerja terserap dalam sektor ini tahun lalu.
Baca juga: DPD RI dan Menparekraf Bahas Solusi Pengangguran Sarjana lewat Ekonomi Kreatif
Kemenparekraf pun tak tinggal diam. Lima program unggulan diluncurkan demi mempercepat transformasi sektor pariwisata, antara lain:
Pertama : Gerakan Wisata Bersih – kolaborasi sanitasi dengan pemerintah daerah ; Kedua : Tourism 5.0 – integrasi teknologi digital dan AI; Ketiga : Pariwisata Naik Kelas – mengangkat kuliner lokal; Keempat : Intellectual Property Event – mempromosikan kekayaan budaya Indonesia; dan Kelima : Desa Wisata – motor ekonomi berbasis lokal.
“Program desa wisata jadi ujung tombak untuk pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dari akar rumput,” ujar Widiyanti penuh keyakinan.
Baca juga: Drone Masuk Masjid, Inovasi Dakwah dengan Optimalkan Sains, Teknologi dan Seni Budaya
Anomali Kalimantan dan Overtourism Bali
Namun, tidak semua berjalan mulus. Dalam sesi diskusi, senator Kalimantan Timur, Aji Mirni Mawarni, mengungkap persoalan serius. Desa wisata Lung Anay berdiri di atas lahan konsesi perkebunan dan tambang. Ia mempertanyakan legalitasnya:
“Bagaimana bisa kawasan konsesi dijadikan destinasi wisata? Ini menyalahi aturan!”
Sementara dari Bali, senator Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra mengangkat isu akomodasi ilegal dan overtourism. Ia mencatat penurunan okupansi hotel resmi meski jumlah wisatawan naik. Masalahnya: banyak guest house ilegal yang hanya berizin rumah tinggal namun beroperasi komersial.
“Sharing economy yang tak diatur jelas hanya menguntungkan investor asing, bukan warga lokal. Ini harus dibenahi.”
Baca juga: Gerakan Wisata Bersih, Jaga Kebersihan, Kelestarian dan Keberlanjutan Destinasi Wisata
Pariwisata Adil dan Berkelanjutan
Rapat kerja ini menjadi refleksi serius bahwa pariwisata Indonesia butuh pendekatan holistik, adil, dan berkelanjutan. Pemerintah pusat dan daerah wajib bersinergi, memastikan pembangunan tidak bias geografis, tidak mengorbankan aturan, serta berpihak pada rakyat.
Hasil diskusi diharapkan menjadi landasan kebijakan yang berpihak pada kebutuhan daerah, menjaga kearifan lokal, sekaligus mendorong Indonesia tampil sebagai kekuatan wisata dunia. (***)
Reporter: Bambang Priambodo/RUZKA INDONESIA