Tempat 'Jin Buang Anak', di Depok Cicilan Rumah Cuma Rp 15 Ribu per Bulan, Dihuni Banyak Wartawan

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Dulu, Kota Depok dikenal sebagai tempat 'Jin buang anak'. Hal itu kerap didengungkan orang-orang di Jakarta, jika ngomongin Depok atau diajak jalan ke Depok.
Di era tahun 60-an dan 70-an, dari Jakarta untuk menuju Depok harus menempuh jarak yang cukup jauh, sekitar 30 Km dengan jarak tempuh kala itu sekitar 1 jam.
Jalan utama menuju Depok yang berada di selatan Jakarta melalui Terminal Cililitan menuju Jalan Raya Jakarta-Bogor ke arah Simpangan Depok.
Dari Terminal Cililitan, kalau menggunakan kendaraan umum, naik bus jenis Robur bermerk Tavip. Bus Robur didatangkan dari pabrik bernama Volkseigener Betrieb/VEB Robur-Werke Zittau yang berasal dari Jerman Timur. Pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1965 atau di era Presiden Soekarno.
Baca juga: Depok Peringati Hari Jadi ke 26, Ini Sejarah Singkatnya dan Harapan Supian Suri
Bus Robur menghilang dari peredaran di era 80-an, berganti bus buatan Jepang, Mitsubishi dengan merk Miniarta, Metromini dan Kopaja yang beroperasi hingga era tahun 2000-an.
Dari Simpangan Depok menuju Pintu Gerbang di Jembatan Panus berjarak 5 km, melalui jalan yang saat ini bernama Jalan Tole Iskandar.
Jembatan Panus, memiliki lebar 5 meter dan panjang 100 meter merupakan jembatan penghubung wilayah Bogor dan Batavia pada masa kolonial yang dibangun pada 1917 oleh seorang insinyur bernama Andre Laurens.
Julukan "Jembatan Panus" diberikan berdasarkan nama "Stevanus Leander" yang adalah seorang warga yang tinggal di samping jembatan tersebut.
Baca juga: Sule dan Charly van Houten Meriahkan Hiburan Rakyat Hari Jadi ke-26 Kota Depok
Jembatan Panus yang merupakan jembatan yang melintasi sungai Ciliwung, hingga saat ini masih berdiri kokoh dam saat ini sudah tidak lagi menjadi pelintasan utama. Pada 1990, dibangun jembatan penganti disamping Jembatan Panus.
***
Melewati Jembatan Panus, memasuki pusat kota tua yang dibangun sejak zaman kolonial Belanda, oleh tuan tanah VOC Belanda bernama Cornelis Chastelein pada 1696.
Hingga saat ini, pusat kota tua itu dikenal dengan kawasan Depok Lama yang terdapat banyak bangunan peninggalan kolonial Belanda, rumah Presiden Depok hingga gereja-gereja tua serta kuburan Belanda.
Depok dengan akronim nama De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen, konon sudah menjadi sebuah negara otonom pada 14 Januari 1913. Dengan Presiden Depok pertama bernama Gerrit Jonathans. Sempat memiliki 4 presiden hingga 4 Agustus 1952, baru bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca juga: Depok Singkatan dari Daerah Pemukiman Orang Kristen, Ini Muasalnya
Penduduk yang mendiami wilayah Depok disebut sebagai "Kaoem Depok" atau "Belanda Depok" yang dari orang-orang Belanda, keturunan Belanda dan para budak yang dimerdekakan dengan tediri dari 11 marga yakni Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Soedira, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob, dan Zadokh.
Kawasan Depok Lama saat ini berada di Kecamatan Pancoran Mas, diantaranya di seputar Jalan Siliwangi, Jalan Kartini, Jalan Pemuda, Jalan Mawar, Jalan Melati dan Jalan Kamboja.
Setelah bergabung dengan NKRI, pada 1952, Depok menjadi sebuah kecamatan yang berada di lingkungan Kawedanan (Pembantu Bupati) wilayah Parung, Kabupaten Bogor.
***
Kota Depok yang berada di Jawa Barat (Jabar) dan berbatasan langusung dengan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta mulai berkembang dan terjamah pembangunan setelah Kementerian Perumahan Rakyat melalui Perusahaan Umum Perumahan Nasional (Perum Perumnas) membangun Perumnas pertama di Kota Depok pada 1975 yakni Perumnas Depok Satu.
Baca juga: Depok Singkatan dari Daerah Pemukiman Orang Kristen, Ini Muasalnya
Perumnas yang kala itu diplesetksn Perumahan Belum Lunas menawarkan skema Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara (KPR BTN) yakni selama 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun dan 25 tahun dengan cicilan Rp 7.500 hingga Rp 15 ribu per bulan.
Tipe rumah yang ditawarkan yakni tipe luas bangunan 70 m2 dan luas tanah 200 m2, tipe 70/120 m2, tipe 45/120 m2, tipe 45/90 m2, tipe 21/90 m2.
Walaupun harga yang ditawarkan cukup murah, namun kurang peminat, karena di cap Depok sebagai tempat 'Jin buang anak'. Padahal Jalan menuju Depok sudah dibuka dari Pasar Minggu melalui Lenteng Agung ke Jalan Margonda pada 1977.
Kemudian, Presiden Soeharto menawarkan ke para wartawan yang bertugas di Sekretariat Negara (Sekneg). Gayung bersambut, wartawan yang bertugas di kementerian juga ikut berbodong-bondong mengambil program rumah subsidi pemerintah yang pertama kali untuk rakyat.
Baca juga: Hutan Seimprit Ini, Sisa Sejarah Hijau Masa Lalu Depok
Lalu, Kementerian Perumahan Rakyat yang kala itu dipimpin Menteri Cosmas Batubara menawarkan juga ke wartawan RRI, TVRI, Kantor Berita Antara, Suara Karya, Tempo, Kompas, Merdeka dan Poskota.
Begitu banyak wartawan yang berdomisili di Perumnas Depok I, hingga akhirnya dijuluki sebagai Perumnas wartawan. Nama-nama beken, wartawan yang pernah tinggal di Perumnas Depok I diataranya yakni Rafaat Nurdin (Antara), Ismet Rauf (Antara), Sam Lantang (Taboid Bola), Karni Ilyas (Tempo) dan Parni Hadi (Antara/Republika).
Presiden Soeharto juga mengiktruksikan agar Perumanas di Depok ditempati para Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI dan Polri golongan III dan IV yang belum memiliki rumah.
Begitu tingginya peminat, Perum Perumnas kemudian membangun Perumnas Depok Utara pada 1978, Perumnas Depok II Tengah pada 1980 dan Perumnas Depok II Timur pada 1981.
Baca juga: Belanda Dukung Rencana Depok Lama Jadi Kawasan Heritage, Lestarikan Warisan Budaya
Depok kemudian berkembang menjadi 6 kecamatan yakni Kecamatan Pancoran Mas (Perumnas Depok I), Kecamatan Beji (Perumnas Depok Utara), Kecamatan Sukmajaya (Perumnas Depok II Tengah dan Depok II Timur), Kecamatan Sawangan, Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Cinere.
***
Depok semakin padat dengan keberadaan Perumnas. Pada 1982, pembentukan Kota Administratif (Kotif) Depok yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Amir Machmud sekaligus melantik Wali Kota Administratif yang pertama, yaitu Mochammad Rukasah Suradimadja oleh Gubernur Jawa Barat, Aang Kunaefi.
Stigma Depok tempat 'Jin buang anak' lama kelamaan sirna dan berubah menjadi daerah pemukiman idaman.
Tranportasi umum semakin banyak pilihan, selain kereta KRL, berbagai jenis angkutan kota, seperti bus Miniarta, Kopaja, Metromini dan PPD lalu lalang di Depok.
Baca juga: Depok akan Gratiskan PBB untuk Bagunan Cagar Budaya
Pada 1983, pemerintah membangun Universitas Indonesia (UI) yang kemudian bermunculan Universitas Gunadarma. Julukan Depok pun berubah menjadi Kota Pelajar.
Pada 1999, Kota Administratif Depok dimekarkan dan menjadi Kotamadya pada 27 April dengan 11 kecamatan dan seluruh desa berganti status menjadi kelurahan dengan 26 kelurahan.
Peresmian pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dilakukan pada tanggal 27 April 1999 bersamaan dengan Pelantikan Pejabat Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok saat itu, Badrul Kamal, yang menjabat sebagai Wali Kota Kota Administratif Depok.
Baca juga: Gue Anak Jalan Pemuda Bang! Begini Kondisi Jalan di Depok yang Disebut Miliano Jonathans
Depok selain merupakan Pusat Pemerintahan yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara, yang diarahkan untuk kota pemukiman, kota pendidikan. Selain itu juga, untuk pusat pelayanan perdagangan dan jasa, kota pariwisata dan sebagai kota resapan air.
Tahun ini Kota Depok merayakan hari jadinya yang ke-26, tepatnya pada 27 April 2025 yang kini dihuni lebih dari 2 juta penduduk.
Pemerintah Kota (Pemkot) Depok kini (2025-2030) dibawah kepemimpinan Supian Suri-Chandra Rahmansyah (Gerindra dan PKB), berhasil menumbangkan PKS yang berkuasa di Kota Depok sejak 2005. (***)
Penulis: Ruzka Azra Muhammad/Rusdy Nurdiansyah/RUZKA INDONESIA