Home > Kolom

Media dan Pemuda: Dua Kekuatan untuk Menjaga Indonesia Waras

Ada berita baru, ada tanya jawab, ada gurauan khas wartawan yang selalu hidup bahkan di tengah sore yang muram.
Logo DMC dan Logo Hari Sumpah Pemuda 2025 (Foto: Dok RUZKA INDONESIA) 
Logo DMC dan Logo Hari Sumpah Pemuda 2025 (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Sore ini, saya duduk di sebuah kedai kopi kecil di sudut Depok. Udara lembap, langit abu-abu seperti enggan menumpahkan airnya.

Angin membawa aroma tanah basah, tanda hujan sudah mengintai sejak siang tapi belum juga jatuh. Dari balik kaca jendela, saya melihat jalanan yang masih ramai, motor lalu-lalang, dan orang-orang bergegas pulang sebelum langit benar-benar ‘murka’.

Di dalam kedai, suasananya hangat. Kopi hitam mengepul di meja, dan di layar ponsel saya, notifikasi dari grup Depok Media Center (DMC) tak henti berbunyi.

Ada berita baru, ada tanya jawab, ada gurauan khas wartawan yang selalu hidup bahkan di tengah sore yang muram.

Baca juga: Journalist Spin Club Gelar Turnamen Tenis Meja Pemuda 2025, Ajang Kebersamaan Para Jurnalis

Sekilas, DMC mungkin tampak seperti grup WhatsApp biasa. Tapi di balik percakapan yang mengalir setiap hari, tersimpan nilai yang jauh lebih besar.

DMC dibentuk oleh penggagasnya, Rusdy Nurdiansyah, wartawan senior Kota Depok yang kini kembali menjabat Ketua PWI Depok masa bakti 2024-2027 pada 15 Juni 2019 lalu, dan kini beranggotakan 448 nomor pengguna WhatsApp.

Sejak awal, DMC lahir dari semangat sederhana: memperkuat silaturahmi antarpelaku media dan pemangku kepentingan di Depok, sekaligus menjaga kualitas informasi di tengah derasnya arus kabar digital.

Kini, grup ini tumbuh menjadi simpul penting bagi para wartawan, pejabat, dan warga untuk berbagi kabar, berdiskusi, bahkan berdebat dengan kepala dingin.

Baca juga: Museum Blawong dan Harapan Menjadi Muara Peradaban Masyarakat Pringapus

DMC bukan sekadar tempat mengirim berita tapi tempat menyaringnya, menimbangnya, dan menumbuhkan kembali kepercayaan publik terhadap media lokal.

Dari ruang kecil di dunia maya itu, saya belajar bahwa teknologi bukan musuh. Yang perlu kita lawan bukanlah gawai atau algoritma, tapi ketidakbijaksanaan dalam menggunakannya.

Grup-grup seperti DMC adalah oase di tengah gurun kebisingan digital: tempat di mana akal sehat masih dihargai, dan di mana kata “verifikasi” masih punya makna.

Sembilan puluh tujuh tahun setelah Sumpah Pemuda diikrarkan, bangsa ini menghadapi tantangan baru. Dulu musuh kita adalah penjajahan; kini tantangan kita adalah kebingungan.

Zaman ketika “satu bahasa” bisa terpecah menjadi seribu tafsir di media sosial, dan kebenaran harus berjuang keras untuk bersuara di tengah gemuruh opini.

Baca juga: Catatan Cak AT: Sepuluh Teknologi Penyelamat Planet

Jika dulu pemuda bersumpah untuk bersatu, hari ini mereka harus bersumpah untuk tetap berpikir jernih.

Di sinilah media dan pemuda seharusnya bertemu. Media adalah cahaya yang menuntun arah, sementara pemuda adalah bara yang menjaga api semangat bangsa agar tidak padam.

Keduanya saling membutuhkan. Media tanpa idealisme pemuda akan kehilangan jiwa. Pemuda tanpa panduan media yang jujur akan kehilangan arah.

Media, terutama media lokal seperti kita yang tergabung dalam grup DMC, punya peran penting dalam menjaga kewarasan publik.

Dalam setiap berita yang ditulis, terselip tanggung jawab moral: untuk menenangkan yang resah, menjernihkan yang keruh, dan menghubungkan yang tercerai oleh prasangka.

Baca juga: Cahaya Terang Berisiko Terhadap Kesehatan Jantung, Kok Bisa?

Kita hidup di zaman ketika satu unggahan bisa menyalakan api kebencian, tapi satu kalimat yang bijak juga bisa menenangkan ribuan hati. Karena itu, tugas media bukan hanya menyampaikan apa yang terjadi, tapi juga menumbuhkan empati agar publik tetap punya harapan.

Dan di sisi lain, pemuda hari ini memegang kekuatan yang belum pernah dimiliki generasi sebelumnya. Dengan satu ponsel di tangan, mereka bisa menjangkau dunia. Tapi kekuatan itu tak berarti apa-apa jika tidak disertai kesadaran.

Pemuda hari ini tak cukup hanya cerdas, tapi juga harus cerdas beretika. Mereka harus belajar menulis dengan hati, berbicara dengan tanggung jawab, dan menyebarkan kebenaran dengan keberanian.

Karena pada akhirnya, seperti kata pepatah, bangsa yang besar bukan hanya karena banyaknya orang pintar, tapi karena masih ada yang mau berpikir waras.

Baca juga: Gawat, Jampidum Ungkap Judi Online Diminati Bocah SD Hingga Tunawisma

Depok adalah cermin kecil dari Indonesia. Kota yang tumbuh cepat, dinamis, tapi juga penuh tantangan. Di sini, kita bisa melihat bagaimana arus informasi, politik, dan sosial saling berkelindan.

Dalam situasi seperti ini, DMC hadir sebagai simpul yang menenangkan: tempat di mana pejabat bisa berbicara langsung dengan jurnalis, tempat di mana kabar diklarifikasi sebelum menyebar, tempat di mana silaturahmi menjadi tameng terhadap fitnah.

DMC membuktikan bahwa media dan pemerintah bisa berjalan beriringan tanpa kehilangan independensi, asal tujuannya satu: menjaga Depok tetap kondusif, informatif, dan sehat secara sosial.

Menjelang Hari Sumpah Pemuda ini, saya berpikir: mungkin inilah bentuk baru dari “sumpah” itu. Bukan lagi di gedung kongres dengan pidato yang membakar semangat, tapi di ruang-ruang digital yang sunyi, di mana kejujuran dan tanggung jawab diuji setiap hari.

Sumpah untuk tetap menjaga nalar, menegakkan etika, dan menghormati perbedaan.

Sumpah untuk menulis bukan demi sensasi, tapi demi kebenaran. Sumpah untuk berbicara bukan demi perhatian, tapi demi kebermanfaatan.

Baca juga: Tak Punya Izin, 94 WNA Diusir dari KEK Sei Mangkei

Karena sejatinya, menjaga Indonesia hari ini tidak lagi cukup dengan mengangkat senjata, tapi dengan menjaga nalar agar tetap waras. Dan itu hanya bisa dilakukan bila media tetap beretika, dan pemuda tetap berintegritas.

Sumpah Pemuda hari ini tidak perlu diulang, tapi perlu dihidupkan kembali. Bukan lewat upacara, tapi lewat tindakan kecil: menulis dengan jujur, berbagi informasi dengan benar, dan menghormati perbedaan dengan kepala dingin.

Dan mungkin, dari sebuah kedai kopi kecil di Depok ini, dengan langit yang masih menahan airnya, saya percaya bahwa Indonesia tetap punya harapan, selama masih ada orang-orang yang mau menjaga kewarasannya.

Dari Depok, mari kita jaga Indonesia agar tetap waras dengan pena yang jujur dan semangat muda yang tak pernah padam. Selamat Hari Sumpah Pemuda 2025. (***)

Penulis: Djoni Satria/Wartawan Senior

Image
rusdy nurdiansyah

rusdynurdiansyah69@gmail.com

× Image