Home > Kolom

Catatan Cak AT: Pasar Reshuffle

Ketika nama Sri Mulyani digeser dari kursi Menteri Keuangan, trending topic di platform X meledak seperti mercon Agustusan.
Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Pasar Reshuffle. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA) 
Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Pasar Reshuffle. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Reshuffle kabinet selalu punya aroma drama. Yang dirombak seolah kursi, padahal yang lebih terasa kocokannya ada di pasar: pasar saham, pasar politik, dan tentu saja pasar komentar netizen.

Ketika nama Sri Mulyani digeser dari kursi Menteri Keuangan, trending topic di platform X meledak seperti mercon Agustusan.

Ada yang kaget, ada yang syukur, ada yang nyinyir, ada juga yang bingung: apakah reshuffle ini benar-benar tentang rakyat, atau sekadar panggung politik dengan efek sampingnya ke layar bursa.

Baca juga: Pramuka Kwarcab Depok Menuju World Muslim Scout Jamboree 2025

Kali ini, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan perombakan cukup besar: lima kementerian berganti penghuni dan satu kementerian baru dibentuk. Sri Mulyani resmi digantikan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan.

Kemudian, Mukhtarudin ditunjuk sebagai Menteri P2MI, Ferry Juliantono menggantikan Budi Arie di Kementerian Koperasi, dan pendatang baru M. Irfan Yusuf didapuk sebagai Menteri Haji dan Umrah bersama wakilnya Dahnil Anzar.

Sementara posisi Menko Polkam dan Menpora masih lowong menunggu pengumuman lebih lanjut.

Perubahan ini bukan sekadar rotasi rutin, melainkan sinyal politik yang langsung menggetarkan bursa saham dan, tak kalah penting, mengocok ulang obrolan warung kopi sampai timeline media sosial.

Baca juga: Reshuffle Kabinet, Presiden Prabowo Ganti Lima Menteri Ini

Mari kita tengok pasar saham. Begitu kabar reshuffle diumumkan, saham bank rontok seperti daun jati di musim kemarau. Sebaliknya, saham rokok justru terbang tinggi, seolah penggantian menteri lebih menjanjikan asap keuntungan ketimbang kepastian ekonomi.

Akademisi ekonomi sering mengingatkan: pasar modal adalah termometer psikologis investor, bukan stetoskop kesejahteraan rakyat. Jadi kalau indeks hijau atau merah, itu belum tentu perut rakyat ikut kenyang atau tenang.

Dalam bahasa teori ekonomi politik, pasar saham lebih sering mencerminkan ekspektasi elite kapital finansial daripada kondisi pasar tradisional tempat rakyat beli cabai.

Di titik ini, pertanyaan reflektif muncul: apakah reshuffle kabinet betul-betul membawa rakyat pada al-amn min al-jūʿ wa al-amn min al-khawf —aman dari lapar dan aman dari takut— sebagaimana ditekankan surah Quraisy?

Baca juga: Catatan Cak AT: Kota Cinta untuk Penguasa

Islam menegaskan bahwa kebutuhan dasar sebuah bangsa bukan indeks harga saham gabungan, melainkan stabilitas pangan dan rasa aman. Kalau reshuffle hanya menggeser nama tanpa menuntun kebijakan ke arah itu, maka rakyat tetap saja belanja beras dengan hati berdebar, bukan dengan dompet lapang.

Secara teori politik, reshuffle sering dijustifikasi dengan konsep political survival. Presiden mengganti menteri bukan semata-mata untuk memperbaiki performa, melainkan untuk memperkuat stabilitas koalisi, meredam tekanan, atau mengirim sinyal kemandirian.

Dalam literatur ilmu politik, ini dikenal dengan teori _cabinet reshuffle as a signaling device_. Tapi sinyal untuk siapa? Untuk pasar modal, untuk elite partai, atau untuk emak-emak di pasar sayur? Jika sinyal itu lebih banyak dibaca investor asing ketimbang pedagang tempe, maka sekali lagi, reshuffle adalah panggung elite yang gemanya jarang sampai ke meja makan rakyat.

Baca juga: Puluhan Musisi Ogah Tampil di Festival Musik Pestapora, Ini Penyebabnya

Netizen tentu tak pernah kehilangan bahan. Ada yang mengenang jasa Sri Mulyani di masa Pandemi Covid-19, ada yang bersyukur "tukang palak" sudah diganti, ada yang sarkastis menyinggung ego "bos besar" yang gemoy.

Di dunia maya, reshuffle terasa seperti sinetron: ada pemeran utama, cameo, dan komentator gratisan yang lebih sibuk menghitung like daripada menimbang dampak kebijakan. Tetapi jangan salah, reaksi netizen ini juga bagian dari "pasar", yaitu pasar wacana. Dan pasar wacana bisa lebih liar ketimbang IHSG.

Pertanyaannya: apakah pasar wacana, pasar modal, dan pasar rakyat bisa dipertemukan oleh reshuffle ini? Atau kita harus realistis bahwa ketiganya berjalan di orbit berbeda? Pasar modal tetap sibuk dengan volatilitas, pasar wacana dengan meme dan trending topic, sementara pasar rakyat hanya ingin harga beras turun dan anaknya bisa sekolah tanpa takut besok ada pungutan baru.

Jadi, apakah reshuffle kabinet Prabowo dengan lima menteri baru ini mengarah ke cita Qur'ani di surah Quraisy — rakyat aman dari lapar dan takut? Jawabannya masih menggantung.

Baca juga: Zionis Ratakan Gaza dengan Tanah, Jurang Genosida di Palestina Tengah Menganga

Pasar saham sudah bereaksi, netizen sudah bersuara, tapi rakyat jelata masih menunggu bukti. Reshuffle boleh jadi penting bagi legitimasi politik, tapi ujian sesungguhnya ada di meja makan rakyat, bukan di papan ticker bursa.

Maka, kalau mau ditutup dengan rasa Nusantara: reshuffle kabinet ini ibarat ganti dalang-dalang kecil dalam pertunjukan di fertival wayang.

Nama-nama di panggung berubah, suara sindennya mungkin lebih keras atau lembut, tapi lakonnya tetap sama: perebutan kuasa, distribusi jatah, dan janji kesejahteraan yang entah kapan turun ke rakyat.

Bedanya, kalau dalam wayang, penonton bisa menikmati estetika sabetan dan alur cerita, sementara dalam politik, rakyat kadang hanya jadi penonton yang ditarik karcis pajak mahal tanpa tahu kapan lakon selesai.

Baca juga: Catatan Cak AT: Robot di Meja Redaksi

Dengan begitu, reshuffle Prabowo ini belum tentu salah, tapi juga belum tentu menyentuh inti. Pasar saham bisa merayakan atau meratap, netizen bisa bikin meme dan trending, tapi rakyat kecil masih akan bertanya dengan nada Quraisy: apakah aku sudah aman dari lapar, dan aman dari takut?

Dan kalau jawaban itu masih menggantung, ya berarti dalangnya memang sudah ganti, tapi ceritanya masih itu-itu juga. (***)

Penulis: Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 9/9/2025

× Image