Home > Ekonomi

Pemkab Majalengka Mutakhirkan Data PBB 2025, Incar Rp 74 Miliar

Kepala Bapenda Majalengka, Rachmat Gunandar, mengatakan langkah ini diambil untuk menyesuaikan dengan dinamika lapangan.
Kepala Bapenda Majalengka, Rachmat Gunandar. (Foto: Dok Bapenda Majalengka) 
Kepala Bapenda Majalengka, Rachmat Gunandar. (Foto: Dok Bapenda Majalengka)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Di tengah geliat pembangunan yang mengubah wajah banyak wilayah, Pemerintah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Jabar) berusaha menata ulang basis penerimaan daerah. Melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), pemerintah melakukan pemutakhiran data Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2025.

Kepala Bapenda Majalengka, Rachmat Gunandar, mengatakan langkah ini diambil untuk menyesuaikan dengan dinamika lapangan.

Tanah kosong yang dahulu tidak bernilai kini sudah menjelma menjadi deretan bangunan. “Nilai objek pajaknya berubah, dan itu harus dinilai ulang agar lebih adil,” ujar Rachmat, Ahad (17/08/2025).

Baca juga: Ribuan Warga Ikut Jalan Santai Kebangsaan GP Ansor Depok, Rebutkan Hadiah Utama Tiket Umrah

Target penerimaan PBB tahun ini dipatok Rp74 miliar. Angka itu, menurut Rachmat, bukan semata capaian fiskal. Di baliknya ada upaya pemerintah memastikan setiap rupiah pajak yang dibayar masyarakat sesuai dengan kondisi riil di lapangan.

Selektif, Bukan Massal

Majalengka tidak mengikuti tren sejumlah daerah yang melakukan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) secara massal. Pemerintah daerah memilih pendekatan selektif: hanya objek yang benar-benar mengalami perubahan yang akan diverifikasi.

Rachmat menegaskan, mekanisme dialog tetap dikedepankan. Pemilik tanah dan bangunan dilibatkan dalam proses penetapan NJOP agar keputusan tidak sepihak. “Kami ingin masyarakat merasakan keadilan, bukan beban,” katanya.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil: UU Kehutanan Gagal Memerdekakan Rakyat

Jejak Pemutakhiran

Pembaruan NJOP secara massal di Majalengka terakhir dilakukan pada 2016. Sejak itu, pemutakhiran lebih sering dilakukan per individu berdasarkan perubahan yang terpantau setiap tahun. Namun, selisih antara nilai pasar dan NJOP terus melebar seiring pesatnya perkembangan wilayah.

Pemerintah daerah berharap regulasi memungkinkan penyesuaian NJOP lebih berkala. Dengan begitu, PBB tidak hanya menjadi instrumen fiskal, tapi juga cermin keadilan dan keseimbangan sosial.

“Pajak harus proporsional. Masyarakat membayar sesuai kemampuan, pemerintah pun mendapatkan penerimaan yang lebih akurat,” ujar Rachmat. (***)

Journalist: Eko Widiantoro.

× Image