AI dan Coding Masuk Sekolah, Cetak Talenta Masa Depan Indonesia

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Menjawab tantangan implementasi kurikulum kecerdasan buatan (AI) dan coding di sekolah, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mempertemukan para pembuat kebijakan, pelaku industri, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil dalam diskusi panel bertajuk “Memberdayakan Sekolah dalam Menghadirkan Pembelajaran AI dan Coding di Kelas” pada CIPS DigiWeek 2025. Forum ini menjadi wadah strategis untuk merumuskan langkah kolaboratif dalam pembentukan talenta teknologi masa depan Indonesia.
Langkah ini sejalan dengan prioritas nasional untuk transformasi digital di bidang pendidikan yang ditandai dengan diperkenalkannya kerangka kurikulum kecerdasan buatan (AI) oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Inisiatif ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk menyiapkan peserta didik agar mampu menghadapi dunia kerja yang semakin terdigitalisasi, dengan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah dan literasi digital di masa depan .
“Indonesia berada di momen krusial dalam kebijakan pendidikan melalui transformasi digital. Salah satu langkah konkrit yang telah diambil adalah diperkenalkannya naskah akademik mengenai kecerdasan buatan dan coding dari Dikdasmen. Namun, kesiapan sekolah dalam adaptasi pembelajaran digital ini perlu diperhatikan di setiap daerah,” jelas Peneliti dan Analis Kebijakan CIPS, Sharfina Indrayadi.
Kenyataannya data di lapangan menunjukkan tantangan signifikan. Data Kemendikdasmen mencatat lebih dari 5.700 sekolah di daerah terpencil belum memiliki akses listrik, dan lebih dari 10.000 sekolah belum terhubung internet.
Kondisi ini menciptakan jurang yang menghambat implementasi kurikulum digital secara merata. Di sisi lain, studi UNICEF mengungkap, sebanyak 67% guru di Indonesia masih mengalami kesulitan dalam menggunakan perangkat digital secara efektif, menegaskan urgensi program peningkatan kapasitas guru yang komprehensif dan berkelanjutan.
Para panelis dalam diskusi panel ini sepakat, integrasi AI dan coding ke dalam kurikulum memerlukan pendekatan berlapis dan kontekstual. Hal ini bisa dimulai dari fleksibilitas kurikulum yang dapat disesuaikan dengan kondisi lokal, program peningkatan kapasitas guru yang efektif hingga penanaman nilai-nilai etika digital sejak dini.
“Ada dua tantangan fundamental. Pertama, seringkali terjadi kerancuan antara tujuan pembelajaran dengan konten. Kita seharusnya tidak hanya mengajar tools yang terus berganti, tetapi menanamkan pola pikir dan kemampuan berkreasi (to create). Kompetensi inilah yang relevan lintas zaman. Kedua, tantangan adaptasi tidak hanya terletak pada siswa, tetapi juga pada orang dewasa, termasuk guru, yang banyak di antaranya belum terbiasa dengan cara berpikir komputasional.” ucap Ketua Pengurus Harian Yayasan Guru Belajar, Maman Basyaiban.
Menyikapi hal ini, CIPS mendorong agar implementasi kurikulum AI dan coding tidak terjebak pada aspek teknis semata. Fokus harus diperluas untuk mencakup kesiapan institusi, penguatan kapasitas guru, serta internalisasi nilai-nilai etis dalam pemanfaatan teknologi.
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta dan komunitas pendidikan sangat krusial agar transformasi digital ini menjadi jalan inklusif bagi pembangunan talenta masa depan yang berdaya saing.
Untuk mencapai Indonesia yang siap dengan digitalisasi, seluruh pemangku kepentingan untuk terus terlibat dalam dialog dan aksi nyata untuk memperkuat sistem pendidikan nasional dalam menghadapi era digital. Sebab, hanya melalui komitmen dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia dapat memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang setara untuk menjadi arsitek masa depan teknologi, bukan sekadar pengguna. ***