Home > Nasional

Purbayanomics (1): Purbaya Hanyalah Berdrakor?

Catatan ini pun berdasarkan story Purbaya, yang dulunya pernah menjadi bawahan Menteri Segala Urusan (LBP), yang di mata publik dinilai sebagai problem maker selama ini.
Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA–REPUBLIKA NETWORK – Sangat mengejutkan. Itulah gebrakan Menteri Keuangan RI yang baru: Purbaya Yudhi Sadewa. Bagaimana tidak? Begitu diangkat secara resmi di Istana Negera pada 8 September 2025, Purbaya – demikian panggilan akrab singkatnya – tak tunggu lama dan tanpa basa-basi, langsung melakukan banyak koreksi kebijakan ekonomi.

Gebrakannya pun sangat mendasar dan substantif. Berusaha menyentuh kepentingan rakyat yang sudah sepuluh tahun terakhir menjadi korban persekongkolan pejabat bandit – oligarki. Dan secara diametral, berani melawan kekuatan hegemoni raksasa, dari internal pemerintahan dan oligarki yang persekongkolannya penuh mafia. Sudah ribuan triliun uang negara “dirampok” dengan penuh keganasan.

Sebuah pertanyaan, apakah gebrakan Purbaya hanyalah “drama Korea” (drakor)? Sebuah pertanyaan yang relatif sejalan dengan kecenderungan yang latah selama ini. Ganti menteri langsung ganti kebijakan. Bahkan, ganti model atau pendekatan. Kecederungan inilah yang membuat sebagian elemen bertanya-tanya sekaligus meragukan langkah revolusioner koreksi pembangunan ala Purbaya.

Catatan ini pun berdasarkan story Purbaya, yang dulunya pernah menjadi bawahan “Menteri Segala Urusan” (LBP), yang – di mata publik – dinilai sebagai problem maker selama ini. Maka, kita bisa pahami ketika menyaksikan gebrakan Purbaya “seolah-olah sedang berperang melawan kekuatan LBP dan gengnya”.

Diksi “seolah-olah” menjadi penilaian yang berpotensi paradoks dengan permainan yang sesungguhnya. Juga, diksi “seolah-olah” itu akan ber-ending beda. Menyedihkan bagi rakyat. Negara pun akan tetap keropos bahkan loyo secara ekonomi dan sektor-sektor strategis lainnya.

Namun demikian, kita juga tak boleh gegabah atau apriori dalam menilai gebrakan yang hanya baru beberapa pekan. Yang perlu kita catat – Pertama – adanya sikap ekonomi-politik pembangunan Purbaya yang langkah dan kebijakannya mendasarkan data valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Sebagai orang pertama di Lembaga Penjamin Sosial (LPS), Purbaya tahu persis lalu-lintas keuangan negara, antara pos penerimaan dan pengeluaran. Termasuk, positioning keuangan yang sedang “dimainkan”, sehingga idle (nongkrong di Bank Indonesia) atau di bank-bank daerah. Sebuah permainan yang mengakibatkan program pembangunan tak jalan sebagaimana mestinya. Rakyat terbiarkan menderita karena menganggur. Pelaku ekonomi juga terbiarkan pada kemeranaan karena sulit mendapatkan suntikan modal, sehingga tak bisa menerukan produksi atau kegiatan ekonomi mikronya.

Kedua, keberaniannya yang siap menghadapi resiko atas transparansi dan gerakan penertibannya bagai bulldozer. Sekali lagi, data akurat yang ada di “kantongnya”, membuat keberaniannya penuh percaya diri dalam menghadapi posisi hukumnya. Bukan asumsi atau sembarang menuduh. Yang menarik adalah, keberaniannya juga ditunjukkan dalam mengahadapi gurita raksasa kekuatan hegemoni oligarki dan pejabat tinggi negara yang selama ini tak pernah tersentuh.

Perlu kita catat, artikulasi politik-ekonomi pembangunan Purbaya yang melawan arus berbagai jajaran internal kekuasaan, korporasi negara, termasuk kalangan parlemen dan kekuatan raksasa swasta merupakan tindakan yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah. Tak bisa dipungkiri, gebrakan Purbaya yang sangat berani pun sesungguhnya “melawan” kekuatan globalis, terutama institusi perbankan seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF). Sebuah perlawanan yang tak pernah dilakukan oleh Menteri Keuangan sebelumnya, at least, Sri Mulyani.

Perlawanan Purbaya, apalagi sampai ke spektrum internasional – dapat kita catat – sebagai tiadanya tendensi personal dalam kaitan politisasi di balik gebrakan. No way pencitraan. Dan itulah integritas seorang Purbaya yang kini benar-benar dibutuhkan negara dan rakyat. Untuk memperbaiki kondisi keburaman ekonomi nasional, termasuk potret pengangguran akibat kebijakan ekonomi selama ini dan UU yang jauh dari keberpihakan pro rakyat.

Sebagai engeneer Teknik Elektro ITB tahu persis percikan-percikan api akibat kosleting. Dan ilmu ekonomi yang direngkuhnya menjadi komplemen penguat untuk membaca titik-titik percikan itu di wilayah ekonomi dan pembangunan. Sikap integritasnya mendorong dirinya bukan hanya tahu persis pusat-pusat percikan api itu, tapi keterpanggilan untuk memadamkan percikan agar tidak sampai terjadi kebakaran dahsyat. Komitmen ini jelas mencerminkan integritas. Dan inilah potret sang aktor ideolog.

Purbaya tergolong beruntung. Hadir sebagai Menteri Keuangan di zaman Probowo. Jika hadir pada era Jokowi, nasibnya akan seperti Rizal Ramli (alm). Bukan hanya di-reshuffle jabatannya, tapi terdapat kemungkinan segera dihabisi nafasnya. Seperti yang dituturkan Purbaya sendiri, dirinya dimutasi akibat memberikan saran yang baik kepada Jokowi saat itu.

Kini, pertarungannya ada di komitmen kuat Prabowo, bukan lagi uji integritas diri Purbaya. Jika Prabowo sejalan dengan komitmennya yang pro rakyat secara sejati, dia harus terus mem-back-up gebrakan Purbaya. Termasuk perlindungan pribadi Purbaya dan keluarganya dari potensi manusia-manusia jahat yang merasa dirugikan kepentingan pragmatisnya.

Dan hal itu sudah kita saksikan. Prabowo mengerahkan kekuatan Kopassus untuk menjaga Purbaya dan keluarga 24 jam. Berkaca dari uapaya maksimal dan kualitas integritas yang kita saksikan, nampaknya Purbaya tidak dalam bermain drama Korea.

Namun, jika – pada akhirnya berubah – maka bukan hanya reputasi Purbaya yang hancur, tapi juga nasib Prabowo yang tak bisa diharapkan lagi. Akan menjadi preseden buruk politik Prabowo ke depan. Masa depan rakyat dan negeri ini juga ikut hancur.

Kekuatan hegemonik dan persekongkolan oligarki – pejabat bandit akan kembali tertata. Untuk menyusun kembali gerakan “penggarongannya” yang sangat sistematis dan terencana. Rakyat pun harus “terimo ing pandum”. Sebagai “budak”. Atau, terus terbabani ekonomi yang menghimpit.

Harapan kita, Purbaya sebagai aktor penting bagi pemerintahan Prabowo tidak berkhianat. Prabowo pun tidak mengkhianati Purbaya yang kini sebagai representasi rakyat. Kini saatnya rakyat Indonesia menikmati kemerdekaan sejati, bukan kelompok elit tertentu saja. Kemerdekaan milik seluruh elemen bangsa ini.

Jakarta, 27 Oktober 2025

Agus Wahid, Analis Politik dan Pembangunan.

(Catatan serial pertama “Purbayanomics”) (***)

Image
ao s dwiyantho putra

aodwiyantho@gmail.com

× Image