Home > Info Kampus

Warga Tergiur Iming-iming Uang, Pakar dari UPER Peringatkan Risiko Data Biometrik

Menurut laporan TechTarget, Worldcoin adalah aplikasi jaringan keuangan global berbasis mata uang kripto yang mengandalkan sistem World ID untuk verifikasi identitas.
Keterangan foto: Kegiatan sosialisasi literasi media mengenai hoax dan fake news oleh Prodi Komunikasi Universitas Pertamina. (Foto: Dok UPER) 
Keterangan foto: Kegiatan sosialisasi literasi media mengenai hoax dan fake news oleh Prodi Komunikasi Universitas Pertamina. (Foto: Dok UPER)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Maraknya pengumpulan data biometrik melalui pemindaian retina menggunakan aplikasi Worldcoin dan World ID menarik perhatian warga Bekasi.

Iming-iming uang tunai mulai dari Rp 180 ribu hingga Rp 800 ribu menjadi daya tarik utama yang membuat banyak orang rela menyerahkan data biometrik mereka.

Menurut laporan TechTarget, Worldcoin adalah aplikasi jaringan keuangan global berbasis mata uang kripto yang mengandalkan sistem World ID untuk verifikasi identitas.

Baca juga: Sejarah Makmurkan Masjid Al Muqorrobin Perumnas Depok Utara, Berkembang Miliki SDIT/SMPIT

Teknologi ini menggunakan perangkat khusus bernama Orb untuk memindai retina pengguna, menghasilkan kode unik yang disebut IrisCode.

Kode ini berfungsi sebagai identitas digital permanen yang memungkinkan pengguna mengakses token kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan USDC.

Namun, popularitas teknologi ini tidak lepas dari kontroversi. Di beberapa negara, seperti Spanyol, otoritas perlindungan data telah secara resmi menghentikan layanan Worldcoin untuk mencegah potensi kebocoran data biometrik.

Baca juga: Polisi Tangkap Komplotan Joki UTBK-SNBT di UPI Bandung

Di Brasil, kasus kebocoran data biometrik bahkan melonjak drastis, dari 906 kasus pada 2023 menjadi lebih dari 4.000 kasus pada 2024 (CTIR GOV, 2024).

Risiko dan Tantangan di Indonesia

Di Indonesia, rendahnya tingkat literasi digital masyarakat menjadi tantangan serius dalam upaya melindungi data pribadi.

Indeks Masyarakat Digital Indonesia (2024) menunjukkan bahwa tingkat kecakapan digital masyarakat Indonesia hanya berada pada skor 43,34 per 100, yang masuk dalam kategori sedang. Kondisi ini memperbesar risiko penyalahgunaan data di era teknologi yang semakin kompleks.

Dosen Literasi Media Program Studi Komunikasi Universitas Pertamina (UPER), Ita Musfirowati Hanika, M.I.Kom menekankan pentingnya literasi digital untuk mengurangi risiko penyalahgunaan data pribadi.

Baca juga: Komisi Ekonomi MUI Depok Rancang Program Strategis Pemberdayaan Umat

“Risiko terhadap privasi digital bisa menyebabkan data pribadi disalahgunakan untuk berbagai kejahatan. Dengan memahami literasi media—kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan memanfaatkan teknologi secara efektif dan bertanggung jawab—kita dapat melindungi diri dari ancaman tersebut. Literasi juga membantu kita mengenali potensi bahaya dan menghindari kejahatan siber, sehingga keamanan pribadi dapat lebih terjaga,” jelasnya dalam keterangan yang diterima, Senin (12/05/2025).

Dia menambahkan bahwa banyak orang masih menganggap data pribadi hanya sebatas informasi di kartu identitas atau akun media sosial. Padahal, data biometrik seperti sidik jari, pola iris mata, dan bentuk wajah juga merupakan data pribadi yang melekat langsung pada tubuh seseorang.

“Selama ini banyak yang tidak sadar bahwa data pribadi itu tidak hanya soal nomor KTP atau alamat rumah, tapi juga ada di tubuh kita sendiri. Ketika data biometrik seperti pola iris atau sidik jari bocor, konsekuensinya bisa sangat serius, karena berbeda dengan kata sandi yang bisa diganti, data biometrik itu permanen,” ungkap Ita.

Baca juga: Catatan Cak AT: Tes Kanker Serviks Mandiri di Rumah

Edukasi sebagai Solusi

Menurut Ita, bahwa peningkatan pemahaman digital melalui program edukasi, pelatihan, hingga kampanye dapat membantu masyarakat lebih berhati-hati dalam membagikan data diri pribadinya.

“Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga memahami risiko dan dampaknya. Masyarakat perlu lebih kritis sebelum memberikan data pribadi, terutama data biometrik, kepada pihak ketiga,” terangnya.

Program Studi Komunikasi Universitas Pertamina telah aktif selama 9 tahun dalam menggelar lebih dari 50 kampanye literasi digital untuk berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pendidikan dasar, menengah atas, hingga masyarakat umum.

Baca juga: Kemenag Rancang Pedoman Beasiswa Zakat, Skema Pendanaan Penuh

Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A Kadir M.S. IPU mengatakan bahwa kampanye ini bertujuan untuk membentuk generasi yang tidak hanya paham teknologi, tetapi juga kritis dalam melindungi data pribadinya, memahami risiko digital, dan berperan sebagai pengguna teknologi yang bertanggung jawab.

“Melalui berbagai program pendidikan, pelatihan, dan pengembangan kurikulum yang fokus pada literasi digital, Universitas Pertamina berkomitmen untuk menciptakan generasi yang mampu memanfaatkan teknologi secara bertanggung jawab, inovatif, dan aman. Hal ini penting agar mereka siap menghadapi tantangan dan peluang di era digital yang terus berkembang pesat,” paparnya. (***)

× Image