Sampah Bisa Jadi Berkah, Gaungkan Ekonomi Sirkular dan Harapan Baru untuk Bumi

RUZKA-REPUBLIKA NEYWORK -- Di tengah krisis iklim dan gunungan sampah yang kian mencemaskan, harapan itu lahir dari sebuah ruang diskusi di jantung Kota Bogor.
Seminar Nasional “Belantara Learning Series Episode 12” (BLS Eps.12) sukses mengangkat tema krusial: “Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Mendukung Ekonomi Sirkular, Mitigasi Perubahan Iklim, dan Kesejahteraan Masyarakat.”
Seminar ini lebih dari sekadar diskusi. Ia adalah panggilan — untuk pemerintah, akademisi, komunitas, hingga individu. Bahwa sampah bisa jadi berkah, jika kita kelola bersama.
Baca juga: Butuh Dukungan Semua Unsur, Dinkes Depok akan Kuatkan Implementasi KTR
Dari Bogor, suara perubahan mengalun. Mengajak kita semua untuk melihat sampah bukan sebagai beban, tetapi sebagai peluang: peluang untuk merawat bumi, menumbuhkan ekonomi, dan membangun masa depan yang lebih tangguh dan adil.
Lebih dari 1.100 peserta hadir, baik secara luring di Auditorium Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan maupun daring melalui Zoom dan YouTube. Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi berbagai pihak dalam menjawab tantangan lingkungan yang nyata.
Belantara Foundation bekerja sama dengan Program Studi Manajemen Lingkungan Universitas Pakuan menjadi motor utama kegiatan ini. Dukungan juga datang dari berbagai pihak: Prodi Biologi FMIPA, LPPM Universitas Pakuan, Bank Sampah Digital, Bank Sampah Induk New Normal, dan empat universitas kolaborator — Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Syiah Kuala, serta Universitas Tanjungpura.
Baca juga: Catatan Cak AT: Etika Bill Gates Mengetuk Pintu Istana
Semangat “Nonton dan Belajar Bareng” menggema dari berbagai kampus. Mahasiswa dan dosen duduk bersama, menyimak satu isu yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat: sampah.
Krisis Sampah, Krisis Kemanusiaan
Menurut Global Waste Management Outlook 2024, lebih dari 384 juta ton sampah di dunia belum dikelola dengan baik. Sampah bukan hanya soal bau atau tumpukan tak sedap dipandang — ia menyumbang pada krisis iklim, kepunahan biodiversitas, dan polusi yang meracuni kehidupan.
Dr. Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Belantara Foundation, mengajak semua pihak untuk berpikir strategis. “Pengelolaan sampah harus jadi jalan menuju ekonomi hijau dan kesejahteraan. Ini bukan sekadar kewajiban, tapi investasi masa depan,” ujarnya dengan tegas dan penuh harapan.
Baca juga: GASPOL: Gerakan Kamis Pakai Lokal, Seruan Cinta Produk Indonesia
Dalam keynote speech-nya, Agus Rusly selaku perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup menekankan, “Kita semua adalah emitter. Maka tanggung jawab pengelolaan sampah bukan milik segelintir orang — ini panggilan untuk semua.”
Data SIPSN 2023 menunjukkan 60,99% atau lebih dari 34 juta ton sampah di Indonesia tidak terkelola. Parahnya lagi, lebih dari setengah TPA di Indonesia masih memakai sistem open dumping, yang memperparah kerusakan lingkungan dan menghasilkan gas rumah kaca.
Suara Akademisi: Saatnya Berpikir Holistik
Rektor Universitas Pakuan, Prof. Dr. rer.pol. Didik Notosudjono, tak tinggal diam. Beliau menegaskan bahwa solusi harus lahir dari pendekatan menyeluruh: kebijakan yang kuat, perubahan perilaku, inovasi teknologi, dan kemitraan lintas sektor.
Baca juga: Skincare Halal 2026: Perlindungan Umat dan Tantangan Industri Kecantikan Indonesia
“Empat hal itu wajib berjalan beriringan. Tanpa komitmen, semua tinggal wacana,” kata Prof. Didik yang juga menyoroti tantangan besar pengelolaan sampah di kawasan pesisir dan perkotaan.
Salli Atika Noor Rahma dari Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut menekankan pentingnya peran generasi muda. “Mereka bukan hanya pewaris bumi, tapi juga agen perubahan. Aksi kecil mereka—memilah sampah di rumah—bisa jadi awal gelombang besar perubahan,” tegasnya.
Senada, Desty Eka Putri Sari, CEO Bank Sampah Digital, menyampaikan pesan yang menyentuh: “Sampah bukan akhir dari segalanya. Kalau dikelola, ia bisa jadi awal dari peluang baru.”
Baca juga: Mengulik Makna Kongres Tinggal Kukuhkan Megawati jadi Ketum
Dari Sampah Jadi Cuan dan Karya
Yasra Al-Fariza, Ketua Bank Sampah Induk New Normal, membuktikan bahwa sampah bisa punya nilai ekonomi. Edukasi terus dilakukan — dari daur ulang, budidaya maggot, hingga pelatihan kerajinan tangan dari limbah.
Sementara itu, aktor sekaligus aktivis lingkungan Ramon Y. Tungka mengajak generasi muda untuk memulai dari hal kecil.
“Bawa tumbler. Kurangi plastik. Jaga saluran air. Itu gaya hidup yang menyelamatkan,” ujarnya lugas. (***)
Reporter: Bambang Priambodo/RUZKA INDONESIA