Kampus Dapat Jadi Ruang Strategis Bioskop Alternatif, Dukung Perkembangan Ekonomi Kreatif
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Direktur Programs Pendidikan Vokasi UI, Padang Wicaksono, S.E,. Ph.D menyampaikan bahwa kampus dapat menjadi ruang strategis untuk mendukung perkembangan ekonomi kreatif, khususnya industri perfilman.
“Kehadiran bioskop alternatif di kampus seperti ini bukan hanya dapat menarik minat generasi muda, tetapi juga menciptakan kolaborasi nyata antara dunia pendidikan dan industri,” kata Wicaksono dalam acara Vocast Talks x Ruang Sinema, Auditorium Vokasi UI, Kampus Depok beberapa waktu lalu.
Ia juga menyoroti potensi kampus sebagai wadah kreatif bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan memproduksi film.
“Bioskop alternatif dapat menjadi ruang bagi mahasiswa untuk mendistribusikan film-film mereka sekaligus berkontribusi pada pengembangan ekosistem perfilman Indonesia. Semoga program ini dapat diwujudkan dalam waktu dekat,” jelas Wicaksono.
Dr. Mohammad Amin, M.Sn., M.A, Direktur Industri Kreatif Musik, Film, dan Animasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menekankan pentingnya bioskop alternatif untuk mendukung pertumbuhan industri film Indonesia.
Menurutnya, meskipun jumlah bioskop di Indonesia telah mencapai 517 pada 2024, angka ini masih terlalu kecil untuk menjangkau populasi 280 juta jiwa.
“Selain bioskop kelas atas, kehadiran bioskop kelas menengah ke bawah yang terjangkau adalah kunci utama untuk memperluas akses masyarakat terhadap film lokal. Bioskop ini diharapkan tidak hanya menayangkan film populer, tetapi juga memberi ruang lebih besar bagi film-film lokal,” ungkapnya.
Ia menambahkan, bioskop alternatif dapat memanfaatkan ruang-ruang publik seperti creative hub, museum, perpustakaan, dan kampus.
“Bioskop alternatif bisa dirancang dalam dua format: central (menetap) dan pop-up (mobile). Dengan langkah ini, distribusi dan pasar produk kreatif film bisa semakin meluas, baik di dalam negeri maupun internasional,” terang Amin.
Redemptus Rangga Raditya, CEO Rangkai.id, yang juga hadir sebagai pembicara, menjelaskan bahwa bioskop alternatif dapat menjadi ujung tombak ekonomi kreatif berbasis sirkular.
“Rangkai telah mengumpulkan lebih dari tiga ratus film lokal yang kami distribusikan ke berbagai platform dan ruang tayang alternatif,” terangnya.
Ia memberikan contoh kolaborasi antara Rangkai dan Pemprov DKI Jakarta yang menghadirkan pop-up cinema di berbagai ruang publik.
"Konsep ini bukan hanya soal menghadirkan film, tetapi juga menciptakan pengalaman yang inklusif dan mendukung keberlanjutan ekonomi kreatif. Lokasi strategis yang mudah diakses akan meningkatkan daya tarik masyarakat untuk menonton film lokal,” tutur Rangkai.
Acara ini menjadi refleksi akan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menciptakan ekosistem perfilman yang inklusif dan berkelanjutan.
Bioskop alternatif di ruang publik diyakini mampu memperkuat posisi film Indonesia sebagai motor penggerak ekonomi kreatif nasional. (***)