Jamiluddin Ritonga: Prabowo Larang Proyek Mercusuar
RUZKA-REPUBLIKA ONLINE - Presiden Prabowo Subianto meminta para menterinya tidak membuat proyek mercusuar pada pemerintahannya.
Seperti diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga yang menilai permintaan Prabowo itu layak diapresiasi.
Menurutnya, ada dua penyebabnya. "Pertama, proyek mercusuar kerap menjadi proyek gagah-gagahan yang tak banyak manfaatnya bagi rakyat. Bahkan proyek mercusuar kerap beraroma gengsi," ungkapnya
"Jadi, proyek mercusuar kerap kali hanya bagian dari pencitraan suatu rezim. Pencitraan yang acapkali tidak didukung oleh kemampuan finansial. Di sini berlaku besar pasak daripada tiang," jelas Jamil di Jakarta, Jumat (25/10) pagi.
Pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini menjelaskan, sudah selayaknya proyek mercusuar dijauhkan dari pemerintahan Prabowo. Sebab, proyek semacam itu tidak sejalan dengan visi dan misi Prabowo, yang salah satunya ingin melenyapkan kemiskinan dari negeri tercinta.
"Dua, pengalaman masa lalu saat Soekarno melakukan pembangunan dalam Proyek Mercusuar. Proyek ini dibangun dengan tujuan agar dapat memfasilitasi Ganefo (Games of the New emerging Forces) sebagai tandingan Olimpiade serta untuk menjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia negara besar dan tidak boleh dipandang sebelah mata oleh negara lain," papar Jamil.
Untuk itu dibangunlah Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, Monumen Selamat Datang, Monas, dan Gedung DPR/MPR RI.
Proyek ini membuat perekonomian Indoneeia semakin buruk karena anggaran semakin membengkak. Akibatnya terjadi krisis ekonomi. Kebutuhan sehari-hari pada saat itu sangat sulit dan inflasi meningkat tajam.
"Jadi, dua hal itu kiranya menjadi penyebab Prabowo tidak menghendaki proyek mercusuar. Prabowo lebih menghendaki proyek yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan rakyat," tandasnya.
Menurutnya, Bappenas seharusnya memangkas semua proyek yang terindikasi masuk proyek mercusuar. Salah satunya bisa jadi pembangunan Ibukota Negara (IKN).
Jamil menyebut, proyek IKN tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat. Bahkan proyek IKN cenderung membebani APBN.
"Proyek IKN justru terkesan sebagai bagian proyek gagah-gagahan Joko Widodo yang lebih beraroma gengsi. Jokowi hanya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu membuat ibukota negara yang modern dan setara dengan ibukota negara lainnya," jelasnya.
Padahal kemampuan anggaran untuk itu sangat tidak memadai. Namun, Jokowi terkesan tetap memaksakan agar IKN terwujud.
"Bappenas layak menilai kembali kelayakan pembangunan IKN. Bila IKN dinilai hanya proyek mercusuar, maka selayaknya Bappenas menyingkirkannya. Karena hal itu tak sejalan dengan arah pembangunan yang diinginkan Prabowo," pungkas Jamil. (***)