Pneumonia, Mengapa Berbahaya? Ini Jawabannya
ruzka.republika.co.id--Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang dapat menyebabkan penyakit ringan hingga berat pada segala usia dan lebih sering terjadi di negara berkembang. Berdasarkan data RISKESDAS Tahun 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yaitu sekitar 2 persen, naik dari tahun 2013 sebesar 1,8 persen. Berdasarkan data Kemenkes 2014, kematian akibat pneumonia sebesar 1,19 persen.
Menurut penelitian, beberapa jenis kuman seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, serta virus pernapasan seperti virus penyebab pilek, flu, dan Covid-19 banyak ditemukan pada orang dewasa atau lansia berusia 65 tahun ke atas dengan pneumonia (APSR, 2021; Healthline, 2017).
Setiap 12 November diperingati sebagai Hari Pneumonia Sedunia atau World Pneumonia Day. Setiap tahunnya momentum ini dedikasikan untuk menyebarkan kesadaran dan memahami perlunya kebersamaan dan beraksi bersama dalam memerangi penyakit ini.
Memperingati Hari Pneumonia Sedunia ini RSUI menyelenggarakan kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat dengan tajuk utama Pneumonia, Mengapa Berbahaya?
Dr. dr. Raden Rara Diah Handayani, Sp.P(K), Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di RSUI menjelaskan pneumonia merupakan penyakit yang menyerang paru-paru manusia yang dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, dan jamur.
Apabila terserang pneumonia, mengakibatkan kantung udara dalam paru-paru (alveoli) dipenuhi cairan atau nanah sehingga membuat penderitanya sulit bernapas. Penyebab utama Pneumonia adalah bakteri Pneumonia 20-25 persen kasus Pneumonia disebabkan oleh bakteri tersebut.
Penyebaran penyakit ini melalui cairan saat penderita batuk atau bersin dan dapat menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseorang dapat terkena penyakit Pneumonia, yaitu memiliki riwayat penyakit sebelumnya seperti penyakit kronik seperti PPOK, asma, gagal jantung serta kondisi yang meningkatkan risiko aspirasi mukus dari mulut dan hidung, dan penyakit yang dapat melemahkan sistem imun tubuh.
Selain itu gaya hidup seperti merokok, mengonsumsi alkohol, dan bekerja di tempat-tempat yang mudah terpapar asap, gas, dan bahan kimia berbahaya juga menyebabkan orang berisiko terkena penyakit ini.
“Setiap orang memiliki risiko terkena pneumonia, dan risiko tersebut meningkat pada bayi di bawah 2 tahun dan lansia di atas 65 tahun. Sehingga pada kelompok tersebut harus dipikirkan bagaimana antisipiasinya, yaitu salah satunya dengan melakukan vaksinasi pneumonia” jelas dr Raden Rara Diah.
Tanda dan gejala pneumonia dapat berpengaruh ke organ lainnya di seluruh tubuh ataupun hanya dirasakan di satu organ saja. Adapun tanda gejala yang timbul diantaranya sesak nafas, batuk, dahak bisa berwarna kehijauan, demam, berkeringat dan menggigil, hilang nafsu makan, nyeri dada, serta nafas cepat dan pendek.
Diagnosis pneumonia bisa dilakukan dari tanda gejala yang timbul tersebut serta dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik seperti foto toraks atau CT scan, kondisi dahak, pemeriksaan darah, pemeriksaan cairan pleura dan bronkoskopi.
Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan vaksinasi, menerapkan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat), menutup mulut dan hidung saat batuk, dan tidak merokok serta membatasi kontak dengan asap rokok.
“Vaksinasi cara terbaik melindungi diri dari penyakit pneumonia pneumokokus. Vaksin pneumokokus membantu melindungi lebih dari 90 jenis bakteri pneumokokus, sehingga dianjurkan untuk lansia dengan usia di atas 65 tahun agar melakukan vaksinasi” papar dr Raden Rara Diah.
Dalam pengobatannya untuk memilih antiobiotik harus bijak. Apabila pneumonia disebabkan oleh bakteri, akan diberikan antibiotik. Apabila disebabkan oleh virus, diberikan antivirus.
Dokter Raden Rara Diah mengutarakan apabila seseorang terkena Covid-19 jangan minta antibiotik, begitu juga jika seseorang menderita pneumonia karena bakteri, jangan minta antivirus.
Selain itu, harus diperhatikan juga terkait penggunaan berlebih, penggunaan yang berlebih tidak berarti lebih baik. Begitupula dengan penggunaan yang kurang (underuse).
Selama sesi diskusi berlangsung antusiasme peserta sangat tinggi, berbagai pertanyaan juga dilayangkan kepada dr. Raden Rara Diah, diantaranya terkait adanya hubungan antara penyakit pneumonia dengan genetik.
"Pneumonia tidak disebabkan oleh genetik karena dia merupakan penyakit infeksi. Penyakit pneumonia merupakan penyakit yang akut, bukan penyakit kronis. Akan tetapi, pneumonia juga dapat terjadi pada orang dengan penyakit yang kronis lalu mengalami infeksi sehingga menjadi kondisi yang akut," jawabnya.
Dalam sesi yang sama dr Raden Rara Diah menambahkan bahwa deteksi dini pneumonia yaitu memiliki gejala batuk, demam, dan sesak. Bisa dikatakan gejala pneumonia sama dengan gejala Covid-19. Pada orang tua tanda-tanda pneumonia sering kali ditandai dengan menurunnya nafsu makan.
Pertanyaan lainnya dilayangkan berkaitan dengan seseorang yang bertempat tinggal di area pabrik atau daerah yang penuh dengan polusi.
“Polusi asap limbah pabrik dapat meningkatkan risiko pneumonia. Sahabat RSUI yang memiliki kondisi tersebut, disarankan agar selalu menggunakan masker ketikan berada di luar. Selain itu, agar tidak menambahkan polutan yaitu merokok, serta menjaga kestabilan daya tahan tubuh” tambahnya.
Dokter Raden Rara Diah mengingatkan kembali bahwa penyakit pneumonia ini merupakan penyakit yang dapat mematikan, namun juga dapat disembuhkan asal dikenali sejak dini dan diobati sejak dini. "Pada kelompok rentan akan lebih baik diberikan vaksinasi pneumonia," tegasnya. (Rusdy Nurdiansyah)