Home > Galeri

Tiga Tahun Bakul Budaya: Dari Tenun Tatar Sunda, Pertunjukan Seni, hingga Apresiasi bagi Maestro Tari

Bakul Budaya lahir pada 3 September 2022. Tahun ini, berusia tiga tahun.
Tari Lengger Sekar Melati dari Banyumas, Jawa Tengah, disajikan oleh para penari Bakul Budaya FIB UI dalam perayaan HUT ke-3 Bakul Budaya FIB UI dan Hari Tenun Nasional 2025, yang diadakan di Auditorium Soe Hok-gie, Gedung IX FIB UI, Depok, pada 21 September 2025. (Foto: Dok Bakul Budaya FIB UI) 
Tari Lengger Sekar Melati dari Banyumas, Jawa Tengah, disajikan oleh para penari Bakul Budaya FIB UI dalam perayaan HUT ke-3 Bakul Budaya FIB UI dan Hari Tenun Nasional 2025, yang diadakan di Auditorium Soe Hok-gie, Gedung IX FIB UI, Depok, pada 21 September 2025. (Foto: Dok Bakul Budaya FIB UI)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- September merupakan bulan istimewa bagi komunitas inklusif Bakul Budaya FIB UI (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI) untuk merayakan dua "hari besar" dalam waktu bersamaan, yaitu Hari Ulang Tahun (HUT) Bakul Budaya dan Hari Tenun Nasional (HTN).

Bakul Budaya lahir pada 3 September 2022. Tahun ini, berusia tiga tahun.

Sementara itu, 7 September merupakan HTN. Penetapan tersebut dilakukan pada 16 Agustus 2021, dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 18 Tahun 2021.

Perayaan HUT ke-3 Bakul Budaya sekaligus HTN 2025 oleh Bakul Budaya diadakan pada Ahad 21 September 2025, pagi hingga siang, di Auditorium Soe Hok-gie, Gedung IX, Kampus FIB UI, Depok, Jawa Barat.

Dalam acara ini hadir sejumlah sosok publik dari berbagai bidang. Sebut saja, Ketua Iluni FIB UI, Patria Ginting; maestro tari Betawi Wiwiek Widiyastuti; suami maestro tari Sunda almarhumah Irawati Durban, Durban Latief Ardjo; Wakil Rektor I Institut Kesenian Jakarta, Citra Smara Dewi.

Baca juga: Disdik Depok Luncurkan Program Baca Tulis Quran di Cilodong

Lalu ada Anggota Komisi VII DPR RI Siti Mukaromah; Wakil Ketua BPIP, Rima Agustin; Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah IX, Retno Raswaty; Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kota Depok, Siti Barkah Hasanah, yang juga istri Wali Kota Depok, Supian Suri.

Selanjutnya hadir pelestari lingkungan hidup Eko Wiwid Arengga dari Bogor, Jawa Barat; serta Ketua Bantenesia Production Rizki Nurdiansyah bersama timnya, yang memproduksi Tari Nampi Beras.

Ketua Umum Bakul Budaya FIB UI Dewi Fajar Marhaeni, selaku tuan rumah, menyambut mereka dengan hangat.

Acara ini terdiri dari empat bagian, yaitu Bincang-bincang Budaya bertema "Mengulik Tenun Tatar Sunda: Baduy dan Majalengka," Pergelaran Seni Tiga Tahun Bakul Budaya, Apresiasi Budaya untuk Maestro Tari, dan Seremoni Ulang Tahun ke-3 Bakul Budaya.

Baca juga: Mahasiswa Vokasi UI Berprestasi di Oregon Screams Horror Film Festival Fall 2025

Untuk Bincang-bincang Budaya, tenun tradisional dari tatar Sunda, diwakili tenun Baduy Dalam-Baduy Luar di Kabupaten Lebak (Provinsi Banten) dan tenun Gadod dari Desa Nunuk Baru, Kabupaten Majalengka (Provinsi Jawa Barat), dipilih karena sesuai dengan budaya daerah yang sedang diangkat oleh Bakul Budaya di tahun 2024-2025, yaitu budaya Sunda.

Tenun Baduy, terutama Baduy Luar, boleh dibilang terkenal dan laris-manis. Sebaliknya, keberlanjutan keberadaan tenun Gadod bisa dikatakan amat mengkhawatirkan.

Sementara itu, dalam bagian Pergelaran Seni, budaya Sunda diwakili oleh Tari Merak, Tari Mojang Priangan, Tari Nampi Beras, Tari Manuk Dadali, dan Tari Bentang Panggung, serta kolaborasi tari dan lagu "Manuk Dadali" karya almarhum Sambas Mangundikarta, yang disuguhkan oleh Paduan Suara Bakul Budaya.

Suasana budaya Sunda semakin terasa dengan adanya permainan alat-alat musik tradisional Sunda berupa kecapi-suling-kendang oleh tim Ikatan Budaya Sunda (IBS) dan angklung interaktif yang diarahkan oleh Kang Lukman dari IBS.

Baca juga: Catatan Cak AT: Aktivis Rasa Kerupuk

Dekor panggung pun terlihat unik bernuansa Sunda. Koleksi etnofotografer kawakan Don Hasman digelar di dua sisi pentas, dari alat tenun, kapas dan benang tenun, hingga kain tenun Baduy Dalam. Kopor tradisiomal Baduy Dalam juga tak ketinggalan.

Suasana Sunda sebenarnya sudah terbangun sejak para tamu menginjakkan kaki di Pelataran FIB UI. Di sana ada beberapa stand bazar yang bertema kulineran Priangan.

Memasuki lobi Auditorium Soe Hok-Gie, atmosfer budaya Sunda semakin kental dengan adanya penjualan tenun Baduy Luar dan Baduy Dalam. Tenun itu dibawa oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI Marno Sunarya dan ibunya, Sariyah, yang berasal dari Baduy Luar.

Etnofotografer dan Pengamat Wastra Bicara

Dalam Bincang-bincang Budaya "Mengulik Tenun Tatar Sunda: Baduy dan Majalengka," dua orang mumpuni menjadi narasumber. Mereka adalah Don Hasman, maestro etnofotografi Indonesia; dan Sonny Muchlison, pengamat wastra Nusantara sekaligus akademisi bidang tekstil dan fesyen dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Baca juga: Battle Zone, Upaya Merawat Kesejarahan Tubuh dalam Pementasan Tari

Sementara itu, Deya Ayu Defrillia, yang juga pemerhati dan pegiat wastra Nusantara, bertindak sebagai moderator.

Don berkisah tentang masyarakat, lingkungan hidup, dan budaya urang Kanekes (Baduy Dalam) dan urang Panamping (Baduy Luar), khususnya mengenai tenunnya dari dulu hingga kini.

Sementara itu, Sonny bercerita tentang masyarakat, lingkungan hidup, dan budaya Desa Nunuk Baru di Majalengka, terutama mengenai tenun Gadod, yang keberlanjutan keberadaannya memprihatinkan. Mereka menyertakan penuturan dengan slide-show pada layar videotron.

Mereka sama-sama berbicara pula tentang nasib tenun tradisional Nusantara kini dan nanti, di tengah modernisasi dan globalisasi yang mengikis minat dan kebanggaan generasi muda Indonesia sekarang akan tenun tradisional Nusantara.

Baca juga: Peresmian AF Citimall Cimanggis Dirayakan Bersamaan Grand Opening Serentak di Delapan Negara

Sonny menambahkan bahwa keberlanjutan keberadaan wastra Nusantara, termasuk tenun Baduy dan tenun Gadod, juga bergantung pada upaya kita melestarikan dan mengembangkannya, antara lain dengan mengenakannya sebagai salah satu jati diri Indonesia dengan rasa bangga.

Apa yang diutarakan oleh kedua narasumber tersebut ternyata disimak dan menjadi perhatian dua anak muda yang hadir dalam acara tersebut.

Siswa dari SMAN 2 Depok bertanya tentang bagaimana tenun Baduy dan tenun Gadod bisa tetap hidup pada masa mendatang, dengan berbagai persoalan yang bersumber dari dalam dan luar masyarakat mereka. Yang satu lagi, Dian Noviana.

Penata tari Sunda Nampi Beras dan mahasiswa S1 Jurusan Seni Pertunjukan, Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten ini menyatakan bahwa ia bangga berbusana dari wastra Nusantara, seperti kain dan selendang tenun Baduy Luar yang dikenakannya saat itu.

Baca juga: Serunya Ale-Ale Goes to School Ajak Ribuan Remaja Mengenal Diri dan Makin Bereksplorasi

Dewi Fajar Marhaeni, dalam pernyataannya, juga menyoroti nasib tenun tradisional Nusantara bahwa beberapa waktu lalu, Bakul Budaya bersama Mas Sonny Muchlison menyambangi Emak Maya, penenun tenun Gadod Majalengka di Desa Nunuk Baru, yang tempatnya begitu terpencil dan memerlukan perjuangan yang luar biasa untuk mencapainya.

Keterbatasan akses ke daerah pengrajin tenun Gadod sepertinya menjadi salah satu penyebab terhambatnya pasokan bahan baku berupa kapas honje, di samping masalah keterbatasan alat tenun, sistem pemasaran, dan regenerasi penenun itu sendiri. Saat ini kurang dari lima penenun yang masih setia menenun. Itu pun sudah berusia di atas 80 tahun.

"Kondisi ini membuat Bakul Budaya perlu mengangkatnya sebagai bahan diskusi agar dapat dijadikan bahan evaluasi dan kontribusi pemikiran bagi para pemangku kepentingan, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sehingga keberadaan tenun Gadod Majalengka tidak punah begitu saja," jelasnya.

Tari Nusantara, Paduan Suara, dan Angklung Interaktif

Pergelaran seni dalam rangkaian acara ini menggambarkan upaya dan pencapaian Bakul Budaya FIB UI selama tiga tahun dalam mengejawantahkan tiga dari empat misi komunitas tersebut, yaitu Melestarikan Budaya, Merajut Kebhinekaan, dan Membangun Nilai-nilai Kemanusiaan, serta sifat dan sikap inklusif komunitas itu.

Baca juga: Catatan Cak AT: Sarang Ber-AI

Dalam tiga tahun, seratusan anggota Bakul Budaya telah mempelajari setidaknya 14 tari dari berbagai daerah. Tarian-tarian itulah yang dibawakan oleh 70-an anggota dalam pergelaran tersebut.

Tari Merak Sunda karya almarhum Tjetje Sumantri yang dikembangkan oleh almarhumah Irawati Durban menjadi pembuka acara ini, sesudah Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya" tiga stanza dinyanyikan bersama dan doa dipanjatkan menurut keyakinan pribadi.

Tarian itu mengawali acara dengan pesona tanah Priangan yang anggun mempesona sebagaimana keindahan yang dihadirkan dalam tari-tari Sunda lainnya, yaitu Mojang Priangan, Nampi Beras ciptaan penata tari Dian Noviana bersama penata musik Mukhlis dan Farhan, Manuk Dadali, serta Jaipong Bentang Panggung karya pemusik Jeje DM dan koreografer Agus Gandamanah.

Selain empat tari Sunda tersebut, dipertunjukkan pula tarian-tarian dari berbagai budaya di Indonesia: empat tari Betawi, yaitu Tari Yapong karya mendiang Bagong Kussudiardjo, Tari Tepak Selaras ciptaan Wiwiek Widiyastuti, Tari Ondel-ondel, dan Tari Kembang Jatoh; Tari Piring dari Minang (Sumatera Barat); Tari Lengger Sekar Melati karya maestro Rianto dari Banyumas (Jawa Tengah); dan Tari Jejer Jaran Dawuk ciptaan mendiang Sumitro Hadi dari Banyuwangi (Jawa Timur).

Baca juga: Unggul Berkarya dan Berdampak Nyata, PNJ Wisuda 2.584 Mahasiswa

Dalam Tari Ondel-ondel, Gita, anggota berkebutuhan khusus, bisa ikut menari, setelah berlatih beberapa kali bersama rekan-rekan menarinya untuk berlenggak-lenggok mengikuti koreografi dan musik pengiring tarian itu.

Sementara itu, Hermin, yang tuna rungu, ambil bagian dalam Tari Jaipong Bentang Panggung. Ia mampu melakukan gerakan-gerakan indah dan energik pada tarian tersebut, setelah berlatih bersama teman-teman menarinya. Hal itu menunjukkan inklusivitas Bakul Budaya sebagai bagian dari misi Membangun Nilai-nilai Kemanusiaan.

Paduan Suara Bakul Budaya, yang dipimpin oleh Iskandar Zulkarnain Matondang, tampil dengan tiga lagu, yaitu "Matahari" karya Eros Djarot, "Negeriku" ciptaan Chrisye, Rina RD, dan Yanti Noor, dan "Manuk Dadali" karya Sambas Mangundikarta.

Lagu "Manuk Dadali" dinyanyikan oleh Paduan Suara Bakul Budaya dengan iringan musik rekaman Twilite Orchestra yang diaransemen oleh Addie MS. Nyanyian dan musik tersebut mendukung tarian yang disajikan oleh tiga penari pria Bakul Budaya.

Baca juga: Viral Usai Diberitakan Mandi Air Galon, IG Widiyanti Menghilang, Pegawai Kemenpar Jengah dengan Kepemimpinannya

Sebelum masuk ke bagian Apresiasi Budaya bagi Maestro Tari, permainan angklung interaktif digelar. Mereka yang hadir memainkan bersama alat musik tradisional Sunda itu dengan pemandu Kang Lukman dari IBS. Sebagiannya bahkan memainkan angklung sambil bernyanyi.

Tiga lagu dibawakan, yaitu lagu Sunda "Peuyeum Bandung," lagu populer dunia "Heal the World" ciptaan Michael Jackson, dan lagu nasional "Tanah Air" karya Ibu Sud. Keseruan dan kebersamaan sangat terasa pada bagian ini.

Apresiasi Budaya bagi Maestro Tari

Untuk menghargai perjuangan para seniman Indonesia dalam memelihara dan memajukan secara berkelanjutan budaya warisan leluhur, dalam acara ini Bakul Budaya FIB UI memberi apresiasi budaya bagi dua maestro tari Indonesia.

Yang pertama, Wiwiek Widiyastuti. Wiwiek, murid dari legenda seni mendiang Bagong Kussudirdja, merupakan maestro tari Betawi. Ia mencipta, antara lain, tari Tepak Selaras.

Tari tersebut telah diajarkan dalam Kelas Tari Premium Bakul Budaya oleh dua pengajar tari Bakul Budaya, Emma Wuryandari dan Sufiania Nayasubrata. Tarian itu disuguhkan oleh empat anggota Bakul Budaya di panggung acara ini.

Wiwiek hadir dalam acara ini dan menerima langsung apresiasi budaya yang diserahkan oleh Dewi Fajar Marhaeni.

Yang kedua, maestro tari Sunda Irawati Durban. Apresiasi budaya untuknya, yang disampaikan oleh Dewi, diterimakan oleh suaminya, Durban Latief Ardjo, yang hadir dalam acara ini bersama anak, menantu, dan cucunya.

Sebagaima kita ketahui, Irawati berpulang pada 10 September 2025 di Bandung, Jawa Barat.

Irawati merupakan murid dari maestro tari Merak almarhum Raden Tjetje Somantri. Tari Merak karya Irawati disajikan oleh enam penari Bakul Budaya dalam bagian pembukaan acara ini. Tari Sunda tersebut juga sudah diajarkan dalam Kelas Tari Premium Bakul Budaya.

Apresiasi Budaya Bakul Budaya ini diberikan kepada keduanya atas dedikasi, pengabdian, kontribusi, dan karya yang luar biasa selama puluhan tahun bagi pemajuan dan pelestarian kebudayaan nasional.

Sebelumnya, pada bulan Juli 2025, Bakul Budaya juga memberikan Apresiasi Budaya kepada Maestro Tari Lengger Banyumasan, Rianto.

'Perhatian dan penghargaan ini diberikan sebagai motivasi bagi para seniman di berbagai bidang untuk terus berkarya dan menjadi inspirasi bagi para generasi muda untuk menguatkan nilai-nilai budaya sebagai jati diri bangsa Indonesia," ungkap Dewi.

Maestro Tari Betawi Wiwiek Widiyastuti (kanan) menerima Apresiasi Budaya dari Ketua Umum Bakul Budaya FIB UI, Dewi Fajar Marhaeni, dalam perayaan HUT ke-3 Bakul Budaya FIB UI dan Hari Tenun Nasional 2025 di Auditorium Soe Hok-gie, Gedung IX FIB UI, pada 21 September 2025. (Foto: Dok Bakul Budaya) 
Maestro Tari Betawi Wiwiek Widiyastuti (kanan) menerima Apresiasi Budaya dari Ketua Umum Bakul Budaya FIB UI, Dewi Fajar Marhaeni, dalam perayaan HUT ke-3 Bakul Budaya FIB UI dan Hari Tenun Nasional 2025 di Auditorium Soe Hok-gie, Gedung IX FIB UI, pada 21 September 2025. (Foto: Dok Bakul Budaya)

Tumpeng Ulang Tahun dan Flashmob Tari Nusantara

Menjelang ujung acara ini, seremoni untuk Ulang Tahun ketiga Bakul Budaya FIB UI pun digelar. Bagian ini menggambarkan keberlanjutan, keberagaman, dan nilai-nilai kemanusiaan, antara lain dengan inklusivitas, dalam memelihara dan memajukan budaya Nusantara.

Selain memperkenalkan Pengurus Bakul Budaya di pentas, Dewi Fajar Marhaeni juga memanggil dua anggota yang tergolong aktif -- satu orang yang termasuk paling senior (64 tahun) dan satu orang lagi yang paling yunior (7 tahun); serta dua anggota istimewa, yaitu Gita yang berkebutuhan khusus dan Hermin yang tuna rungu.

Wiwiek Widiyastuti, Rima Agustin, dan Durban Latief Ardjo juga diundang ke panggung.

"nklusivitas Bakul Budaya tidak saja berupa ruang tanpa sekat bagi berbagai perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, agama, politik, tapi juga ruang bagi orang-orang yang 'istimewa.'

Hal ini merupakan perwujudan dari salah satu misi Bakul Budaya yang dicanangkan tahun ini, yaitu misi membangun nilai-nilai kemanusiaan.

Sebagai bangsa yang berbudaya, hal yang harus ditanamkan di dalam diri kita adalah bagaimana kita menghormati dan menghargai segala perbedaan, termasuk kekurangan yang ada.

"Nilai-nilai kemanusiaan yang dibangun untuk memanusiakan manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya akan menguatkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itulah yang akan terus dibangun di Bakul Budaya," jelas Dewi.

"Pada kesempatan ini, Bakul Budaya juga memberi apresiasi kepada Hermin, penyandang tuna rungu, dan Gita yang berkebutuhan khusus, karena sudah mengisi ruang indah di Bakul Budaya," lanjutnya.

Dewi membagikan nasi kuning dan lauk-pauk dari tumpeng ulang tahun kepada mereka. Tumpeng dikeruk mulai dari bagian samping bawahnya, bukan dipangkas mulai dari pucuknya.

Cara mengeruk itu merupakan cara yang sesuai dengan makna tradisional tumpeng. Tumpeng melambangkan hubungan manusia di bawah dengan Sang Maha Pencipta di atas. Menebas puncak tumpeng sama dengan memutus hubungan manusia dengan Sang Maha Pengasih dan Penyayang.

Di ujung acara ini, Bakul Budaya mengalirkan semangat kebersamaan memelihara dan memajukan budaya Indonesia dengan mengajak mereka yang hadir untuk bergoyang bareng dalam flashmob tiga tari Nusantara, yaitu Senam Keluhuran Nuswantara (karya pemusik Pardiman Djojonegoro dan koreografer Anter Asmoro Tedjo) dari Daerah Istimewa Yogyakarta , Tamang Pung Kisah (dengan lagu ciptaan Fresly Nikijuluw) dari Pulau Saparua, Makuku Tengah, dan Goyang Maju Mundur dari Nusa Tenggara Timur.

Selaku tuan rumah, Ketua Umum Bakul Budaya FIB UI, Dewi Fajar Marhaeni, berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung Bakul Budaya selama tiga tahun.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, yang selama ini sudah memberi ruang untuk olah raga, olah rasa, dan olah jiwa kepada Bakul Budaya; kepada Iluni FIB UI di bawah pimpinan Patria Ginting, yang selalu mendukung berbagai kegiatan Bakul Budaya; juga kepada Pengurus Bakul Budaya yang baru; serta para Pendiri Bakul Budaya yang masih setia berjuang bersama untuk berbagi, 'saling'," tuturnya.

"Semoga ke depannya Bakul Budaya tetap solid, guyub, konsisten, dan setia menjalankan program-program kerjanya secara berkelanjutan dalam mewujudkan misi-misinya," sambungnya.

Bakul Budaya juga mengajak berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, universitas, sekolah, sanggar, komunitas, dan siapa pun yang peduli terhadap pemajuan budaya nasional, untuk berkolaborasi dengan Bakul Budaya dalam mewujudkan empat misinya, yaitu Melestarikan budaya, merawat Bumi, merajut kebhinekaan, dan membangun nilai-nilai kemanusiaan.

"Hal itu sebagai bagian dari upaya mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang harus dibangun dari akar rumput, sekaligus upaya membangun karakter yang berakar dari nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia," tuturnya lagi. (***)

Image
rusdy nurdiansyah

rusdynurdiansyah69@gmail.com

× Image