Home > Nasional

Idealnya MKD Gugurkan Keanggotaan Lima Anggota DPR RI

Kalau MKD mengambil keputusan di luar harapan masyarakat, katakanlah lima anggota itu diaktifkan kembali, maka dapat berimplikasi terhadap kepercayaan masyarakat pada DPR RI.
Dalam kasus lima anggota dewan yaitu Adies Kadir, Eko Patrio, Uya Kuya, Nafa Urbach, dan Ahmad Sahroni, masing-masing partai sudah menyatakan kesalahan mereka. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Dalam kasus lima anggota dewan yaitu Adies Kadir, Eko Patrio, Uya Kuya, Nafa Urbach, dan Ahmad Sahroni, masing-masing partai sudah menyatakan kesalahan mereka. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA–REPUBLIKA NETWORK – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga mengemukakan pendapatnya terkait rencana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang akan bersidang untuk memutuskan sanksi terhadap lima anggota DPR RI yang sudah dinonaktifkan partainya.

Lima anggota DPR RI itu adalah Adies Kadir, Eko Patrio, Uya Kuya, Nafa Urbach, dan Ahmad Sahroni. Mereka dinonaktifkan buntut aksi demonstrasi beberapa waktu lalu.

"Karena lima orang tersebut sudah dinonaktifkan, maka seyogyanya MKD hanya menguatkan keputusan masing-masing partai. Dengan begitu, MKD tidak mengambil keputusan lain yang bertentangan dengan keputusan partainya itu," ungkap Jamil di Jakarta, Selasa (04/11/2025).

Menurutnya, dalam kasus lima anggota dewan itu masing-masing partai sudah menyatakan kesalahan mereka. Sehingga MKD idealnya mengacu kesalahan yang sudah diputus masing-masing partai.

"Jadi, kalau lima anggota DPR RI itu sudah dinonaktifkan oleh partainya, maka dengan sendirinya MKD idealnya memutuskan status keanggotaan mereka di DPR. Kelima anggota itu seharusnya diputus gugur atau tidak lagi menjadi anggota DPR RI," jelas Jamil.

Berbeda halnya dengan kasus mundurnya Rahayu Saraswati dari DPR RI, yang ditolak oleh partainya. Karena itu, tidak ada alasan bagi MKD untuk menggugurkan keanggotaan Rahayu Saraswati sebab belum ada penetapan kesalahan etik dari Rahayu Saraswati, termasuk keputusan partainya.

"MKD dalam memutus kasus kelima anggota DPR tersebut seharusnya tidak mengacu pada aspek lain. Termasuk tentunya upaya mereka mencari simpati dengan melakukan beberapa kegiatan yang menyentuh empati masyarakat," tandas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini

Kalau MKD mengambil keputusan di luar harapan masyarakat, katakanlah lima anggota itu diaktifkan kembali, maka dapat berimplikasi terhadap kepercayaan masyarakat pada DPR RI. Masyarakat akan merasa dipermainkan terkait lima anggota tersebut.

"Bisa jadi bagi masyarakat, dinonaktifkan lima anggota itu, sama artinya diberhentikan. Persepsi inilah yang membuat masyarakat tenang setelah Nasdem, PAN, dan Golkar menonaktifkan kadernya sebagai anggota DPR RI," imbuhnya.

Namun, bila MKD nantinya memutuskan lain, maka dapat menimbulkan amarah di tengah masyarakat. Dikhawatirkan amarah masyarakat akan lebih besar karena mereka beranggapan sudah dibohongi.

Hal itu juga dapat semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap DPR RI. Hal ini tentu tidak kita inginkan. Sebab, DPR itu sebagai lembaga legislatif yang memang dibutuhkan di negara yang menganut demokrasi.

Namun demikian, di masa mendatang perlu diperjelas dasar anggota DPR RI dinonaktifkan. Apakah setiap ada tekanan dari masyarakat, seorang anggota DPR lantas biaa dinonaktifkan?

"Kalau hal itu jadi dasarnya, tentu ke depan keanggotaan DPR RI menjadi rapuh. Bila anggota DPR tidak dikehendaki, karena vokal misalnya, maka bisa saja pihak lain mengkondisikan dengan menekan melalui berbagai aksi. Hal ini kemudian membuat anggota DPR itu dinonaktifkan," lanjut Jamil.

Di lain pihak bisa saja masyarakat dari daerah pemilihannya (dapil) masih menginginkannya tetap duduk menjadi anggota DPR RI. Sementara yang tidak menghendakinya duduk di DPR justru dari luar dapilnya.

"Kalau hal itu terjadi tentu aneh. Warga yang memilihnya sangat menginginkannya duduk di DPR, tapi ia harus diberhentikan oleh partainya karena tekanan dari masyarakat di luar dapil. Hal ini tentu perlu dipikir ulang, agar anggota DPR tidak dengan serta merta dinonaktifkan hanya karena tekanan publik, alagi kalau mereka itu bukan dari dapil si anggota DPR. Ini tentu aneh dan tak logis," tandas Jamil. (***)

Image
ao s dwiyantho putra

aodwiyantho@gmail.com

× Image