Mengenal Desa Kasokandel: Jejak Arya Salingsingan, Makam Buyut, hingga Tradisi Ujungan

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Desa Kasokandel di Kabupaten Majalengka menyimpan sejarah panjang sekaligus tradisi yang masih hidup hingga kini.
Dari jejak leluhur, makam buyut, hingga kesenian rakyat, semuanya jadi bagian tak terpisahkan dari identitas desa ini.
Dari Wana Ageng ke Desa Kasokandel
Sebelum resmi jadi desa, wilayah ini dikenal dengan nama Wana Ageng dan masih masuk bagian Desa Burujul, Jatiwangi.
Baca juga: Kasokandel: Legenda Leluhur, Pusaka Berdarah, dan Pertarungan dengan Industri
Mengutip cerita para tokoh yang dibahas dalam podcast AB Channel, tokoh sepuh kala itu, Buyut Sijar, memberi nama Wana Ageng sekaligus membangun alun-alun di Blok Huludayeuh.
Namun karena kehidupan masyarakat kala itu belum tertata, Bupati Majalengka memerintahkan agar Wana Ageng dijadikan desa.
Buyut Bungkar—alias Buyut Mulas atau Buyut Seuseut—ditunjuk jadi kepala desa pertama. Karena merasa tak sanggup, ia menyerahkan jabatan ke menantunya, Bapak Sayan, pada 1853.
Baca juga: World Rabies Day, Depok Hadirkan Layanan Konsultasi Kesehatan Hewan Gratis
Buyut Kaswa dan Pohon Beringin
Nama lain yang lekat dengan Kasokandel adalah Buyut Kaswa. Ia menanam pohon beringin yang hingga kini masih berdiri kokoh, dipercaya sebagai tempat peristirahatan terakhirnya.
Selain itu, ada sejumlah makam keramat yang masih dihormati warga:
Buyut Bungkar di Astana Gede
Buyut Kaswa di bawah pohon beringin
Buyut Jatiwangi di Blok Kabuyutan
Kabuyutan sendiri diyakini sebagai lokasi persinggahan Pangeran Arya Salingsingan ketika hendak menghadap Sultan Cirebon. Hingga kini, lokasi itu masih sering dipakai untuk hajatan dan ritual guar bumi.
Baca juga: Donor Darah Ideal Dilakukan Setiap 3 Bulan, Ini Penjelasannya
Seni Ujungan hingga Kliningan
Kasokandel juga punya tradisi khas berupa Seni Ujungan, olahraga adu ketangkasan dengan rotan. Tradisi ini dipopulerkan tokoh setempat seperti Bapak Purug, Bapak Kajar, Bapak Arwi, hingga pendatang dari Rajagaluh, Buyut Cileung.
Selain Ujungan, masyarakat Kasokandel sejak dulu akrab dengan beragam kesenian: calung, angklung, kecapi-sinden, genjring, wayang kulit, hingga gamelan. Gamelan pertama di desa ini dimiliki Bapak Narsam (Bapak Emuk), yang kemudian diwarisi oleh Bapak Suta.
Kesenian nayub (tayuban) juga sempat populer dan berkembang menjadi kliningan hingga sandiwara rakyat.
Baca juga: Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Ditahan di Rutan Salemba
Cigobang, Kampung Tertua
Kampung Cigobang tercatat sebagai kampung paling tua di Desa Kasokandel. Jejaknya bahkan diabadikan dalam lambang resmi desa.
Selain sejarahnya, Cigobang juga terkenal dengan sumur tua yang diyakini memiliki air berkhasiat. Banyak warga dari desa sekitar datang membawa botol untuk mengambil air sumur tersebut karena dipercaya bisa menyembuhkan penyakit. (***)
Journlaist: Eko Widiantoro