Sulap Lumpur Lapindo Jadi Air Bersih, Mahasiswa Universitas Pertamina Hadirkan Lambo Jernih Ramah Lingkungan

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, pada 2006—yang dikenal sebagai lumpur Lapindo—meninggalkan dampak berkepanjangan: permukiman dan infrastruktur terendam, lahan produktif hilang, hingga relokasi ribuan warga.
Hingga kini, jutaan meter kubik material lumpur masih menumpuk dan menjadi tantangan pengelolaan pascabencana.
Selain kerugian sosial-ekonomi, residu lumpur dan perubahan kualitas lingkungan turut menimbulkan kekhawatiran terhadap mutu air dan tanah di kawasan terdampak.
Baca juga: Pertamina Patra Niaga Tambah 25 Titik Ucollect Box, Ubah Jelantah Jadi Rupiah Lewat MyPertamina
Riset BPS (2024) dan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur mencatat sebagian besar air tanah di Sidoarjo mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn) melebihi baku mutu, yang berisiko pada kesehatan kulit, organ vital, dan perkembangan kognitif.
Sementara itu, WRI (2023) memproyeksikan Indonesia akan menghadapi kelangkaan air bersih pada 2050 dengan status medium water stress, diperparah oleh pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan, kemarau, dan pencemaran.
Kondisi ini menuntut hadirnya teknologi penyaring air yang efektif sekaligus mampu memanfaatkan limbah pascabencana seperti Lumpur Lapindo.
Menjawab tantangan tersebut, mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Pertamina (UPER) mengembangkan Lambo Jernih, purwarupa filter air berbahan dasar Lumpur Lapindo yang mampu menyisihkan logam berat dari air.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil: UU Kehutanan Gagal Memerdekakan Rakyat
Inovasi ini digagas oleh M Afrizal Ichwanul Ulum, M. Adli Danica, M. Karunia Vivaldi, dan Achmad Fauzi.
Lumpur Lapindo terlebih dahulu diolah agar efektif menyaring logam berat melalui aktivasi kimia menggunakan larutan NaOH untuk membuka pori-pori material dan aktivasi fisik melalui kalsinasi atau pemanasan suhu tinggi untuk membersihkan zat pengotor.
Hasil uji laboratorium menunjukkan media ini mampu mengurangi kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam air. Lambo Jernih tersusun dari lapisan karbon aktif, serbuk keramik, lumpur teraktivasi, dan kerikil, dirancang tanpa listrik, tanpa bahan kimia tambahan, serta mudah dirawat.
Baca juga: Peran Kedokteran Keluarga dan Pelayanan Transisi dalam Pengelolaan Masalah Kesehatan di Indonesia
“Sejak bencana Lumpur Lapindo, jutaan meter kubik material tersisa tanpa pemanfaatan optimal dan menjadi pencemar lingkungan. Riset kami menemukan bahwa lumpur ini berpotensi sebagai media penyaring air dan logam berat. Dengan harga sekitar Rp687.500 per unit dan biaya perawatan hanya Rp1 juta untuk 5–10 tahun, teknologi ini menjadi solusi ramah lingkungan sekaligus terjangkau bagi masyarakat,” jelas Afrizal dalam keterangan yang ditulis dterima, Selasa (19/08/2025).
Saat ini, purwarupa Lambo Jernih telah dikembangkan dan akan segera diuji coba pada masyarakat di wilayah Sidoarjo, baik untuk penggunaan rumah tangga maupun komunal.
Dengan target awal 250 pengguna aktif, Afrizal berharap teknologi ini dapat menjadi solusi atas kekhawatiran masyarakat terhadap penggunaan air rumah tangga yang tercemar.
Sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 6: Air Bersih dan Sanitasi, Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A Kadir, M.S., IPU, menyampaikan apresiasi atas karya mahasiswa ini.
“Pembelajaran di UPER dirancang dengan fokus pada pembangunan berkelanjutan. UPER juga berhasil meraih peringkat ke-25 nasional dalam THE Impact Rankings, pemeringkatan perguruan tinggi yang menilai komitmen pada pendidikan berkelanjutan. Lambo Jernih menjadi bukti nyata kontribusi mahasiswa dalam menjawab tantangan global air bersih, sekaligus memperkuat capaian tertinggi UPER di SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi,” ungkap Prof. Wawan.
Ingin menjadi bagian dari generasi inovator yang mampu menciptakan solusi nyata bagi lingkungan dan masyarakat? Daftarkan diri Anda di Universitas Pertamina dan wujudkan ide menjadi karya yang berdampak. Informasi pendaftaran tersedia di www.universitaspertamina.ac.id. (***)