80 Tahun Kemerdekaan, Indonesia Hadapi Tantangan dan Terobosan Pengentasan Kemiskinan

RUZKA—REPUBLIKA NETWORK — Berbagai terobosan telah dilakukan Pemerintah dalam upaya memerangi kemiskinan dengan pendekatan holistik atau menyeluruh. Salah satunya dengan membentuk sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk memastikan program-program Pemerintah untuk masyarakat miskin tepat sasaran dan diharapkan berbagai terobosan ini membuat angka kemiskinan ekstrem segera turun ke nol persen dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Hal itu diutarakan Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris kepada RUZKA INDONESIA, Senin (18/08/2025).
“Saya sampaikan apresiasi kepada Pemerintahan Presiden Prabowo yang menjadikan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas nasional yang sama pentingnya dengan prioritas infrastruktur dan investasi. Pengentasan kemiskinan bukan sekadar urusan sosial, tapi investasi ekonomi dan stabilitas nasional. Indonesia Maju 2045 berdiri tegak bukan hanya karena tinggi pertumbuhan ekonominya, tapi karena setiap rakyatnya ikut tumbuh bersama,” ujar Fahira Idris kepada RUZKA INDONESIA di Jakarta (18/08/2025).
Senator Jakarta ini mengungkapkan, pengentasan kemiskinan menjadi fondasi strategis menuju kemajuan nasional dan meningkatkan daya saing bangsa. Untuk itu, tidak cukup dilakukan dengan pendekatan karitatif atau bansos semata, tetapi perlu langkah struktural, sistemik, dan menyentuh akar masalahnya. Setidaknya Fahira mencatat sejumlah terobosan yang bisa patut menjadi perhatian.
Pertama, sekolah rakyat dan afirmasi SDM dengan memperbanyak Sekolah Rakyat untuk anak-anak dari keluarga desil (pengelompokan rumah tangga berdasarkan tingkat kesejahteraan ekonomi) terbawah dengan sistem asrama dan kurikulum terintegrasi. Jadikan pendidikan sebagai jalan mobilitas sosial vertikal. Selain itu, tambah afirmasi pendidikan tinggi untuk anak miskin dan dari daerah tertinggal.
Sementara UMKM inklusif sebagai pilar ekonomi lokal anti-kemiskinan menjadi hal penting untuk membangun ekosistem pemberdayaan berbasis UMKM di wilayah kemiskinan ekstrem dengan akses permodalan, digitalisasi, pelatihan, dan inkubasi. Fokus pada koperasi, ekonomi kreatif lokal, dan penguatan rantai pasok pertanian rakyat.
Selanjutnya transformasi pekerja rentan ke sistem jaminan sosial universal. Pemerintah perlu membentuk sistem jaminan sosial yang universal, inklusif, dan berbasis mikro-payment sehingga tukang, buruh tani, pekerja informal, hingga ojek daring harus terlindungi.
“Perluas perlindungan BPJS Ketenagakerjaan untuk buruh tani, nelayan, guru honorer, pedagang kaki lima, dan ojek daring. Subsidi iuran mikro diharapkan bisa ditanggung negara hingga pendapatan mereka stabil,” tukas Fahira Idris.
Juga pentingnya prioritaskan intervensi gizi dan sanitasi pada 1.000 Hari Pertama dengan mendorong intervensi nasional pencegahan stunting, utamanya di daerah miskin dan tertinggal. Distribusi makanan bergizi, edukasi ibu hamil, serta infrastruktur sanitasi harus dipercepat sebagai investasi jangka panjang.
“Program Satu Desa Satu Dapur Gizi yang menyuplai makanan bergizi murah ke ibu hamil, balita, dan lansia yang disinergikan dengan BUMDes dan Puskesmas,” usul aktivis perempuan ini.
Tak kalah pentingnya soal redistribusi peluang, bukan hanya bantuan. Pemerintah perlu memperbaiki struktur pajak agar lebih progresif. Tambahkan tarif pajak untuk penghasilan misalnya di atas Rp 2,5 miliar per tahun dan arahkan hasilnya untuk pembiayaan pendidikan, kesehatan, dan rumah layak huni bagi rakyat bawah.
Juga dengan memperkecil ketimpangan lewat upaya penurunan angka kemiskinan, lanjut Fahira Idris, harus juga dibarengi penurunan rasio ketimpangan (gini ratio). Ini karena ketimpangan yang ekstrem adalah bom waktu sosial. Untuk itu, perlu ada indikator pembangunan berkeadilan di tiap daerah.
“Pemerataan infrastruktur, distribusi layanan dasar, dan fiskal daerah harus dirancang dengan kacamata equity, bukan equality,” pungkas Fahira Idris.(***)