ESG dan K3 di Industri Pelayaran: Menjaga Laut, Menyelamatkan Nyawa

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK --Dalam industri pelayaran, keselamatan bukanlah pilihan, ia adalah kebutuhan mutlak. Di tengah laut yang tak mengenal kompromi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah garis hidup setiap insan pelaut.
Namun, di era keberlanjutan saat ini, keselamatan kerja tidak bisa lagi dipisahkan dari tiga pilar strategis perusahaan modern: ESG (Environmental, Social, and Governance).
ESG dan K3 kini menjadi satu tarikan napas. Dan di industri pelayaran yang bersentuhan langsung dengan manusia, lingkungan, dan risiko kompleks keduanya menjadi fondasi masa depan operasional yang bertanggung jawab.
Baca juga: Catatan Cak AT: Impor GMO, Impor Penyakit
E – Environmental: Keselamatan Kerja Dimulai dari Laut yang Aman
Industri pelayaran menghadapi berbagai risiko lingkungan, dari tumpahan minyak, emisi gas buang, hingga polusi suara bawah laut.
Tapi di balik itu, ada ancaman nyata terhadap kesehatan pelaut: paparan gas berbahaya di ruang mesin, udara tercemar, hingga kondisi kerja ekstrem akibat perubahan iklim.
Dengan mengintegrasikan prinsip Environmental ESG, perusahaan pelayaran tidak hanya mencegah pencemaran laut, tapi juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat di atas kapal.
Baca juga: Terang Aksara Empowerment, Program Pemberdayaan Disabilitas PLN Jakarta bersama Pemprov DKI Jakarta
Manajemen risiko lingkungan menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem manajemen K3—karena laut yang bersih adalah tempat kerja yang aman.
S – Social: Kesejahteraan Pelaut adalah Ukuran Keberhasilan ESG
Kapal bisa bernilai jutaan dolar, tapi tanpa awak yang sehat, terlatih, dan sejahtera, ia hanya besi yang terombang-ambing.
Pilar Social dalam ESG menempatkan manusia sebagai pusat perhatian: hak-hak pelaut, jam kerja yang adil, tempat tinggal yang layak di atas kapal, serta akses terhadap layanan kesehatan fisik dan mental.
Dalam konteks K3, ini berarti perusahaan harus melampaui standar minimum dan berinvestasi dalam keselamatan kerja sebagai bagian dari kepedulian sosial. Sebab menjaga pelaut berarti menjaga keberlangsungan operasional.
Baca juga: Terang Aksara Empowerment, Program Pemberdayaan Disabilitas PLN Jakarta bersama Pemprov DKI Jakarta
G – Governance: Transparansi dan Tanggung Jawab dalam K3
Tata kelola (Governance) dalam industri pelayaran bukan hanya soal kepatuhan terhadap aturan IMO atau ISM Code. Lebih dari itu, ESG menuntut adanya sistem pelaporan insiden kerja yang transparan, pelatihan yang terstruktur, serta evaluasi risiko yang jujur dan konsisten.
Penerapan K3 yang baik mencerminkan integritas tata kelola perusahaan. Tidak cukup hanya memiliki prosedur; yang dibutuhkan adalah komitmen manajerial yang berani mengambil tindakan nyata, bukan sekadar administratif.
ESG dan K3: Menavigasi Masa Depan Pelayaran yang Berkelanjutan
Di tengah tekanan global terhadap industri pelayaran untuk menjadi lebih hijau, lebih manusiawi, dan lebih transparan, integrasi ESG dan K3 bukan sekadar tuntutan regulator, tapi panggilan etis.
Ini adalah cara untuk memastikan bahwa setiap pelayaran bukan hanya aman untuk laut, tetapi juga aman untuk orang-orang yang bekerja di atasnya.
Perusahaan pelayaran yang visioner akan menempatkan ESG dan K3 sebagai satu paket strategi. Karena hanya dengan budaya kerja yang selamat, sehat, dan berkelanjutan, industri ini bisa terus menavigasi dunia tanpa meninggalkan luka bagi lingkungan dan manusia.
"Pelayaran masa depan adalah pelayaran yang tidak hanya cepat dan efisien, tetapi juga bertanggung jawab terhadap manusia dan laut. ESG dan K3 adalah arah kompas kita," kata Direktur Puspinebt ICMI Orwil Jawa Barat Dr.Capt. Muhammad Irwansyah. (***)