Mendorong Jakarta Punya Perda Penyelenggaraan Sistem Pangan

RUZKA—REPUBLIKA NETWORK — Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Jakarta didorong menjadikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Sistem Pangan sebagai prioritas atau masuk dalam program legislasi daerah (prolegda).
Hal itu diungkapkan Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris. Menurutnya, walau saat ini DKI Jakarta telah memiliki beberapa regulasi sektoral baik Perda maupun peraturan gubernur terkait pangan, tetapi belum hadirnya perda yang secara komprehensif mengatur sistem pangan Jakarta dari hulu ke hilir berpotensi menjadi titik lemah dalam arsitektur hukum pangan daerah.
“Perda Penyelenggaraan Sistem Pangan dibutuhkan untuk menyatukan arah kebijakan, memperjelas pembagian kewenangan antar perangkat daerah, serta menghindari tumpang tindih program. Untuk itu, penting menjadi prioritas. Jika pada 2025 ini belum masuk dalam prolegda, saya mendorong bisa masuk dalam Prolegda 2026,” ujar Fahira Idris di sela kunjungan kerja ke Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta, di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Rabu (04/06/2025).
Dalam kunjungan yang diterima langsung Kepala Dinas KPKP Hasudungan A. Sidabalok, Senator Jakarta ini menyampaikan empat urgensi Perda Penyelenggaraan Sistem Pangan. Pertama, menjamin keberlanjutan dan keadilan pangan. Keterbatasan lahan pertanian dan ketergantungan pada pasokan dari luar daerah menjadi tantangan besar bagi Jakarta.
“Perda ini akan mengintegrasikan berbagai aspek mulai dari produksi lokal, distribusi, penyimpanan, keamanan pangan, hingga perlindungan konsumen. Regulasi ini juga penting untuk mendorong pendekatan multisektor, di mana sektor pendidikan, kesehatan, sosial, hingga lingkungan hidup dapat dilibatkan secara sinergis dalam penyusunan kebijakan pangan,” ungkapnya.
Kedua, memberikan kepastian hukum dan prioritas anggaran. Ketahanan pangan, meskipun masuk sebagai urusan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar, tetap membutuhkan penguatan di tingkat lokal agar memperoleh alokasi anggaran yang cukup dan berkelanjutan.
Dengan Perda, ketahanan pangan tidak lagi menjadi program pelengkap atau insidental karena akan memiliki posisi jelas dalam perencanaan pembangunan, RKPD, hingga alokasi APBD.
Ketiga, mengangkat partisipasi dan inovasi lokal. Perda ini juga bisa menjadi platform untuk merangkul potensi warga. Di Jakarta, urban farming, UMKM pangan, koperasi konsumsi, dan berbagai komunitas pangan berkembang cukup dinamis.
“Sayangnya, banyak dari mereka masih bergerak tanpa skema dukungan resmi. Jika Perda ini mengatur insentif, akses pasar, dan perlindungan produk lokal, maka ekonomi pangan rakyat akan tumbuh kuat dan menjadi penyangga utama, misalnya program MBG maupun ketahanan pangan secara keseluruhan,” jelas Fahira Idris.
Urgensi keempat yaitu sebagai respons dinamika kerangka hukum nasional. Setelah diberlakukannya UU Cipta Kerja dan perubahan pada UU Pangan, terdapat tantangan harmonisasi kebijakan nasional dan daerah.
Dalam konteks ini, Perda Sistem Pangan adalah instrumen penting untuk memastikan bahwa norma-norma baru nasional tidak menciptakan kekosongan hukum di daerah, melainkan diterjemahkan ke dalam kebijakan lokal yang kontekstual dan operasional.
“Perda Penyelenggaraan Sistem Pangan adalah fondasi bagi ekosistem ketahanan pangan di DKI Jakarta. Kehadiran perda ini penting untuk benar-benar memastikan setiap warga memiliki akses terhadap pangan yang aman, bergizi, dan terjangkau,” tandas Fahira Idris. (***)