Tarif Timbal Balik ala Trump: Strategi Dagang atau Jurus Pedang Bermata Dua?

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Pada 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump kembali menggebrak dunia internasional dengan menandatangani Executive Order 14257—sebuah kebijakan yang dikenal luas sebagai Reciprocal Trade Tariff Policy.
Kebijakan ini pada intinya memberi wewenang kepada pemerintah AS untuk mengenakan tarif impor tambahan, terutama kepada negara-negara yang dianggap “tidak adil” dalam praktik perdagangannya dengan Negeri Paman Sam.
Tarif dasar yang dikenakan mencapai 10%, dan bisa melonjak jauh lebih tinggi—bahkan hingga 32% untuk negara seperti Indonesia—jika AS mencatat defisit perdagangan besar dengan negara tersebut.
Langkah ini disebut Trump sebagai cara untuk “mengembalikan keadilan perdagangan” dan “menghidupkan kembali manufaktur Amerika”.
Baca juga: Disnaker Depok Lepas Peserta Pelatihan Magang ke Jepang
Dalam pidatonya, Trump menegaskan, “Made in America bukan slogan kosong. Ini adalah misi ekonomi dan keamanan nasional.” Pernyataan ini menggaungkan kembali semangat proteksionisme dan nasionalisme ekonomi yang menjadi ciri khas pemerintahannya sejak periode pertama.
Apa yang Melatarbelakangi Kebijakan Ini? Sejak lama, Trump berpendapat bahwa banyak negara—termasuk sekutu lama seperti Jepang dan Jerman—menerapkan hambatan dagang terhadap produk Amerika, namun bebas mengekspor ke AS tanpa hambatan yang sama. Ketimpangan ini, menurutnya, membuat AS rugi terus-menerus.
Sebelumnya, pada 13 Februari 2025, ia telah mengeluarkan Presidential Memorandum on Trade and Reciprocal Tariffs, yang memerintahkan peninjauan terhadap ketimpangan perdagangan global. Laporan itu rampung pada 1 April 2025 dan menjadi dasar kebijakan tarif keesokan harinya.
Dampak di Dalam Negeri AS: Boom atau Bencana?
Sayangnya, pasar tidak menyambut kebijakan ini dengan sukacita. Dalam dua hari setelah pengumuman, bursa saham AS merosot tajam, menghapus nilai pasar sekitar $6,5 triliun, menurut laporan CNBC (3 April 2025).
Investor panik, bisnis bingung, dan sejumlah perusahaan besar—seperti Delta Air Lines dan Cleveland-Cliffs—mengurungkan niat ekspansi mereka.
Baca juga: Catatan Cak AT: Tarif 84 Persen, Dunia pun Tertawa
Tak hanya itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi juga terpangkas. Goldman Sachs memperkirakan kebijakan tarif ini akan memangkas 1,4% dari PDB AS tahun 2025.
Inflasi diperkirakan naik karena harga barang impor—mulai dari elektronik hingga kebutuhan pokok—melambung, yang paling terasa dampaknya bagi rumah tangga berpenghasilan rendah.
Reaksi Dunia: China dan UE Tidak Tinggal Diam
China membalas dengan menaikkan tarif hingga 84% terhadap barang-barang asal AS seperti otomotif, produk pertanian, dan elektronik. Tak hanya itu, China juga mengancam menahan ekspor mineral tanah jarang (rare earth)—komponen vital untuk industri teknologi tinggi AS.
China juga mempercepat strategi Dual Circulation, yang fokus memperkuat pasar domestik sambil tetap menjaga ekspor ke negara-negara berkembang melalui inisiatif Belt and Road.
Sikap ini disampaikan tegas oleh juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok, yang menyebut kebijakan Trump sebagai “intimidasi ekonomi”.
Baca juga: Catatan Cak AT: Bangun, Indonesiaku, Sebelum Jadi Fosil Sejarah
Di Eropa, suasananya tak kalah panas. Komisi Eropa menyebut kebijakan ini sebagai bentuk "proteksionisme sepihak” yang mencederai prinsip-prinsip WTO. Uni Eropa bahkan bersiap mengenakan tarif balasan senilai €20–22 miliar terhadap produk AS, termasuk kosmetik, motor gede, dan kedelai.
Laporan Financial Times (4 April 2025) juga menyebutkan bahwa Uni Eropa akan mengajukan gugatan resmi ke WTO dan membentuk aliansi dengan negara-negara G7 untuk menghadapi kebijakan Trump ini secara kolektif.
Imbas Global: Pasar Saudi Meroket, Dunia Goyang
Ironisnya, tak semua negara menderita. Di Arab Saudi, indeks pasar saham melonjak 3,7% hanya sehari setelah pengumuman Trump.
Saham-saham bank besar seperti Al Rajhi Bank dan Saudi National Bank mengalami kenaikan signifikan, didorong oleh ekspektasi relokasi rantai pasok dari AS ke kawasan Teluk (Reuters, 3 April 2025).
Baca juga: Panen Raya Padi Serentak Nasional, Stok Padi Capai 2,4 Juta Ton
Indonesia: Pukulan Berat bagi Ekspor dan Pekerja Bagi Indonesia
Kebijakan ini tentu bukan kabar baik. Tarif gabungan sebesar 32% membuat produk ekspor unggulan—seperti tekstil, furnitur, alas kaki, dan makanan olahan—menjadi kurang kompetitif di pasar AS. Akibatnya, permintaan menurun, produksi terganggu, dan ancaman PHK di sektor padat karya pun semakin nyata.
Menurut data Kementerian Perdagangan RI, AS merupakan salah satu dari lima besar pasar ekspor Indonesia. Jika kehilangan akses atau terjadi penurunan permintaan dari AS, risiko defisit neraca dagang meningkat, dan bisa berdampak pada nilai tukar rupiah serta stabilitas ekonomi nasional.
Langkah Strategis Pemerintah Kota (Pemkot) Depok: Bergerak Sebelum Terlambat
Menanggapi ancaman gelombang PHK, Pemkot Depok bergerak cepat. Melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) berbagai langkah antisipatif disiapkan, di antaranya:
1. Pemetaan Risiko Sektoral dan Wilayah: Fokus pada industri yang rentan seperti tekstil dan elektronik.
2. Sistem Early Warning: Mengaktifkan pusat informasi dan pengaduan ketenagakerjaan.
3. Dialog Tripartit: Memfasilitasi komunikasi antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
4. Pelatihan Ulang (Reskilling & Upskilling): Prioritas pada pelatihan digital, wirausaha, dan agribisnis.
5. Penempatan & Wirausaha: Membantu transisi pekerja ke sektor baru dan pemberdayaan UMKM.
6. Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Pusat: Sinkronisasi program pelatihan dan kebijakan perdagangan.
7. Perlindungan Hukum: Edukasi dan advokasi hukum bagi pekerja terdampak.
8. Monitoring dan Evaluasi Berkala: Untuk respons kebijakan yang adaptif dan responsif.
Baca juga: Ini 5 Kata Mutiara Ainun ke Suami Tercinta, yang Menjadi Penyemangat Habibie
Dengan pendekatan yang kolaboratif bukan hanya tripartit tetapi juga pentahelix, diharapkan Dinas Tenaga Kerja dapat memainkan peran kunci dalam meminimalkan dampak kebijakan perdagangan global terhadap stabilitas ketenagakerjaan di Kota Depok, sekaligus mendorong transisi pekerja menuju sektor ekonomi yang lebih adaptif dan berkelanjutan.
Penutup: Diplomasi Ekonomi dan Kemandirian Industri
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penundaan penerapan kebijakan tarif timbal balik selama 90 hari, dimulai pada 9 April 2025.
Keputusan ini diambil setelah konsultasi dengan Menteri Perdagangan Howard Lutnick dan Menteri Keuangan Scott Bessent, meskipun sebelumnya Trump menyatakan tidak mempertimbangkan penundaan tersebut.
Penundaan ini memberikan waktu bagi negara-negara mitra dagang untuk melakukan negosiasi dan menyesuaikan kebijakan perdagangan mereka. Uni Eropa, misalnya, memutuskan untuk menunda tindakan balasan terhadap tarif AS selama 90 hari guna memberi kesempatan pada proses diplomatik.
Baca juga: Catatan Cak AT: Rumus Instan Tarif Imbal-Balik Trump
Bagi Indonesia, penundaan ini menjadi peluang untuk meninjau ulang strategi perdagangan dan memperkuat posisi dalam negosiasi dengan AS.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungan terhadap langkah-langkah strategis pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan daya saing ekonomi nasional.
Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa tarif impor terhadap produk Tiongkok dinaikkan menjadi 125% secara langsung, menunjukkan bahwa penundaan ini tidak berlaku secara universal.
Kebijakan tarif timbal balik Trump adalah peringatan keras bahwa lanskap perdagangan global bisa berubah secara dramatis hanya dalam semalam.
Meski tantangannya besar, Indonesia harus melihat ini sebagai momentum untuk:
• Meningkatkan kemandirian industri,
• Diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika,
• Mendorong hilirisasi dan nilai tambah industri domestik.
Dalam dunia yang kian tak pasti, hanya negara yang adaptif, berdaulat secara ekonomi, dan berdaya inovatif yang mampu bertahan.
Penulis: Dr. Sidik Mulyono, B. Eng., M. Eng/Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok
Referensi & Sumber:
• CNBC. (2025, April 3). US stocks plunge after Trump’s tariff policy hits global markets.
• Reuters. (2025, April 3). Saudi stocks rally as Trump delays some tariffs.
• Financial Times. (2025, April 4). EU prepares retaliation over US reciprocal tariffs.
• Kementerian Perdagangan RI. (2025). Statistik Perdagangan Indonesia 2024–2025.
• World Trade Organization. (2025). Trade Policy Review: United States.
• Bloomberg. (2025, April 2). China signals rare earth retaliation in trade war escalation.
• Wall Street Journal. (2025, April 10).Tariff Pause Decision Made This Morning, Trump Says
• Reuters. (2025, April 10). EU pauses countermeasures against US tariffs, von der Leyen says
• Bisnis.com. (2025, April 11). OJK Buka Suara soal RI Kena Tarif Timbal Balik Trump