Home > Nasional

Empat Poin Penting Ini Perlu Diatur Terkait Pembatasan Akun Media Sosial bagi Anak

Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan kecanduan gawai, yang berimbas pada gangguan tidur, kecemasan, hingga menurunnya prestasi akademik anak.
Dengan memiliki literasi digital yang baik akan lebih mudah bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang cepat. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Dengan memiliki literasi digital yang baik akan lebih mudah bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang cepat. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK — Media sosial di tengah pesatnya era digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Meski memiliki banyak manfaat, penggunaan media sosial yang tidak terkontrol juga membawa risiko serius bagi anak-anak.

Ancaman seperti konten negatif, cyberbullying, eksploitasi seksual daring, dan kecanduan gawai membuat anak-anak menjadi kelompok yang rentan.

Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, rencana pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk membatasi anak-anak memiliki akun media sosial sendiri adalah langkah tepat demi melindungi generasi muda dari ancaman dunia digital. Anak-anak yang tidak memiliki kontrol atau pengawasan ketat dalam mengakses media sosial dapat dengan mudah mengakses konten negatif, seperti pornografi, kekerasan, serta konten berbahaya lainnya.

Selain itu, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan kecanduan gawai, yang berimbas pada gangguan tidur, kecemasan, hingga menurunnya prestasi akademik anak.

“Agar aturan ini efektif dan memberikan perlindungan maksimal tanpa menghambat akses anak terhadap informasi yang mendidik, setidaknya ada empat poin penting yang perlu diatur, yaitu pertama batas usia yang jelas dan verifikasi umur yang ketat dan sanksi yang tegas bagi platform media sosial. Kedua, peran orang tua dalam pengawasan digital. Ketiga penyediaan konten digital ramah anak dan keempat penguatan literasi digital di sekolah,” ujar Fahira Idris yang juga seorang aktivis perlindungan anak ini di Jakarta, Sabtu (08/02/2025).

Untuk batas usia yang jelas dan verifikasi umur yang ketat dan sanksi, artinya aturan ini nantinya mengharuskan platform media sosial menggunakan teknologi verifikasi umur yang andal untuk memastikan pengguna berusia di atas batas minimum yang ditentukan yaitu misalnya harus di atas 16 atau 18 tahun. Ini akan mencegah anak-anak mengakses media sosial dengan identitas palsu.

Platform yang tidak mematuhi aturan ini harus dikenakan sanksi yang tegas, seperti denda besar atau pembatasan operasional. Contoh serupa dapat dilihat dari kebijakan di Australia yang mendenda platform jika melanggar aturan.

Aturan ini nantinya harus mampu mendorong peran orang tua dalam pengawasan digital. Orang tua harus didorong untuk berperan aktif dalam mendampingi anak menggunakan internet.

Di sisi lain, Pemerintah dapat menyediakan pelatihan literasi digital bagi orang tua agar mereka lebih siap memantau dan membimbing anak di dunia maya.

Aturan ini juga diharapkan mendorong semakin banyak penyediaan konten digital ramah anak. Konten ini dapat berupa video edukatif, permainan interaktif yang membangun keterampilan, serta cerita bergambar.

Poin yang juga tidak kalah penting masuk dalam aturan ini adalah penguatan literasi digital di sekolah. Selain orang tua, sekolah juga harus dilibatkan dalam program literasi digital untuk anak. Kurikulum khusus yang mengajarkan keamanan digital, etika daring, dan cara memanfaatkan internet secara positif perlu diperkenalkan sejak dini.

“Nantinya, dalam menerapkan aturan ini, penting untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan dan hak anak untuk berekspresi serta mengakses informasi yang bermanfaat. Anak-anak tetap dapat menggunakan internet untuk belajar dan mengembangkan kreativitas mereka, tetapi dengan pendampingan orang tua dan akses melalui akun yang telah disaring kontennya,” pungkas Senator Jakarta ini. (***)

× Image