Home > Kolom

Catatan Cak AT: 7 Kebiasaan Anak, Hebat untuk Siapa?

Adapun daftar "7 kebiasaan" tersebut adalah: Bangun pagi Beribadah Berolahraga Makan sehat dan bergizi Gemar belajar Bermasyarakat dan Tidur cepat.
Foto ilustrasi Catatan Cak AT: 7 Kebiasaan Anak Hebat. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Foto ilustrasi Catatan Cak AT: 7 Kebiasaan Anak Hebat. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti baru saja meluncurkan “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat” dengan penuh semangat di Hotel Bidakara, Jakarta.

“Kita ingin membentuk anak-anak hebat Indonesia melalui kebiasaan-kebiasaan baik ini,” katanya sambil memamerkan daftar kebiasaan yang tampaknya diambil dari manual hidup sehat para motivator dewasa.

Adapun daftar "7 kebiasaan" tersebut adalah: Bangun pagi; Beribadah; Berolahraga; Makan sehat dan bergizi; Gemar belajar; Bermasyarakat; dan Tidur cepat.

Dikatakannya ke awak media, kebiasaan ini akan diterapkan mulai dari jenjang PAUD, Taman Kanak-Kanak, SD, SMP, sampai ke tingkat SMA. Jutaan jumlah mereka.

Sebagai orang dewasa, daftar ini memang terdengar menggugah. Tapi, tunggu dulu. Kita sedang berbicara soal anak-anak, bukan peserta seminar motivasi di hari Sabtu pagi. Jadi, mari kita kritisi: apakah benar daftar ini bicara pada anak-anak, atau malah lebih cocok untuk grup WhatsApp para orang tua?

Gerakan ini betul melibatkan “anak-anak,” tapi tanpa anak-anak. Rasanya, program ini ditulis oleh orang-orang yang sudah lupa rasanya jadi anak-anak. Kalau tidak, bagaimana bisa kata-kata seperti “gemar,” "bergizi", dan “bermasyarakat” dianggap relevan untuk anak PAUD? Apa mungkin, saking lamanya mereka meninggalkan masa kecil, mereka lupa kalau anak-anak lebih paham bahasa yang sederhana?

Coba bayangkan, jika redaktur majalah anak-anak seperti Bobo, Kuntjung, atau Aku Anak Saleh dilibatkan. Kalimat-kalimat yang lahir mungkin akan lebih membumi. Sebagai mantan pengelola majalah Aku Anak Saleh, saya tahu betul bahwa bicara dengan anak-anak itu seperti bercerita, bukan seperti memberi kuliah. Tapi baiklah, mari kita bahas satu per satu.

Bangun Pagi: Selamat! Inilah satu-satunya istilah yang masuk akal bagi anak-anak. Jadi, ini memang tidak perlu diubah. Anak-anak tahu bangun pagi adalah rutinitas, meski kadang sulit dilakukan karena alasan sederhana: kartun malam sebelumnya terlalu seru.

Beribadah: Kata “beribadah” memang sederhana, yang mungkin terdengar akrab bagi orang dewasa religius, tetapi bagi anak-anak, ini level kosa kata yang abstrak dan terlalu besar untuk kepala kecil mereka. Cakupannya luas. Bagi anak-anak, beribadah salat, bersembahyang, dan berdoa, itu sudah cukup baik. Syukur bisa lebih.

Mengapa tidak cukup bilang, “Salat tepat waktu dan berdoa”, ini jauh lebih konkret, bahkan untuk anak-anak yang baru belajar bicara, dan sesuai dengan dunia anak-anak. Bahkan untuk anak-anak non-Muslim, bisa digunakan “Sembahyahg dengan rajin sesuai ajaran agama masing-masing.”

Berolahraga: Apakah harus seperti atlet Olimpiade? Anak-anak lebih mudah paham jika kita bilang, “Ayo main sepak bola, atau berenang!” Atau, “Suka bergerak dan bermain olahraga”? Kata “bermain” terasa lebih akrab bagi mereka, apalagi jika olahraga dipahami sebagai kegiatan menyenangkan, bukan kewajiban.

Makan Sehat dan Bergizi: Ini kalimat berat untuk perut kecil. Kalimat ini mungkin dirancang oleh ahli gizi yang terlalu serius. Anak-anak akan lebih mudah memahami jika kita bilang, “Makan nasi, sayur, lauk dan buah.” Tambahkan gambar ayam goreng dan jus jeruk, mereka akan langsung semangat!

Gemar Belajar: Atau, belajar itu asyik? “Gemar” adalah kata yang bahkan orang dewasa jarang gunakan. Anak-anak akan lebih mengerti jika kita berkata, “Suka membaca buku.”Kata “asyik” bisa ditambahkan untuk memberi kesan belajar itu menyenangkan, bukan sekadar PR yang bikin pusing.

Bermasyarakat: Ini cocoknya bukan untuk anak-anak, tapi calon Ketua RT. Jika kalimat "Bermasyaraat" tetap digunakan, ini jelas akan menjadi kebiasaan yang paling abstrak. Bagaimana anak-anak memahami “bermasyarakat” ketika mereka bahkan belum paham apa itu “masyarakat”?

Kalimat seperti “Suka bergaul dan berbicara dengan orang lain”lebih mendekatkan konsep ini ke kehidupan sehari-hari mereka. Atau, lebih baik bilang, “Ayo bantu teman atau bermain bersama mereka.” Itu baru relevan untuk anak-anak yang dunianya masih seputar taman bermain.

Tidur cepat: Cepat, kapan? Kata “cepat” bisa kapan saja, tergantung kapan diucapkan. Anak-anak lebih mudah memahami kalimat, "Tidur malam tepat waktu". Ini ungkapan yang lebih konkret untuk menjelaskan pentingnya istirahat pada malam hari, di waktu yang telah disepakati. Sekaligus, ini membedakan dengan kebiasaan bangun pagi.

Akhirnya, dalam membuat program, cobalah orang dewasa mendengar anak-anak. Program ini memiliki niat baik, tetapi implementasinya tampak seperti upaya menjejalkan jargon orang dewasa ke kepala anak-anak. Sebuah catatan penting: jika kita ingin anak-anak mendengarkan, bicaralah dengan bahasa mereka, bukan dengan bahasa seminar motivasi.

Jadi, mungkin saatnya Kemendikdasmen belajar dari anak-anak dan melibatkan mereka dalam proses ini. Kalau tidak, “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat” hanya akan menjadi proyek besar yang hebat di atas kertas, tapi hambar dalam kehidupan sehari-hari anak-anak. Hebat, tapi untuk siapa? (***)

Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 30/12/2024

× Image