Ini Inovasi Manfaatkan AI Dukung Skrining Kanker Serviks yang Lebih Nyaman dan Efektif
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Inovasi Cervivai karya kolaborasi mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dengan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), meraih penghargaan Young Innovators Award pada World Innovation Summit for Health (WISH) 2024 di Doha, Qatar.
Inovasi tersebut memanfaatkan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam mendukung skrining kanker serviks yang lebih nyaman dan efektif.
Tim Cervivai terdiri atas alumni Fakultas Kedokteran UI dr Mutiara Auliya Firdausy, mahasiswa FKUI Sandra Princessa dan mahasiswa Fakultas Teknik (FT) UI Karmila Putri M.
Tiga mahasiswa dari ITB dalam tim tersebut adalah Ayya Azzahra, Nur Mutmainna Rahim, dan Ines Siti Sarah.
Karya inovasi yang telah mereka ciptakan berjudul “Cervivai: AI Enhanced Cervical Cancer Detection Speculum with VIA Testing”, dikerjakan dengan bimibingan staf pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM Prof Dr dr Junita Indarti, SpOG(K).
Menurut dr Mutiara, pengembangan Cervivai dimulai pada Januari 2024 dengan fokus pada peningkatan akurasi diagnosis berbasis AI dan pengembangan model spekulum.
Tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah pengumpulan data dengan jumlah yang dibutuhkan untuk pembuatan AI agar memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi.
“Terkait hal tersebut, hingga saat ini tim masih terus berupaya meningkatkan akurasi prediksi,” terangnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Cervivai merupakan inovasi skrining kanker serviks menggunakan spekulum berbahan silikon yang terintegrasi dengan kamera berbasis AI.
Teknologi ini mampu memprediksi tingkat keparahan kanker serviks berdasarkan hasil pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
Dokter Mutiara dan tim berharap inovasi ini mampu memberikan alternatif yang lebih nyaman, akurat, dan mudah diakses bagi perempuan untuk melakukan skrining kanker serviks secara rutin.
“Alhamdulillah, saat ini penelitian Cervivai sedang dalam tahap peningkatan akurasi diagnosis teknologi AI dan pengembangan model spekulum. Rencana kedepannya, Cervivai akan mulai melakukan pilot project di pertengahan tahun 2025," ucapnya.
Pihaknya, lanjut dr Mutiara, berharap, inovasi ini dapat diimplementasikan dalam program skrining kanker serviks nasional di Indonesia dan negara lain dengan angka mortalitas kanker serviks yang tinggi.
"Selain itu, kami ingin meningkatkan cakupan skrining nasional dan memberikan pengalaman yang lebih nyaman bagi perempuan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin,” terangnya.
Adapun, Sandra Princessa menceritakan latar belakang pengembangan inovasi ini didorong oleh fakta bahwa cakupan skrining kanker serviks di Indonesia masih rendah, padahal saran untuk melakukan skrining kanker serviks seharusnya rutin setiap tiga tahun sekali.
"Perempuan merasa takut untuk skrining kanker serviks karena dalam metodenya melibatkan aktivitas memasukkan spekulum berbahan logam atau plastik yang menyebabkan nyeri dan rasa tidak nyaman. Maka dari itu, kami mengembangkan spekulum berbahan silikon untuk membuat perempuan lebih nyaman melakukan skrining kanker serviks rutin,” ungkapnya.
Dekan FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, menyampaikan, prestasi Tim Cervivai di ajang WISH 2024 tidak hanya menjadi kebanggaan FKUI, tetapi juga menunjukkan kekuatan kolaborasi multidisiplin dalam menciptakan solusi inovatif di bidang kesehatan.
"Kami sangat mengapresiasi kerja sama luar biasa antara mahasiswa dari berbagai bidang seperti kedokteran, teknik, dan bisnis. Terima kasih juga kepada Prof Dr dr Junita Indarti, SpOG(K), yang telah membimbing tim ini dengan dedikasi penuh. Semoga inovasi ini dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan perempuan, baik di Indonesia maupun di tingkat global," tuturnya
WISH adalah konferensi ilmiah kesehatan tahunan yang diselenggarakan oleh Qatar Foundation dan Qatar Research Development and Innovation Council (QRDI).
Tahun ini yang diselenggarakan pada Kamis (14/11/2024) lalu, merupakan penyelenggaraan WISH yang ke-7 dengan tema “Humanizing Health: Conflict, Equity, and Resilience”.
Dari ribuan proposal yang diterima, hanya tujuh tim dari berbagai negara yang berhasil meraih penghargaan dalam kategori Young Innovators Award. Selain Indonesia, tim lainnya berasal dari Singapura, Italia, India, Qatar, Lebanon, dan Inggris. (***)