Gedor Depok, Puisi Seratus Penyair Indonesia
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Buku antologi atau kumpulan puisi yang diberi nama Gedor Depok dan berisi 100 puisi karya para penyair dari seluruh Indonesia, telah diluncurkan pada Sabtu 23 November 2024 di Mini Stage Under Fly Over, Jalan Arief Rahman Hakim (ARH) Kota Depok.
Penyelenggara sekaligus penerbit dari kegiatan ini bernama Koloni (Kelompok Seniman Ngopi Semeja) yang merupakan gabungan seniman/sastrawan (penyair, penulis, pelukis) Kota Depok.
Seratus penyair yang menuliskan puisi mereka, tidak hanya berbicara tentang keberadaan Kota Depok saja, namun menuturkan juga tentang situasi terdahulu dan kini dari sebuah kota yang awalnya merupakan tanah perkebunan dan dibeli oleh Cornelis Chastelein seorang ahli tata buku di zaman VOC yang berasal dari perpaduan Belanda dan Prancis pada 18 Mei 1691.
Di dalam novel yang berjudul Depok, Tentang Ibuku, Kota Depok, Feminisme dan Filsafat Kehidupan yang ditulis oleh Fanny Jonathans Poyk, novel itu juga bercerita bagaimana awal didirikannya kota yang sekarang menjadi tempat hunian sebagian masyarakat Indonesia yang rata-rata mencari nafkah di Jakarta.
Mengilas balik sejarah buku antologi puisi Gedor Depok, bagi mereka yang pernah merasakan kisah perjuangan para pejuang kemerdekaan di tahun 1945 tentunya ada kenangan yang tersisa tentang peristiwa itu.
Penderitaan akibat dari situasi tentang perjuangan kemerdekaan yang menggiring kepada kisruh sosial akibat dari kesenjangan kehidupan antara masyarakat yang mampu dan tidak mampu, juga menjadi salah satu masalah yang menggiring rasa cemburu di masa itu. Tentunya nilai-nilai perjuangan agar Indonesia merdeka menjadi hal yang paling utama.
Para pembicara yang terdiri dari Remy Novaris Dm, Muhammad Ibrahim Ilyas, Rini Intama (moderator) dan pencetus terbitnya buku antologi Gedor Depok Badri Aq serta Jimmy Johansyah, menyimpulkan hal yang sama tentang buku antologi ini, mereka berkomitmen bahwa puisi dalam hal ini sastra, bebas dari susupan beragam kepentingan dan apriori pribadi yang berkaitan dengan SARA termasuk politik.
Komitmen 100 penyair yang menulis puisi ini, hamper sejalan dengan yang diucapkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti tentang pentingnya sastra sebagai sarana membangun mimpi dan imajinasi bagi anak muda Indonesia pada acara temu sastrawan dari seluruh Indonesia dengan tema Ngariung Bersama Menteri, di Badan Bahasa, Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Pernyataan Mendikdasmen tersebut menunjukkan bahwa sastra memiliki peranan penting bagi kehidupan generasi muda ke depannya.
Dan, dunia sastra atau literasi menjadi ikon yang dihargai oleh seluruh kaum intelektual yang bergerak di dunia kata-kata seperti penghargaan Nobel Sastra Dunia kepada novelis Korea Selatan Han Kang di dalam bukunya yang berjudul The Vegetarian. Karena manusia yang berbudaya adalah manusia yang bisa membaca dan paham tentang arti kehidupan yang kelak bisa dituliskan serta diwarisi kepada generasi berikutnya.
Di tengah riuhnya suara kendaraan yang berbaur dengan bunyi mobil ambulan, dan suara pengamen jalanan yang memperdengarkan suara gendang dangdut dari musik elektronik dengan pengeras suara yang cukup memekakkan telinga, diskusi serta peluncuran buku antologi Gedor Depok, berpadu dengan bunyi-bunyian yang memekakkan telinga tersebut.
Buku antologi yang berisi puisi-puisi indah dengan metafora dan majas yang menawan, sudah selayaknya memperoleh tempat yang sepadan dengan kreativitas yang ditulis oleh para penyair yang telah malang-melintang di dunia sastra selama berpuluh-puluh tahun tersebut.
Keberadaan para sastrawan, penyair dan penulis yang menetap di Depok seperti WS. Rendra, Taufik Ismail, Gerson Poyk, Adri Darmaji Woko, Fanny J Poyk, Sihar Ramses Simatupang, Asrizal Nur, Pipiet Senja dan yang lainnya, diharapkan memperoleh perhatian yang lebih menukik akan segenap aktivitas mereka.
Tempat untuk berekspresi pun sebaiknya memperoleh ijin yang luwes sehingga mereka bisa melaksanakan segenap aktivitas sastra dengan leluasa dan nyaman.
Sebab kiprah yang mereka lakukan dan membawa nama Indonesia hingga di dalam dan luar negeri melalui sastra, seharusnya memperoleh perhatian yang lebih serius dari Pemda setempat. Salam literasi. (***)
Penulis : Fanny J Poyk