Home > Info Kampus

Promosi Doktor, Resiko Viktimisasi AI Ditengah Revolusi Industri 4.0

Ferlansius mengkaji risiko yang dihadirkan oleh teknologi AI, khususnya fenomena Viktimisasi AI (VAI) yang selama ini kurang mendapat perhatian, terutama di luar konteks cybercrime.
Ferlansius Pangalila, mahasiswa Program Doktor Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), resmi menyandang gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Viktimisasi Artificial Intelligence di Era Revolusi Industri 4.0” (Foto: Dok Biro Humas & KIP UI)
Ferlansius Pangalila, mahasiswa Program Doktor Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), resmi menyandang gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Viktimisasi Artificial Intelligence di Era Revolusi Industri 4.0” (Foto: Dok Biro Humas & KIP UI)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Ferlansius Pangalila, mahasiswa Program Doktor Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP UI), resmi menyandang gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Viktimisasi Artificial Intelligence (AI) di Era Revolusi Industri 4.0”.

Dalam Sidang Promosi Doktor yang diadakan pada Kamis, 17 Oktober 2024, di Auditorium Juwono Sudarsono, Kampus UI Depok, Ferlansius mengangkat tema yang mengkaji dampak ambivalen pemanfaatan teknologi AI di tengah perkembangan Revolusi Industri 4.0.

Ferlansius mengkaji risiko yang dihadirkan oleh teknologi AI, khususnya fenomena Viktimisasi AI (VAI) yang selama ini kurang mendapat perhatian, terutama di luar konteks cybercrime.

Ia menggali interaksi dinamis antara pengguna dan struktur AI dalam kehidupan sehari-hari. Hasil analisis mengungkapkan bahwa VAI merupakan produk dari pola hubungan pengguna dan struktur AI yang dinamis dalam praktik kehidupan sehari-hari.

"Adanya faktor endogen dan faktor eksogen yang mempengaruhi, meliputi ketergantungan terhadap teknologi AI, kerentanan data dan karakter personal, keterpaksaan situasional akibat kebijakan terkait AI, dan kewajiban sistem dalam berbagai model AI,” ujar Ferlensius dalam keterangan yang diterima, Sabtu (26/10/2024).

Ferlansius mengambil beberapa contoh kasus yang memperkuat penelitiannya, seperti kegagalan teknologi autopilot Tesla yang menyebabkan korban jiwa dan skandal Cambridge Analytica dalam Pemilu Amerika Serikat 2016.

"Kedua contoh ini menunjukkan bagaimana penggunaan AI tanpa regulasi yang tepat dapat membawa risiko yang sangat serius bagi masyarakat," katanya.

Disertasi ini juga menunjukkan bahwa AI turut andil dalam menciptakan ketidaksetaraan sosial, terutama melalui proses otomatisasi, digitalisasi, dan instrumentalisasi yang dapat meningkatkan kerentanan bagi kelompok tertentu.

Oleh sebab itu, Ferlansius menekankan pentingnya regulasi yang lebih mendalam dalam penggunaan AI.

"Pentingnya kebijakan hukum yang lebih mendalam untuk memastikan bahwa penggunaan AI dilakukan secara etis dan bertanggung jawab serta kolaborasi lintas disiplin untuk mengatasi risiko dan kompleksitas yang dihadirkan AI dalam kehidupan masyarakat modern,” tuturnya.

Ferlansius berharap penelitian ini akan membuka jalan bagi lebih banyak penelitian interdisipliner terkait AI, etika, dan regulasinya di masa mendatang, sekaligus menjadi landasan penting dalam pengembangan kebijakan AI yang lebih aman dan bertanggung jawab.

Sidang promosi tersebut dipimpin oleh Dekan FISIP UI, Prof Dr Semiarto Aji Purwanto, dengan Prof. Adrianus Eliasta Meliala, PhD sebagai Promotor dan Dr Vinita Susanti sebagai Ko-Promotor.

Sidang juga dihadiri oleh para penguji eksternal dan internal, yaitu RM Wibawanto Nugroho Widodo, PhD, Prof Dr der Soz Rochman Achwan, MDS, Dr Ni Made Martini Puteri dan Prof Dr Muhammad Mustofa. (***)

× Image