Home > Nasional

Sulit Bentuk Zaken Kabinet, Prabowo Tetap Anut Politik Akomodatif

Zaken kabinet ditentukan oleh kualitas menteri yang ditunjuk, bukan kuantitasnya.
Presiden Terpilih Prabowo Subianto. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Presiden Terpilih Prabowo Subianto. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Pemanggilan 49 orang menghadap Prabowo Subianto, Senin (14/10/2024) kemarin, tentu belum mencerminkan zaken kabinet. Hal itu dicetuskan Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga yang meragukan sejumlah nama yang dipanggil presiden terpilih Prabowo.

Menurut pengamat yang biasa disapa Jamil ini, zaken kabinet tidak mempersoalkan banyaknya jumlah menteri dalam kabinet. Zaken kabinet ditentukan oleh kualitas menteri yang ditunjuk, bukan kuantitasnya.

"Jadi, melihat nama-nama yang dipanggil Prabowo, sebagian tentu diragukan kualitasnya. Padahal zaken kabinet itu harus diisi orang yang ahli di bidangnya, sehingga ia profesional saat menjalankan profesinya," ungkap Jamil kepada RUZKA INDONESIA, Selasa (15/10/2024) pagi.

Jamil melihat, sebagian nama-nama yang dipanggil Prabowo masih jauh dari kriteria zaken kabinet. Sebagian dari nama-nama itu justru mementahkan keinginan membentuk zaken kabinet.

"Prabowo tampaknya bukan ingin mewujudkan zaken kabinet. Prabowo justru ingin melaksanakan politik akomodatif," tegasnya.

Dengan politik akomodatif, Prabowo berupaya merangkul berbagai elite yang mencerminkan kekuatan sosial, budaya, dan politik di masyarakat. Upaya itu dilakukan agar kabinet Prabowo mencerminkan mininya kekuataan sosial, budaya, dan politik masyarakat Indonesia.

"Politik akomodatif itu tampaknya memang garis politik yang diambil Prabowo. Sebagai mantan tentara, ia memang ingin stabilitas politik yang kondusif," tandas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Jamil menambahkan, Prabowo meyakini pembangunan hanya akan berjalan maksimal bila politik kondusif. Ini dapat diperolehnya dengan merangkul elite berbagai latar belakang yang mencerminkan kekuatan sosial, budaya, dan politik di tanah air.

Dengan menganut politik akomodatif, tentu sulit bagi Prabowo mewujudkan zaken kabinet. "Prabowo mau tidak mau harus mengakomodir berbagai kepentingan di tengah masyarakat. Ini sebabnya Prabowo memilih kabinet gemuk dengan mengabaikan keahlian dan profesionalisme sebagian calon menterinya," pungkas Jamil. (***)

× Image