Home > Iptek

Indonesia Perlu Tingkatkan Akses dan Kualitas Fixed Broadband

Indonesia berada pada peringkat ke-3 terbawah dari 11 negara pada kecepatan unduh internet fixed broadband terkencang di Asia Tenggara per Desember 2023.
Ilustrasi jaringan fixed broadband. (Foto: Ist)
Ilustrasi jaringan fixed broadband. (Foto: Ist)

RUZKA INDONESIA - Indonesia perlu meningkatkan jaringan fixed broadband (jaringan pita lebar tetap) untuk mengoptimalkan kualitas berbagai pelayanan, seperti pendidikan, keuangan digital, e-commerce, dan layanan pemerintahan.

Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah melalui kebijakan infrastructure sharing, di mana berbagai pihak yang terlibat dapat berbagi sumber daya, adalah untuk memaksimalkan hasil yang dicapai.

“Contoh konkret adalah tingginya biaya rolling out atau penggelaran kabel fiber optik. Misalnya, sering sekali ada galian baru. Hari ini fiber optiknya perusahaan A, besok ada fiber optik dari perusahaan lainnya. Biayanya tinggi dan menimbulkan kerugian seperti kemacetan dan terganggunya pelayanan publik lainnya,” ungkap Peneliti Center for Indonesian Policy Studies(CIPS), Muhammad Nidhal di Jakarta, Kamis (4/7/2024).

Pada praktiknya, pemerintah cukup menyediakan satu kabel dan disewakan kepada pihak swasta. Yang terjadi saat ini adalah setiap perusahaan penyedia fixed broadband harus membangun jaringan kabel dan fiber optik sendiri. Untuk itu, solusinya adalah melalui shared infrastructure.

Shared infrastructure adalah kemitraan yang melibatkan beberapa pihak dalam pembangunan infrastruktur pendukung, seperti menara, lokasi pembangunan, gorong-gorong dan tiang. Misalnya saja dalam membangun sebuah menara jaringan 4G, maka komponen yang dibutuhkan dalam pembangunan menara tersebut dapat ditanggung oleh beberapa operator yang terlibat.

Laporan Databoks 2023 menunjukkan, Indonesia berada pada peringkat ke-3 terbawah dari 11 negara pada kecepatan unduh internet fixed broadband terkencang di Asia Tenggara per Desember 2023. Indonesia hanya lebih baik dari Myanmar dan Timor Leste yang berada di peringkat ke-10 dan ke-11.

Infrastruktur digital juga harus dimanfaatkan secara optimal dengan tata kelola yang berlandaskan pada asas berkelanjutan dan pemerataan pembangunan.

Untuk itu, pemerintah perlu memaksimalkan penerapan peta jalan digital yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga. Kolaborasi dan sinkronisasi tujuan nasional menjadi sentral.

Peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga sangat penting untuk memaksimalkan potensi pengembangan ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan mencapai US$220-360 miliar pada 2030.

Optimalisasi penguasaan literasi digital, inklusi digital serta inklusi keuangan dalam pemanfaatan berbagai inovasi produk dan layanan digital hanya bisa terealisasi apabila kondisi infrastruktur digital telah memadai.

“Karenanya, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis dalam mempercepat pembangunan infrastruktur digital dari hulu (lapisan backbone dan middle mile) hingga hilir (last mile) untuk memperbaiki keterjangkauan dan kualitas konektivitas internet untuk masa depan digital Indonesia yang lebih baik,” tegas Nidhal.

Topik ini akan turut dibahas pada Digiweek, sebuah event tahunan CIPS yang khusus mewadahi perkembangan isu-isu digital di Indonesia. Pada pelaksanaannya yang kelima kali ini, Digiweek akan dilaksanakan pada 15-19 Juli 2024 di Hotel Le Meridien, Jakarta. Event yang akan menampilkan sesi online dan offline ini diharapkan bisa memunculkan berbagai perspektif dan rekomendasi yang bermanfaat untuk digitalisasi di Indonesia. ***

× Image