Koregulasi, Opsi Ideal Atasi Risiko dan Tantangan Transformasi Digital
RUZKA INDONESIA - Digitalisasi yang melanda berbagai sektor mentransformasikan sektor-sektor tersebut pada kinerja dan pelayanan yang saling terhubung satu sama lain. Perluasan ini membutuhkan koregulasi untuk mengatasi risiko dan tantangan dari transformasi tadi.
Koregulasi atau pelibatan semua pihak, adalah proses pembagian peran dan tanggung jawab dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan. Pendekatan ini bertujuan untuk mendorong transformasi ekonomi digital Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.
“Upaya koregulasi di Indonesia masih perlu diperluas ke sektor-sektor ‘emerging’ lainnya, termasuk dalam industri hijau, agritech, smart transportation, telemedicine, serta solusi digital lainnya yang berbasis kecerdasan buatan,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Muhammad Nidhal di Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Ia menambahkan, koregulasi yang juga disebut sebagai pengaturan bersama, fokus pada kolaborasi pemerintah-swasta dalam pembuatan, pengadopsian, penegakan, dan evaluasi kebijakan.
Pendekatan koregulasi bermanfaat untuk mengembangkan ekosistem ekonomi digital karena dapat memastikan tersedianya data dan pengetahuan yang diperlukan negara dari pemangku kepentingan lintas sektor. Selain itu, koregulasi dapat menciptakan mekanisme dialog dan juga memungkinkan adanya adaptasi regulasi yang mendukung inovasi.
Terlebih, koregulasi dapat menyeimbangkan kepentingan organisasi internasional, pemerintah nasional, dunia usaha, dan masyarakat sipil. Pendekatan multipihak semacam ini dapat memenuhi tujuan bersama negara dan sektor swasta dalam pengaturan ruang digital Indonesia yang terus berkembang.
Untuk mengarusutamakan pengaturan bersama dalam ekonomi digital, pendekatan koregulasi perlu didukung secara nasional dengan komitmen yang dapat dituangkan dalam peta jalan dan arah strategi nasional yang jelas dan lintas kementerian. Hal ini sangat penting mengingat digitalisasi ekonomi maupun transformasi digital secara keseluruhan menjadi bagian dari kewenangan beberapa kementerian/lembaga pemerintahan sekaligus.
Sejauh ini, sebut Nidhal, koregulasi sudah berjalan di sektor keuangan. Dua regulator keuangan, yaitu Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia, sudah menerapkannya dengan membentuk dan memberikan mandat kepada asosiasi industri untuk bertindak sebagai self-regulatory organization (SRO) atau organisasi regulator mandiri untuk menerbitkan dan menegakkan standar-standar teknis seperti kode etik dan pedoman perilaku bagi industri terkait.
Dalam implementasi kebijakan, lanjut Nidhal, proses formal untuk berbagi tanggung jawab antara publik dan swasta juga harus ditetapkan. Melibatkan para pelaku bisnis dan asosiasi dalam proses implementasi regulasi membantu memastikan regulasi tetap relevan dan dapat ditegakkan tanpa menghambat proses inovasi.
Fleksibilitas proses ini memungkinkan regulator mengakomodir perubahan pesat pada teknologi digital dan keberagaman model bisnis. Penggunaan regulatory sandbox adalah contoh praktis dan positif dari proses semacam itu sekaligus bentuk lainnya dari pendekatan koregulasi.
Mekanisme regulatory sandbox memberikan ruang inovasi kebijakan bagi pembuat kebijakan dan pelaku bisnis untuk terlibat dalam proses penemuan ide, pengujian risiko, dan eksperimen model bisnis baru dalam kerangka hukum yang bersifat sementara dengan risiko minimum.
Hasil penelitian CIPS terdahulu menunjukkan, terdapat empat bidang kebijakan ekonomi digital yang perlu menjadi fokus pemerintah. Keempat bidang tersebut adalah pelindungan konsumen digital, privasi data, keamanan siber dan infrastruktur digital (khususnya infrastruktur mobile dan fixed broadband).
Urgensi untuk memperhatikan keempat bidang tersebut bertambah seiring dengan meningkatnya kegiatan digital yang terjadi di Indonesia.
Kerangka peraturan perlindungan konsumen yang ada belum dapat mengakomodir keberagaman model bisnis yang muncul serta aspek pengaturan digitalnya. Pemerintah perlu meninjau kembali UU Perlindungan Konsumen secara khusus yang berkaitan dengan transaksi digital sekaligus memasukkan hak dan kewajiban konsumen e-commerce.
Pelanggaran data dan kejahatan digital yang semakin marak terjadi telah menunjukkan pentingnya perlindungan privasi data dan penguatan ekosistem keamanan siber. Efektivitas dari penerapan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) kini masih menunggu pembentukan Lembaga PDP yang hingga saat ini masih bergulir.
“Ketiadaan lembaga PDP yang independen menambah kebingungan apakah langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan kebocoran data sudah tepat atau belum,” tutupnya.
Koregulasi merupakah salah satu topik yang akan dibahas pada Digiweek, sebuah event tahunan CIPS yang khusus mewadahi perkembangan isu-isu digital di Indonesia. Pada pelaksanaannya yang kelima kali ini, Digiweek akan dilaksanakan pada 15-19 Juli 2024 di Hotel Le Meridien, Jakarta. Event yang akan menampilkan sesi online dan offline ini diharapkan bisa memunculkan berbagai perspektif dan rekomendasi yang bermanfaat untuk digitalisasi di Indonesia. ***