Mengadili Perempuan Berhadapan Hukum Harus Diperlakukan Adil
RUZKA INDONESIA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) memandang hakim harus memahami asas penghargaan atas harkat dan martabat manusia, non-diskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam menangani kasus perempuan berhadapan dengan hukum.
"Kami menilai hakim tunggal yang melakukan pemeriksaan dan putusan permohonan praperadilan ini belum mempertimbangkan obyek praperadilan yang dimohonkan dalam perkara ini, yaitu tidak sahnya penetapan tersangka dan tidak sahnya penangkapan, terlebih keberadaan praperadilan ini merupakan bentuk check and balance atau pengawasan terhadap proses penegakan hukum yang harus menjamin perlindungan hak asasi manusia," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian PPPA, Margareth Robin Korwa dalam keterangan di Jakarta, kemarin.
Hal itu dikatakan saat pihaknya mendampingi AP dalam sidang gugatan praperadilan yang dimohonkan AP.
AP adalah perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilaporkan atas kasus pelanggaran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) setelah dugaan perselingkuhan dan KDRT yang dilakukan oleh suaminya mencuat di sosial media.
Pendampingan dilakukan untuk memastikan implementasi Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum yang menjelaskan bahwa perempuan berhadapan dengan hukum adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi, dan perempuan sebagai pihak (dalam perkara perdata).
"Peraturan MA ini memberikan panduan kepada hakim agar mampu memahami prinsip-prinsip mengadili perempuan berhadapan dengan hukum, mengidentifikasi situasi perlakuan yang tidak setara sehingga mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan, dan menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 3," kata Margareth Robin Korwa.
Selain itu Peraturan MA itu juga bertujuan untuk mengisi kekosongan aturan yang harus dipedomani oleh hakim dalam mengadili perkara yang melibatkan perempuan berhadapan dengan hukum.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Denpasar Kelas IA menolak gugatan praperadilan yang dimohonkan AP. Putusan penolakan itu dibacakan hakim tunggal Ni Made Oktimandiani. (**)