Tingkatkan Ibadah, Coba Belajar Jadi Imam Shalat
ruzka.republika.co.id--Yuk, kita tingkatkan diri dalam urusan sholat, tidak jadi makmum terus. Tapi berusaha jadi imam. Belajar jadi imam. Sebab sesekali kita juga kadang dihadapkan pada situasi di mana kita kudu juga jadi imam. Paling tidak imam buat istri dan anak-anak kita. Ini buat para ayah. Setidaknya buat para ibu, imam ketika mengimami anak-anak perempuannya di rumah.
Bisa jadi selama ini Saudara nggak pernah jadi imam. Jadi makmum teruss. Tapi Alhamdulillah. Itu tandanya masih shalat. Berjamaah lagi.Namun tentu saja, jadi manusia itu kan kudu meningkatkan diri. Sesekali kemudian maju jadi imam.
Tentu saja jika bacaannya sudah ditahsin, sudah ikut dauroh-dauroh tajwid.Saya bercanda ketika ceramah tentang One Day One Ayat. Ketika hafal Surah Yaasin, ya coba maju jadi imam. Meskipun baru 7 hari. Sebab 7 hari udah bisa dibelah menjadi 4-3. Empat di rakaat pertama, 3 di rakaat yang kedua.
Datanglah ke masjid. Dan samperin ustadz-nya. “Ustadz, saya jadi imam ya magrib nanti ” Masa iya nggak boleh, kan? insyaAllah boleh. Sebelum adzan magrib sudah datang. Sebab jadi imam, biasanya telat mulu datengnya. Atau malah nggak pernah datang ke masjid.
Kali ini datang sebelum adzan. Setelah bilal qomat, Saudara dipersilahkan maju, dengan isyarat gerakan tangan. Maju dah saudara dengan penuh percaya diri.
Boleh jadi buat sebagian orang, ini pengalaman pertama jadi imam magrib. Biasanya ga berani. Beraninya hanya imam dhuhur dan ashar. Ga bunyi. Berdiri di atas sajadah imam. “Jangan lupa berdehem ” canda saya.
“Modalnya imam, berdehem sebelum memulai memimpin shalat ” Tentu saja saya bercanda. Doa adalah modalnya. Basmalah adalah modalnya. Nawaitu yang benar adalah modalnya. Tapi banyak imam yang berdehem di awal shalat, hehehe. kasih tahu jamaah semua, “Minta maaf ya Saya yang jadi imam ”.
Sambil nengok ke belakang, ke jamaah. Dan kasih tahu jamaah sekalian, “InsyaAllah kita akan baca surah Yaasin. ”Dijamin akan ada jamaah yang terkesiap. Kaget. Di sari-sarinya imam magrib baca Yaasin. Tidak ada yang tahu bahwa imam yang satu ini hanya berniat baca samapi 7 ayat saja, he he he.
Saya bercanda di dalam CD One Day One Ayat. Bahwa bisa jadi ada makmum yang garuk-garuk kepala. “Kelamaan niy ”. Hehehe, Magrib kok ya Yaasin.
Mulailah saudara takbir. Dan, kemudian jamaah mendengar imam membaca Yaasin. Tapi hanya 4 ayat, hehehe. langsung ruku’. Jamaah yang nggak siap dengan hanya membaca Yaasin sedikit, siap lama. Ternyata baru sekejap udah ruku’. Ruku’lah semua. Ngikutin imam.
Rakaat kedua, nyambung ayat 5 s.d 7. Shalat magrib selesai. Setelah usai wirid dan dzikir, lalu salam-salaman, nanti ada yang bertanya, “Mas, kok baca Yaasinnya tanggung bener..?” Jawab dengan meyakinkan. “Baru 7 hari ”. Hahaha.Tentu saja bercanda. Ini hanya ceramah saya. Namun tidak ada salahnya menjajal. Saudara yang sedang menghafal, carilah guru tahsin. Ditahsin bacaannya. Kemudian jajal jadi imam. Setidaknya buat keluarga sendiri. Jajal.
Di CD One Day One Ayat, saya masih becanda. Habis itu ngilang lagi. Muncul-muncul pekan depannya. Dalam keadaan Yasinnya udah hafal 14 ayat. Formasi sahalatnya : 7-7. 7 ayat di rakaat yang pertama. 7 ayat di rakaat kedua. insyaAllah saudara masih boleh jadi imam. Tapi kalau pekan ketiga masih pengen jadi imam, dengan membaca Yaasin, DKM (Takmis Masjid) kayaknya nolak deh.
"Jangan ya Mas. Mas kalau mau ngimamin Isya aja nanti..”. DKM “membaca”, bahwa saudara ngejajal hafalan saudara dengan langsung menjadi imam. Itu pun kalau minggu kelima, saudara sama sekali udah ga boleh si isya. Kasihan jamaah. Masing-masing ada keperluan. Ga boleh imam memberatkan jamaahnya. Lain hal di tanah suci. Jamaah shalat emang udah siap shalat panjang-panjang.
Saudaraku yang dirahmati Allah, apa yang menjadi ruh dari tulisan kali ini? Ruhnya adalah, semoga kita bisa meningkatkan diri kita. Jangan sampai ketika imam nggak ada, makmum perebut omongan, tentang siapa yang menjadi imam. Maen pesuruh-suruh. Nggak ada yang maju jadi imam, ntar shalat berjamaah akhirnya bubar, nggak jadi dilaksanakan, dan akhirnya shalat sendiri-sendiri.
Ini bukan tidak mungkin terjadi. Bisa jadi ini akan terjadi, manakala kita tidak menyiapkan diri, dan tidak menyiapkan anak-anak kita menjadi imam.Di lain hal, saya melihat ada yang berani menjadi imam, dan “ditokohkan” dengan menjadi DKM, tapi kemudian bacaannya ketika menjadi imam, kacau balau. Dijadikan dia ini sebagai tokoh, sebab ketuaannya aja, atau sebab tanah masjid dulu tanah wakaf ayahnya.Dan yang tidak kalah pentingnya, adalah menjadikan anak-anak kita siap menjadi imam.
Imam bagi anak keturunan kita. InsyaAllah saudara akan meneteskan air mata, manakala berkunjung ke perusahaan di mana anak saudara yang memiliki itu perusahaan, ketika shalat, yang menjadi imam adalah anak saudara.
Subhaanallaah.Bagaimana anak kita di masa depan, adalah wajah pendidikan kita tatkala anak-anak masih kecil dan remaja. Baarakallaahu fiikum wa fii aulaadikum. Semoga Allah memberkahi saudara dan anak keturunan saudara semuanya. Aamiin.
(Tulisan dikutip dari Program Pembibitan Penghafal Al-Qur’an Daarul Qur’an Cabang Bogor Cianjur Sukabumi. Kantor: Jl. Pandu Raya No 140 Bantarjati, Bogor. Call Center: 0251 – 8322 355. SMS Center: 081380303380. Website: http://pppa.or.id.)