Dukung Tempo, Aliansi Masyarakat Sipil Berunjuk Rasa Lawan Gugatan Mentan Amran Sulaiman

RUZKA–REPUBLIKA NETWORK – Aliansi Masyarakat Sipil menggelar unjuk rasa untuk mendukung Tempo dalam gugatan yang dilayangkan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Dalam aksi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (03/11/2025), dipicu oleh Mentan Amran Sulaiman yang melayangkan gugatan terkait motion graphic berita harian Tempo edisi 16 Mei 2025 berjudul ”Poles-Poles Beras Busuk”.
Tampak hadir perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, AJI Jakarta, Komite Keselamatan Jurnalis Indonesia, Amnesty International, serta sejumlah jurnalis Tempo. Pengunjuk rasa membawa beragam poster bertuliskan ”MENTAN AMRAN SULAIMAN TIDAK PUNYA HAK MENGGUGAT TEMPO”, ”LAWAN PEMBREDELAN GAYA BARU”, ”REZIM OTORITER TAKUT TERHADAP MEDIA YANG KRITIS”, hingga “PERS BUKAN HUMAS PEMERINTAH”.
Dalam orasinya, Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis Indonesia Erick Tanjung menilai, gugatan yang dilayangkan Mentan Amran Sulaiman disebutnya telah mengangkangi kewenangan Dewan Pers. Menurutnya, segala sengketa pemberitaan harusnya diselesaikan melalui mekanisme yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yakni lewat Dewan Pers.
Apa yang dilakukan Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian dengan menggugat Tempo tentunya telah mengangkangi kewenangan Dewan Pers. ”Itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang-undang!” tegasnya, seperti dilansir dari siaran kanal YouTube Tempo, Senin (03/11/2025).
Sementara Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida juga mengungkapkan hal senada di sela orasinya. Disebutkannya, pihak yang berwenang menyelesaikan sengketa pers adalah Dewan Pers. ”Kami ingin memberitahukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bahwa kasus Tempo tidak bisa diselesaikan melalui pengadilan,” tandas Nany.
Nany menjelaskan, dengan menggungat media ke pengadilan adalah cara sesat pikir dan tidak dapat dibenarkan, serta meminta semua pihak kembali belajar menghadapi media. ”Semua orang harus belajar kembali bagaimana cara supaya tahu bahwa media itu adalah anjing penjaga,” ujarnya.
Bahkan kepada sejumlah pihak yang tak tahan dikritik, dimintanya agar segera mundur. ”Kalau tidak tahan dikritik, silakan mundur. Jangan khawatir. Silakan mundur. Tidak ada rasa malu di situ,” cetusnya.
Tindakan yang dilakukan Amran ini, tambah Nany, merupakan yang kedua kalinya. ”Sekali itu di Makassar juga ingin membangkrutkan media dan sekarang Tempo,” katanya seraya mengingatkan bahwa gugatan ke Tempo hanya satu contoh dan nanti ke depannya media-media lain akan mengalami hal yang sama.
”Media-media lain bila melakukan perbuatan kritis bisa dibawa ke pengadilan. Benar, teman-teman?” katanya.
Sementara Amnesty International Indonesia ikut bersolidaritas dalam demontrasi masyarakat sipil atas gugatan senilai Rp 200 miliar yang dilayangkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman kepada Tempo.
"Melalui kesempatan ini, kami Amnesty International bersolidaritas terhadap jurnalis. Karena tanpa jurnalis, tidak ada yang namanya kebebasan sipil," jelas Juru Kampanye Amnesty International Indonesia, Satya Azyumar.
Satya menambahkan, untuk sekian kali, negara melakukan tindakan hukum terhadap orang-orang yang seharusnya menjaga demokrasi Indonesia. Padahal, tanpa perjuangan jurnalis puluhan tahun lalu, masyarakat dapat berkumpul dan bebas berpendapat.
"Nyatanya, 27 tahun setelah reformasi, kita masih harus berdiri di sini, menuntut untuk kebebaaan pers. Artinya tidak ada perubahan dari yang namanya Soeharto hingga sekarang yang dipimpin Prabowo, betul?" serunya.
Satya pun mengungkap data Amnesty International bahwa dalam lima tahun terakhir, serangan yang paling banyak dilakukan negara khususnya aparat kepolisian, ditujukan kepada para jurnalis dan masyarakat adat. "Tidak hanya kekerasan fisik, namun juga kriminalisasi, tindakan hukum, dan itu masih kita lihat, terjadi sampai sekarang," ujar Satya.
Seperti diketahui, perkara gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman kepada Tempo terdaftar dengan nomor 684/Pdt.G/ 2025/PN JKT SEL. Dalam perkara itu, tergugat dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum kepada penggugat. Sehingga Kementerian Pertanian mengalami kerugian baik materil maupun immateril.
Bahkan Amran menuntut ganti rugi materiil senilai Rp 19.173.000 yang disebutnya jumlah tersebut dinilai perlu untuk biaya mencari dan mengumpulkan data-data terkait pemberitaan media dan rapat kegiatan pertemuan ihwal perbuatan yang dituduhkan kepada Tempo.
Tempo juga diminta membayar Rp 200 miliar sebagai ganti rugi immateril. Menurut Amran, perbuatan Tempo berdampak pada penurunan kinerja Kementerian Pertanian, mengganggu keberjalanan program dan kegiatan, serta berdampak pada kepercayaan publik terhadap Kementerian Pertanian.
Sementara Kuasa hukum Tempo, Mustafa Layong, menyebutkan bahwa perkara ini bermula ketika Menteri Pertanian Amran Sulaiman mempersoalkan poster berita Tempo ihwal kebijakan pengelolaan beras oleh kementerian yang diberi judul “Poles-Poles Beras Busuk”. Amran, ungkap Mustafa Layong, menanggapi judul tersebut bermasalah karena dianggap mengganggu kredibilitas kementerian dan mengadukannya ke Dewan Pers.
Menteri Pertanian mempersoalkan kata "busuk" dalam judul poster artikel tersebut. Menurut Wakil Pemimpin Redaksi Tempo Bagja Hidayat, seperti dikutip dari pemberitaan Tempo, Senin (03/11/2025), kata busuk, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti "rusak".
Judul tersebut mewakili isi artikel yang mengungkap penyerapan gabah oleh Bulog melalui kebijakan any quality dengan harga tetap Rp 6.500 per kilogram. Akibat kebijakan ini, petani menyiram gabah yang berkualitas bagus agar bertambah berat sehingga gabah yang diserap Bulog pun menjadi rusak.
Kerusakan gabah ini diakui sendiri oleh Menteri Pertanian seperti dalam kutipan di artikel berjudul "Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah".
Setelah mediasi antara Tempo dan perwakilan Kementerian Pertanian, Dewan Pers menerbitkan Pernyataan, Penilaian, dan Rekomendasi (PPR). Tempo menerimanya pada 18 Juni 2025 dan melaksanakan seluruh rekomendasi itu sehari kemudian.
Lima poin dalam rekomendasi tersebut adalah mengganti judul di poster yang diunggah di akun Instagram Tempo; menyatakan permintaan maaf; serta melakukan moderasi konten. Sisa poin lainnya berbunyi agar Tempo melaporkan kembali ke Dewan Pers bahwa telah melaksanakan rekomendasi yang diberikan.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) itu mengatakan, tenggat waktu pemenuhan 2 × 24 jam sejak PPR diterima Tempo. Sehinggga pelaksanaan PPR oleh Tempo masih dalam rentang waktu yang tertuang dalam penilaian Dewan Pers.
Namun, kata Mustafa, Amran Sulaiman kembali mengajukan gugatan secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 Juli 2025 karena menganggap Tempo tak memenuhi rekomendasi Dewan Pers dan menuntut ganti rugi.
Saat ditemui usai persidangan pada 15 September 2025 untuk dimintai keterangan lebih lanjut, kuasa hukum Amran menolak memberikan komentar dan lanjut berjalan cepat meninggalkan area pengadilan. Chandra Muliawan, pengacara ini, meminta Tempo bertanya kepada Biro Hukum Kementerian Pertanian. (***)
