Buku Biografi Panglima TNI Jenderal Agus Subiayato: TNI Menata Peran dalam Konteks Negara Demokratis, Militer Berada di Bawah Kontrol Sipil

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (UNAS) Selamat Ginting mengungkapkan dari perspektif hubungan sipil‐militer, buku biografi Jenderal Agus Subiyanto membuka ruang untuk melihat seorang Panglima TNI menata perannya dalam konteks negara demokratis, di mana militer berada di bawah kontrol sipil.
"Oleh karena itu kisah pengabdian dan nilai bisa dipahami sebagai bagian dari perspektif komunikasi politik, TNI mendukung kerangka negara Pancasila, menjaga legitimasi sipil dan menuju profesionalisme militer," kata Selamat Ginting di Jakarta, Ahad (02/11/2025) sore.
Buku biografi Jenderal Agus Subiyanto berjudul "The Road of Faith: How Believe Shaped My Destiny", ditulis Valent Hartadi. Mengisahkan perjalanan hidup, karier militer, dan pembangunan karakter pribadi yang digambarkan sebagai perjalanan beriman (faith) dan pengabdian.
Hadir dalam acara tersebut antara lain: Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita, KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak, KSAL Laksamana Muhammad Ali, KSAU Marsekal Muhammad Tonny Harjono. Termasuk Wakil KSAD Letjen Saleh Mustafa, Wakil KSAL Laksdya Erwin S Aldedharma, dan Wakil KSAU Marsdya Tedi Rizalihadi.
Baca juga: Penyesuaian Harga BBM Non-Subsidi, Pertamax Series Tetap
Citra Pemimpin Militer
Menurut Selamat Ginting, buku yang mengambil narasi “iman” dan “keyakinan” sebagai elemen utama, berfungsi sebagai upaya membentuk citra pemimpin militer yang tidak hanya profesional secara militer, tetapi juga memiliki latar moral dan spiritual yang kuat.
Hal ini akan memberi efek politik bahwa pemimpin yang dipercaya bukan hanya karena jabatan, tetapi juga karena legitimasi moral.
Dari sisi soft power dan legitimasi kepemimpinan, penggambaran perjalanan pribadi yang mengandung unsur kesukaran, perjuangan, dan keberhasilan.
Buku ini berpotensi menjadi alat soft-power untuk memperkuat dukungan publik terhadap institusi militer.
Baca juga: Naif! Anggaran Pembangunan Masjid Agung Dibatalkan, Kental Politisasi
"Di era politik saat ini yang sangat bergantung pada citra, buku semacam ini efektif untuk memperluas basis dukungan dari publik kepada tokoh militer," ujar dosen tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAS itu.
Dikemukakan, implikasi politik jangka panjang dari buku ini akan muncul pertanyaan tentang arah kepemimpinan militer ke depan. Apakah akan lebih menonjol dalam ranah sipil atau tetap kuat pada ranah pertahanan?
Ginting menjelaskan, buku ini menegaskan nilai pengabdian dan kedaulatan, sekaligus menandakan militer hendak menegaskan peran strategis mereka dalam kerangka politik nasional dan bukan hanya sebagai “alat” pemerintahan.
Baca juga: Catatan Cak AT: Planet di Ujung Napas
Analisis Militer
Pada ranah militer, menurut Selamat Ginting, buku ini menghadirkan empat dimensi penting.
Pertama: Profesionalisme militer dan karakter pengabdian.
Bagian terbesar dari narasi ini bagaimana Agus Subiyanto menekankan pentingnya karakter (ketekunan, komitmen, nilai spiritual) dalam menjalankan tugas militer. Ini menunjukkan bahwa dalam militer modern Indonesia, selain kemampuan teknis, aspek “soft character” menjadi fokus.
Kedua: Peran militer dalam kedaulatan dan pertahanan negara.
Dengan latar belakang Agus Subiyanto yang mencapai puncak komando tertinggi, buku ini secara implisit menegaskan komitmen militer terhadap pertahanan negara dan kedaulatan. Fokus pada “pengabdian” dan “keyakinan” memperkuat bahwa militer melihat dirinya sebagai penjaga negara dalam arti luas—termasuk integritas nasional.
Ketiga: Militer dalam konteks perubahan sosial dan politik.
Buku ini muncul di saat militer Indonesia berada di persimpangan: antara tradisi lama dan tuntutan modernisasi serta profesionalisme dalam sistem demokrasi. Narasi Agus menyiratkan militer harus adaptif, namun tidak kehilangan jati dirinya sebagai institusi pertahanan yang solid.
Keempat: Kepemimpinan strategis dan budaya militer.
Kisah perjalanan Agus memberi gambaran bagaimana budaya militer dikembangkan dari nilai individu (ketakwaan, komitmen) hingga budaya organisasi (pengabdian, loyalitas, negara).
Hal ini penting karena budaya militer berpengaruh besar pada kesiapan operasional, manajemen konflik internal, dan hubungan dengan masyarakat.
Baca juga: Nyanyikan Lagu Kill This Love, BlackPink Guncang GBK
Politik-Militer dan Implikasinya
Buku ini bukan sekadar biografi pribadi, tetapi dapat dilihat sebagai sinyal politik-militer yang lebih besar. Militer ingin menunjukkan mereka tidak hanya aktor pertahanan keamanan negara saja, tetapi juga bagian dari proses pembangunan nasional dan kebijakan strategis.
Narasi keimanan dalam buku ini, punya efek legitimasi tambahan. Dalam konteks Indonesia sebagai negara yang religius, keberpihakan moral dalam diri tentara menjadi faktor penting dalam kepemimpinan. Ini dapat memperkuat dukungan masyarakat sipil terhadap institusi militer.
"Buku ini harus dibaca dengan kesadaran bahwa militer tetap berada dalam kerangka negara sipil demokratis," tutup Ginting. (***)
