Sambut Hari Pangan Sedunia, Swara SeadaNya Promosikan Bahan Pangan Lokal Lewat Musik Etnik

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Kelompok musik etnik Swara SeadaNya mementaskan musikalisasi puisi dengan repertoar berjudul “Perut Bumi Nusantara” karya Ayie Suminar dalam acara Majelis Nyala Purnama #6 yang diadakan dalam rangka menyambut Hari Pangan Sedunia (16 Oktober 2025) di Makara Art Center Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu (08/10/2025).
Dalam acara yang diprakarsai oleh Direktorat Kebudayaan Universitas Indonesia, Komoenitas Makara, dan Urban Spiritual Indonesia ini Swara SeadaNya bercerita lewat nada tentang keberagaman bahan pangan lokal yang seharusnya menjadi sumber ketahanan pangan bangsa Indonesia.
Swara SeadaNya yang malam itu digawangi oleh Theressa Rida (Pembaca Mantra, penabuh Celempung, dan Lumpang), Gunawan Wicaksono (Pembaca Puisi), Asep Rachman Muchlas (Gitar Bass dan Karinding), Abrar Husin (Suling), dan Indonesiana Ayuningtyas (Tari Tradisional) membawakan repertoar tersebut dengan penuh khidmat.
Baca juga: Catatan Cak AT: Apartemen Molekuler Trio Nobelis
Komposisi musik pada pentas kali ini digarap oleh Asep Rachman Muchlas yang membagi dalam 3 segmen, yaitu segmen mantra dan tari, segmen puisi, dan segmen akhir.
Sementara itu Ayie Suminar sebagai penulis puisi sekaligus manajer Swara SeadaNya menambahkan: “Karya kami ini ingin mengajak pada seluruh rakyat Indonesia agar bangga pada negeri ini yang memiliki beraneka ragam bahan pangan lokal, bahan pangan yang lahir dari perut bumi kita sendiri ini lah yang nantinya akan mampu membentuk ketahanan pangan bagi bangsa ini”.
Baca juga: Mewujudkan Mimpi Kolektor: Koleksi Lengkap POP MART Labubu hingga Crybaby Hadir di LazMall
Berikut ini adalah puisi yang dibacakan pada repertoar berjudul “Perut Bumi Nusantara”:
Perut Bumi Nusantara
Di timur, sagu berdzikir dalam rumbia, di barat, jagung menua bersama matahari.
Di pegunungan, ubi menunggu dicabut dengan doa, di pesisir, keladi menyimpan garam cerita.
Setiap daerah tak menunggu kiriman, karena tanahnya sendiri telah menyiapkan pangkuan.
Ketahanan pangan bukan soal perut yang kenyang, tapi tentang mengenal diri dari ladang. Saat tubuh disuapi akar negeri, jiwa - jiwa tumbuh teduh, tidak ringkih oleh zaman.
Jiwa yang sehat melahirkan keyakinan yang kuat, dan keyakinan itulah yang akan mencipta sebuah bangsa yang hebat.
Dari pangan lokal lahir ketangguhan, dari ketangguhan tumbuhlah budaya yang tak pernah rentan.
Ketahanan pangan menjelma perisai, menjaga ingatan, harga diri, dan peradaban. Karena bangsa tak hanya berdiri dari gedung dan senjata, tetapi dari apa yang ia tanam, ia masak, ia doakan lalu ia wariskan. (***)