Badan Komunikasi Pemerintah Jangan Ulangi Kesalahan Kementerian Komunikasi dan Digital

RUZKA–REPUBLIKA NETWORK – Presidential Communication Office (PCO) atau Kantor Komunikasi Presiden yang bertransformasi menjadi Badan Komunikasi Pemerintah diharapkan dapat memperluas cakupan komunikasi publik, tidak hanya mengenai presiden tapi juga semua instansi pemerintah dari pusat hingga daerah dan sebaliknya.
Menurut Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Ubggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga, transformasi itu tentu mengejutkan karena selama ini yang menangani komunikasi publik adalah Kementerian Komunikasi dan Digital, khususnya Dirjen Komunikasi Publik dan Media. Karena itu, kalau dibentuk lagi badan komunikasi pemerintah, maka kesannya Dirjen Komunikasi Publik dan Media gagal melaksanakan tugas dan fungsinya.
"Kegagalan itu memang sudah terlihat sejak Ditjen Komunikasi Publik dan Media dipimpin Fifi Aleyda Yahya. Fifi yang berpengalaman di bidang broadcast terlihat tidak mempunyai visi yang baik terkait komunikasi publik," ungkap Jamil kepada RUZKA INDONESIA, Kamis (18/09/2025) petang.
Akibatnya, komunikasi publik berjalan seadanya. Komunikasi publik yang berjalan tidak mencapai sasaran.
Dirjen Komunikasi Publik dan Media justru lebih dominan membangun hubungan dengan media (media relations). Fokus ke media ini bisa jadi karena Fifi memang lama di media.
Jadi, lanjut Jamil, kegagalan pelaksanaan komunikasi publik oleh Kementerian Komunikasi dan Digital karena lemahnya visi menteri dan dirjennya mengenai komunikasi publik. Hal ini diharapkan tidak terulang di Badan Komunikasi Pemerintah yang dipimpin Angga Raka Prabowo.
"Masalahnya, Angga Raka Prabowo juga Wakil Menteri di Kementerian Komunikasi dan Digital. Karena itu, Angga Raka Prabowo juga bagian dari kegagalan Dirjen Komunikasi dan Media dalam mengelola komunikasi publik. Jadi, ada kekhawatiran Angga Raka Prabowo membawa konsep mengelola komunikasi publik dari Kementerian Komunikasi dan Digital ke Badan Komunikasi Pemerintah. Kalau hal ini nantinya terjadi, maka kegagalan yang sama berpeluang akan terulang kembali," papar mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.
Jamil juga menekankan bahwa Angga Raka Prabowo harus dapat membuat formulasi yang baru dalam mengelola komunikasi publik. Setidaknya komunikasi publik yang dikembangkan tidak top down, karena pendekatan komunikasi semacam ini hanya cocok di negara otoriter.
Pendekatan komunikasi publik yang dikembangkan sebaiknya bottom up dan horisontal. Pendekatan ini cocok untuk Indonesia yang menganut demokrasi.
Untuk mewujudkan pendekatan komunikasi bottom up dan horisontal, Badan Komunikasi Pemerintah harus membentuk sistem komunikasi Indonesia. Sistem ini sudah tidak ada sejak Indonesia masuk era reformasi.
"Kalau sistem komunikasi Indonesia sudah ada, maka informasi publik dari pusat ke daerah dan sebaliknya dapat mengalir dalam dua arah. Dengan begitu informasi publik akan dapat terdistribusi merata baik di pusat maupun di daerah," lugasnya.
Melalui sistem komunikasi nasional juga, informasi publik dapat disampaikan ke masyarakat. Masyarakat juga dapat menyampaikan segala persoalannya.
"Jadi, Angga Raka Prabowo perlu tim yang kuat untuk mengelola informasi publik dan tim yang menjalankan sistem komunikasi. Kalau ini dapat diwujudkan, Badan Komunikasi Pemerintah dapat melaksanakan komunikasi publik yang efisien dan efektif serta sesuai dengan negara demokrasi," tandas Jamil mengakhiri. (***)