Terungkap Kesenjangan Pemahaman tentang Pengobatan Kanker di Indonesia di Tengah Optimisme Menyambut Inovasi Digital

RUZKA–REPUBLIKA NETWORK– Temuan dari sebuah riset baru yang disponsori Siemens Healthineers memgungkapka bahwa kesenjangan yang besar terjadi di tengah masyarakat Indonesia dalam memahami proses pengobatan kanker, mulai dari tahap pemeriksaan dan diagnosis hingga perawatan medis dan kemampuan pasien bertahan hidup.
Bahkan menurut survei YouGov berjudul "Menutup Kesenjangan: Persepsi Publik tentang Cakupan Pengendalian Kanker di Asia Tenggara" (Bridging the Gaps: Public Perceptions of the Cancer Care Continuum in Southeast Asia), melibatkan lebih dari 6.000 orang di enam negara di Asia Tenggara mengungkap, banyak masyarakat telah menyadari pentingnya deteksi dini. Namun, tingkat pemeriksaan kanker masih rendah, sedangkan akses layanan kesehatan masih terbatas.
Masyarakat Indonesia juga kurang memahami opsi perawatan medis dan layanan yang tersedia setelah menjalani pengobatan kanker. Survei ini mencerminkan optimisme publik terhadap layanan kesehatan yang lebih terarah dan peran inovasi digital.
"Temuan survei ini mencerminkan pentingnya pemahaman tentang seluruh proses perawatan kanker, bukan hanya tahap awal dan akhir," ujar Fabrice Leguet, Managing Director & President, Asia Tenggara, Siemens Healthineers, Rabu (10/09/2025). "Pemahaman tentang pemeriksaan kanker, pilihan metode pengobatan, serta kehidupan setelah menjalani perawatan medis merupakan faktor-faktor yang menentukan hasil pengobatan kanker."
Tingkat Kesadaran Tinggi, Pelaksanaan Masih Kurang
Meski mayoritas responden (65%) menilai deteksi dini dapat meningkatkan hasil perawatan medis, hanya 8% responden di Indonesia yang telah menjalani pemeriksaan kanker. Dari 8% responden ini, hanya 3% responden yang benar-benar mengikuti pemeriksaan kanker tertentu.
Lebih dari setengah responden (52%) mengaku tidak pernah mempertimbangkan pemeriksaan kanker –jauh lebih besar dari rata-rata regional yang hanya mencapai 33%.
Saat ditanyai alasan tidak melakukan pemeriksaan kanker, lebih dari sepertiga responden (34%) "tidak merasa perlu", alasan serupa yang juga dijumpai di Asia Tenggara. Responden lain mengaku tidak mengetahui jenis pemeriksaan yang tepat (26%), menilai biaya pemeriksaan kanker terlalu mahal (21%), dan tidak mengetahui tempat pemeriksaan kanker (21%).
Lewat pertanyaan terpisah mengenai risiko kanker, hanya 33% responden di Indonesia yang merasa akan menderita kanker sepanjang hidupnya –angka terendah di Asia Tenggara. Sebaliknya, lebih dari setengah responden (56%) di Vietnam telah menyadari risiko kanker.
Kurang Memahami Metode Pengobatan Modern
Mayoritas responden telah mengetahui metode pengobatan konvensional seperti kemoterapi (76%), radioterapi (39%), dan pembedahan (37%). Namun, masih sangat sedikit responden yang memahami metode pengobatan baru seperti imunoterapi (15%), pendekatan berbasiskan pencitraan medis (14%), dan metode pengobatan presisi (11%).
Kekhawatiran terbesar responden di Indonesia berkaitan dengan beratnya efek samping dari pengobatan medis (41%). Kurang dari sepertiga responden (29%) menilai metode pengobatan mudah diakses, sedangkan 38% responden menganggap biayanya mahal.
Tingkat responden Indonesia yang menilai bahwa pengobatan kanker terlalu mahal menempati peringkat terendah di antara semua negara di Asia Tenggara.
Pemahaman Layanan Medis Setelah Pengobatan
Perjalanan pasien tidak berhenti setelah pengobatan. Mayoritas responden (76%) mengetahui ketersediaan layanan medis setelah pengobatan kanker, namun lebih dari setengah responden (58%) belum memahami cakupan dari layanan tersebut.
Seperti yang ditemui di banyak negara tetangga, masyarakat Indonesia berharap pada sistem layanan kesehatan agar mempermudah akses tes diagnostik (59%) dan memperjelas informasi tentang gejala kambuhnya kanker (59%).
Keyakinan masyarakat masih rendah terhadap layanan terintegrasi, namun optimis terhadap inovasi digital.
Hanya 39% responden menilai bahwa layanan pengobatan kanker telah terintegrasi dengan baik. Di sisi lain, hanya 31% responden merasa lebih yakin jika pengobatan kanker tersedia dalam konsep "satu pintu" 2.
Tingkat keyakinan responden di Indonesia merupakan yang paling rendah di Asia Tenggara. Menurut survei ini, pengobatan kanker yang terintegrasi dapat meningkatkan pengalaman pasien.
Mengenai inovasi digital dalam pengobatan kanker, sikap responden cenderung optimis sekaligus berhati-hati. Sepertiga responden menyambut penggunaan kecerdasan buatan (AI) (33%), dan jumlah responden yang menilai potensi inovasi digital dalam pengobatan kanker juga hampir sama, dengan catatan, prosesnya berlangsung transparan, melibatkan dokter, dan melindungi data pasien.
Angka ini tergolong yang paling rendah di Asia Tenggara, mencerminkan sikap masyarakat Indonesia yang lebih berhati-hati. Poin pentingnya, masyarakat Indonesia menginginkan sarana digital yang mendukung tenaga medis, bukan menggantikannya (48%)—angka tertinggi di Asia Tenggara.
Komitmen Siemens Healthineers Hapus Kesenjangan Pengetahuan
Survei ini melambangkan komitmen Siemens Healthineers dalam membuat terobosan layanan kesehatan, bukan hanya lewat teknologi, namun juga membangun pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap seluruh lingkup pengendalian kanker. Selain menyoroti sejumlah tantangan, survei ini mengungkap potensi nyata untuk memperbaiki pengalaman pasien: layanan yang lebih terintegrasi, akses terjangkau, serta penggunaan sarana digital secara transparan dan tetap mengutamakan interaksi manusia.
"Kami bertekad menghapus kesenjangan pengetahuan masyarakat melalui deteksi kanker secara dini dan akurat, mendukung dokter lewat inovasi digital, serta mengembangkan metode pengobatan presisi dan perawatan jangka panjang. Dengan menyelaraskan inovasi teknologi, pengetahuan klinis, dan keahlian konsultasi kesehatan, Siemens Healthineers ingin memberikan manfaat nyata bagi jutaan pasien di Asia Tenggara," ujar Leguet. (***)