Home > Nasional

Momentum International Literacy Day, Indonesia Harus Percepat Kemajuan Literasi

Kondisi ini, lanjut Fahira Idris, jika terus dibiarkan, akan menjadi batu sandungan bagi cita-cita Indonesia Emas 2045.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta yang juga pemerhati pendidikan Fahira Idris. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta yang juga pemerhati pendidikan Fahira Idris. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA–REPUBLIKA NETWORK – Makna literasi di Indonesia masih kerap dipersempit sekadar minat baca atau jumlah buku. Padahal, literasi merupakan kemampuan menyerap, memahami, dan menggunakan pengetahuan untuk mengambil keputusan dan membangun peradaban.

Hal itu diungkapkan Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta yang juga pemerhati pendidikan Fahira Idris bahwa penting menjadikan momentum Hari Literasi Internasional 2025 sebagai pengingat untuk semua. Masa depan sebuah bangsa bertumpu pada kualitas literasi warganya.

“Literasi adalah modal penting kemajuan sebuah bangsa. Literasi adalah kedaulatan pengetahuan. Tanpa literasi, bangsa kehilangan arah. Sebaliknya, melalui literasi, bangsa melesat ke masa depan. Bangsa yang tingkat literasinya rendah akan melahirkan generasi yang lemah dalam analisis, rentan hoaks, dan tertinggal dalam inovasi,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kepada RUZKA INDONESIA, Selasa (09/09/2025).

Menurut Senator Jakarta ini, ada sejumlah masalah pokok literasi Indonesia. Pertama, ketimpangan akses di mana mayoritas perpustakaan dan taman bacaan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Juga rendahnya kompetensi membaca kritis. Hanya sekitar separuh siswa Indonesia yang berada di atas standar minimum literasi.

Indonesia juga masih kekurangan banyak SDM pustakawan. Terakhir, disrupsi digital tanpa literasi kritis atau lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial ketimbang membaca teks panjang, bahkan seringkali tanpa kemampuan memverifikasi informasi.

Kondisi ini, lanjut Fahira Idris, jika terus dibiarkan, akan menjadi batu sandungan bagi cita-cita Indonesia Emas 2045. Untuk mempercepat kemajuan literasi, Indonesia memerlukan setidaknya lima langkah strategis.

Pertama, literasi harus hadir lintas kurikulum, bukan hanya pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa IPA bisa membaca biografi ilmuwan, pelajaran sejarah diperkaya novel sejarah, seperti di Finlandia yang menjadikan reading across curriculum strategi membangun masyarakat pembaca.

Kedua, era digital dan kecerdasan buatan menuntut literasi baru akibat dari banjirnya informasi dan kehadiran AI harus dijawab dengan kurikulum literasi digital yang menekankan verifikasi, etika, dan penyaringan data. Pendirian AI-Literacy Lab di sekolah dan universitas dapat melatih generasi muda berinteraksi kritis dengan teknologi.

Ketiga, fondasi literasi perlu ditanamkan di rumah lewat Program Family Reading Hour atau membaca nyaring 20 menit sehari, idealnya bisa menjadi kebiasan/budaya di rumah yang diperkuat insentif seperti kemudahan keluarga memperoleh buku. Prinsipnya dalam konteks literasi, sekolah adalah ladang sedangkan rumah adalah akarnya di mana keduanya harus tumbuh bersama.

Keempat, perlu ada terobosan untuk menjangkau daerah-daerah dengan keterbatasan akses. Program “Perpustakaan Hibrida Desa” misalnya bisa menjadi jawaban. Berbasis teknologi sederhana yang dapat diakses offline, ribuan e-book gratis dapat ditanam dalam perangkat portabel yang dibagikan ke desa-desa tanpa internet.

Kelima, kolaborasi lintas sektor. Penerbit, toko buku, dan platform digital bisa menyediakan katalog gratis sebagai bagian CSR, sementara industri kreatif (film, gim, musik) mengadaptasi karya sastra agar anak muda akrab dengan teks panjang. Paradigma yang hendak dibangun adalah literasi hadir bukan sebagai kewajiban, melainkan gaya hidup yang menyenangkan.

“Tanpa literasi, pengetahuan hanya lewat sekilas tanpa makna. Sedangkan dengan literasi, pengetahuan berubah menjadi energi kolektif yang mendorong bangsa melahirkan peradabannya sendiri,” pungkas Fahira Idris. (***)

× Image