Peta Jalan Pendidikan Hingga 2045 Masih Jadi Tantangan 80 Tahun Kemerdekaan

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK — Pemerhati pendidikan yang juga Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris menyatakan bahwa sektor pendidikan masih menjadi tantangan besar di usia kemerdekaan yang memasuki 80 tahun. Padahal, pendidikan adalah jembatan utama menuju kemajuan bangsa karena menjadi pijakan dasar menyiapkan generasi yang sehat, cerdas, berkarakter, dan siap bersaing di panggung global tanpa kehilangan akar budaya.
“Visi Indonesia Emas 2045 bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi, melainkan pembangunan manusia yang unggul, kreatif, inovatif, berintegritas, dan mampu bersaing di tingkat global. Saat ini dan ke depan, kita membutuhkan pendidikan yang menggabungkan kekuatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai kebangsaan. Kita butuh pendidikan yang menghasilkan manusia Indonesia yang yang kritis, peduli, dan mampu memimpin perubahan, bukan sekadar mencetak pekerja,” ujar Fahira Idris dalam pernyataannya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta yang diterima RUZKA INDONESIA, Jumat (15/08/2025).
Menurut Senator Jakarta ini, Indonesia masih menghadapi serangkaian tantangan mendasar dalam sektor pendidikan. Salah satu indikatornya adalah skor PISA yang masih di bawah rata-rata.
Akar masalahnya, lanjut Fahira Idris berlapis mulai dari kualitas guru yang belum merata baik dari kompetensi maupun distribusi, disparitas fasilitas antara kota dan daerah 3T hingga ketimpangan akses digital. Selain itu, ketidakkonsistenan kebijakan akibat pergantian menteri dan kurikulum serta minimnya pendidikan nilai di tengah perubahan sosial yang semakin individualistik juga menjadi persoalan mendasar.
“Bonus demografi yang seharusnya menjadi modal, bisa berubah menjadi beban jika pendidikan gagal melahirkan generasi unggul. Oleh karena itu, kita membutuhkan peta jalan pendidikan yang konkret setidaknya dalam 20 tahun ke depan,” tukas Fahira Idris.
Peta jalan tersebut, sambung Fahira Idris, setidaknya memuat enam tema besar. Pertama, revolusi guru sebagai game changer. Atasi kekurangan guru dengan target zero gap lima tahun melalui rekrutmen masif PPPK/PNS berbasis peta kebutuhan real-time, memastikan penempatan tepat dan bertahan minimal lima tahun.
Kepala sekolah wajib berasal dari guru penggerak yang terbukti inovatif, bukan sekadar administrator. Inisiatif “Teacher Digital Academy” untuk melatih literasi teknologi, pedagogi adaptif, dan pendidikan nilai, termasuk bagi guru di 3T patut dipertimbangkan.
Juga terkait PAUD dan pendidikan dasar sebagai titik tekan. Dengab memastikan 100% anak usia 3–6 tahun masuk PAUD berkualitas di setiap desa, gratis bagi keluarga prasejahtera. Jadikan juga PAUD pusat tumbuh kembang yang mengintegrasikan layanan gizi, kesehatan, dan literasi untuk mencegah stunting dan learning gap sejak dini.
Termasuk juga aspek digitalisasi merata dan bermakna lewat Bangun Satu Peta Infrastruktur Pendidikan Digital untuk memetakan dan memperbaiki akses internet, perangkat, dan listrik sekolah, terutama di 3T. Gunakan juga AI dan Open Educational Resources untuk personalisasi pembelajaran sesuai kemampuan siswa yang disesuaikan dengan konteks lokal.
Tak kalah pentingnya adalah internasionalisasi pendidikan untuk globalisasi. Perluas dual degree, riset kolaboratif, dan pertukaran pelajar/dosen. Targetkan 20 perguruan tinggi masuk 200 besar QS World University Rankings 2045, didukung Center of Excellence dan publikasi internasional bereputasi.
Sementara penguatan pendidikan nilai harus ditanamkan Etos kerja, Gotong royong, dan Integritas (EGI) di seluruh jenjang melalui praktik harian dan integrasi dalam semua mata pelajaran, bukan hanya menjadi kegiatan tambahan.
Demikian pula dengan reformasi politik anggaran lewat penerapan insentif dan disinsentif berbasis kinerja mutu pendidikan bagi daerah. Arahkan minimal 50% anggaran pendidikan langsung untuk peningkatan kualitas belajar, mulai dari pelatihan guru, bahan ajar, fasilitas, dan teknologi—bukan sekadar gaji dan administrasi.
“Jika 20 tahun ke depan kita serius menempatkan pendidikan sebagai jangkar, Indonesia Emas 2045 akan menjadi kenyataan. Kita akan melihat generasi yang bukan hanya pintar, tapi juga berkarakter. Bukan hanya bersaing, tapi juga berkontribusi. Bukan hanya menjadi bagian dari dunia, tapi juga memberi warna bagi dunia,” pungkas Fahira Idris. (***)