Ini Lima Tantangan Menjelang Lima Abad Menuju Jakarta Kota Global

RUZKA—REPUBLIKA NETWORK — Memasuki usia yang hampir menembus lima abad, Jakarta berada di persimpangan sejarah yang monumental. Apalagi saat ini, Jakarta tengah memikul amanah baru yaitu menjadi pusat perekonomian nasional dan menjelma sebagai kota global sejati.
Namun, menurut Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris, mimpi besar ini menuntut reformasi struktural, investasi visi, dan kolaborasi multisektor.
“Dengan segala potensi dan tantangannya, Jakarta punya peluang besar untuk naik kelas menjadi kota global dalam satu dekade ke depan. Namun, untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan konsistensi kebijakan, keberanian dalam mengambil keputusan strategis, serta komitmen jangka panjang lintas generasi. Jakarta bukan sekadar mesin ekonomi, melainkan rumah bersama yang harus dirawat secara berkeadilan, berkelanjutan, dan berbudaya,” ungkap Fahira Idris di Jakarta dalam keterangannya kepada RUZKA INDONESIA, Senin (23/06/2025).
Menurut Senator Jakarta ini, untuk menyamai kota-kota global dunia seperti New York, London, dan Tokyo, ada lima tantangan atau hal yang harus segera diwujudkan di Jakarta. Pertama, membangun infrastruktur berkelanjutan dan inklusif. Investasi besar dalam sistem transportasi publik berbasis transit (TOD), pengolahan air bersih, sistem drainase cerdas, dan energi ramah lingkungan adalah kunci.
“Modernisasi infrastruktur tidak hanya harus mengatasi kemacetan dan banjir, tetapi juga mendorong efisiensi mobilitas, penurunan emisi, dan kenyamanan warga,” ujar Fahira Idris yang juga aktivis perempuan ini.
Kedua, mengembangkan mesin ekonomi berdaya saing global. Saat ini, menurut Fahira Idris, ekonomi Jakarta masih didominasi sektor tersier (jasa dan perdagangan).
Agar lebih kompetitif, perlu dikembangkan sektor sekunder berbasis manufaktur dan teknologi tinggi, serta ekonomi kreatif dan digital. Jakarta juga dapat menargetkan posisi sebagai pusat ekonomi syariah dunia atau pusat inovasi teknologi di Asia Tenggara.
Ketiga, meningkatkan kualitas hidup dan kesetaraan sosial. Ketimpangan dan pengangguran terbuka masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Saat ini, kata Fahira Idris, rasio gini yang tinggi di Jakarta mencerminkan adanya kesenjangan kesejahteraan yang tajam. Kota global sejati harus inklusif, memberikan akses yang adil terhadap hunian layak, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan kepada seluruh warganya.
Keempat, menata tata kelola dan kolaborasi regional. Dalam pandangan Fahira Idris, Jakarta tidak bisa berjalan sendiri.
Keberhasilan kota ini sangat bergantung pada integrasi dengan wilayah aglomerasi (Jabodetabekpunjur). Oleh karena itu, lanjutnya, dibutuhkan tata kelola metropolitan yang solid, berbasis undang-undang khusus dan lembaga koordinasi yang efektif, untuk mengatur isu lintas batas seperti transportasi, sampah, tata ruang, dan sumber daya air.
Tantangan atau hal yang harus segera diwujudkan selanjutnya adalah menghidupkan budaya kota dan identitas lokal. Jakarta, sambung Fahira Idris, memiliki potensi besar sebagai kota budaya.
Keragaman etnik dan sejarah panjang perlu diangkat sebagai kekuatan melalui pengembangan museum, ruang seni, warisan Betawi dan budaya lain yang berkembang di Jakarta, serta festival kebudayaan internasional. Kota global bukan hanya pusat bisnis, tetapi juga pusat budaya yang mampu menjadi magnet wisatawan dan pelaku industri kreatif.
“Selamat ulang tahun ke-498, kota Jakarta tercinta. Mari bersama menjemput abad kelima dengan semangat transformasi menuju Jakarta kota global yang berakar pada budaya lokal. Kota yang kreativitasnya mendunia, tetapi tradisinya tetap dijaga,” pungkas Fahira Idris. (***)