Home > Galeri

Komunitas Ketoprak Guru Besar UI Pentaskan Lakon Ciung Wanara, Kuatkan Kejayaan Budaya Sunda

Komunitas Ketoprak DGB UI berhasil memerankan tokoh dan cerita sehingga menguatkan kejayaan budaya Sunda.
Pentas Seni Ketoprak dengan lakon “Ciung Wanara” yang diperankan oleh Guru Besar UI. (Foto: Dok Humas UI) 
Pentas Seni Ketoprak dengan lakon “Ciung Wanara” yang diperankan oleh Guru Besar UI. (Foto: Dok Humas UI)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Pentas Seni Ketoprak dengan lakon “Ciung Wanara” yang diperankan oleh Guru Besar UI yang tergabung dalam Komunitas Ketoprak DGB UI sukses memberi kesan suka cita pagi para penonton yang hadir di Makara Art Center (MAC) UI Kampus Depok pada Selasa (27/05/2025).

Komunitas Ketoprak DGB UI berhasil memerankan tokoh dan cerita sehingga menguatkan kejayaan budaya Sunda.

Pementasan ini merupakan kegiatan tahunan yang memadukan seni pertunjukan dengan semangat keilmuan lintas disiplin, sekaligus merupakan komitmen sivitas akademika UI dalam melestarikan kekayaan budaya Nusantara.

Baca juga: Hatha Yoga Komoenitas Makara, Nantinya Bisa Aktivitas Sehat Sambil Nikmati Suasana Senja Ditepi Danau Kenanga UI

Lakon Ciung Wanara yang disutradarai Prof. Agus Aris Munandar ini mengangkat kisah legendaris dari naskah klasik Carita Parahyangan, yang menceritakan perjuangan seorang anak raja dari Kerajaan Galuh yang dibuang sejak kecil.

Namun, tumbuh menjadi sosok pemimpin bijak yang berhasil menegakkan kebenaran dan keadilan. Kisah ini sarat nilai moral mengenai identitas, legitimasi kekuasaan, kepemimpinan yang berbasis etika, serta perjuangan melawan ketidakadilan.

Dalam pentas tersebut, lakon disajikan melalui gaya ketoprak, salah satu bentuk teater tradisional Jawa yang menggabungkan unsur drama, dialog filosofis, musik gamelan, dan tari-tarian. Lakon ini dikemas dengan pendekatan kontekstual dan edukatif bagi masyarakat kampus dan umum.

Baca juga: Media yang Menggandakan Kebisingan

Melalui pementasan Ciung Wanara, Ketoprak Guru Besar UI kembali menegaskan bahwa ruang akademik memiliki potensi besar sebagai penjaga nilai-nilai kebudayaan, penguat karakter kebangsaan, dan penghubung antarpilar sejarah, tradisi, dan ilmu pengetahuan.

Pementasan Ciung Wanara melibatkan guru besar, dosen, dan akademisi UI yang berperan dalam berbagai karakter penting dalam lakon. Prof. Sudijanto Kamso tampil sebagai Raja Permana Adi Kusuma, Prof. Indang Trihandini sebagai Dewi Naganingrum, dan Prof. Jenny Bashiruddin sebagai Dewi Pangrenyep.

Peran Patih Arya Ragajaya dimainkan oleh Prof. Zakuddin Munasir, sedangkan peran Dewi Utari dimainkan oleh Prof. Riri Fitri Sari. Tokoh-tokoh perempuan lainnya dimainkan oleh Prof. Ivandini Tribidasari A. sebagai Nyai Darwati dan Prof. Liche Seniati sebagai Nyai Darini.

Baca juga: Swara SeadaNya dari Komoenitas Makara Bikin Dedi Mulyadi Menangis Haru di Kampus FIB UI

Sementara itu, karakter sentral lain dimainkan oleh akademisi dari lintas fakultas. Prof. Sutanto Priyo Hastono berperan sebagai Ki Lengser; Prof. Budi Haryanto sebagai Ki Musuk; dan Prof. Djoko Marhadiyono sebagai Aki Balangantrang.

Baca juga: Tak Banyak yang Tahu, Jamu Anak Buatan Lokal ini Tembus 150 Inovasi Terbaik Nasional, Ini Kisah Suksesnya

Untuk kelompok prajurit dan tokoh pelengkap, tampil beberapa akademisi, antara lain Prof. Tuty E. Muas, Prof. Sutoro Ronotodoyo, Prof. Anton Rahardjo, Prof. Multazam M.T. Lutfi, Prof. Tarsisius Andradi, dan sejumlah lainnya.Peran Ciung Wanara sendiri dibawakan oleh Prof. Terry M. Rahmadi. Karakter Rahiyang Bangsa dimainkan oleh Prof. Sumi Hudyono, serta Kang Burak dan Surawisesa diperankan oleh Prof. Risqa Rina Darini dan Prof. Raiyah Surtiati.

Karakter Raja Barmawijaya dibawakan oleh Prof. Trien S. Susilowati, dengan penampil pendukung terdiri atas Prof. Evi Eliyanah, Prof. Meilinda Nurbanasari, Prof. Muji Iswandaru, dan Prof. M. Harsono. Tokoh Ki Wangsar dan Ki Pradapa dimainkan oleh Prof. Hadi Pratomo, sedangkan Prof. Harkristuti Harkrisnowo bertindak sebagai dalang dalam pertunjukan.

Dengan didukung tim pengawal dan produksi, yaitu Aji S., Dedi M.R., Kemas A.A., Alfarizi, Raden Muslihat, dan Budi Santoso, pementasan berlangsung lancar dan penuh antusiasme dari para penonton yang memenuhi gedung pertunjukan.

Baca juga: Terobosan! Kali Pertama Non Muslim Jabat Camat di Depok

Duduk di kursi penonton, ada tamu istimewa yaitu Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi bersama Rektor UI, Prof. Dr Ir. Heri Hermansyah, S.T. M.Eng., IPU dan sejumlah tokoh lainnya.

Kang Dedi Mulyadi (KDM)-sapaan akrab Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang juga dikenal sebagai tokoh pelestari budaya Sunda dan pemerhati sejarah lokal—dalam sambutannya menyampaikan bahwa lakon Ciung Wanara bukan sekadar legenda, melainkan refleksi mendalam dari struktur moral masyarakat Jabar dalam memahami kepemimpinan, keadilan, dan perjuangan.

Menurutnya, pementasan ini menunjukkan UI mampu menjadi pusat peradaban budaya yang menyatukan tradisi dengan pemikiran kritis modern.

“Cerita Ciung Wanara adalah cerminan nilai-nilai luhur masyarakat Pasundan. Saya sangat mengapresiasi ketika para guru besar UI menjadikannya panggung edukasi kebudayaan,” jelas Kang Dedi.

Baca juga: Ngatawi Al Zastrouw Jadi Motor Festival Kebangsaan 2025 di Universitas Hasanuddin Makassar

Rektor UI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU, memberikan apresiasinya atas semangat pelestarian budaya yang ditunjukkan para guru besar UI.

Pertunjukan ini merupakan representasi peran universitas sebagai ruang budaya, di mana nilai-nilai lokal tidak hanya dirawat, tetapi juga dikembangkan dalam bingkai keilmuan dan kolaborasi antargenerasi.

“Ketoprak Guru Besar UI telah menjadi ikon pelestarian budaya di lingkungan pendidikan tinggi, dan terus bertransformasi menjadi ruang pertunjukan yang tidak hanya menghadirkan tontonan, tetapi juga tuntunan. Komunitas ini adalah bukti nyata bahwa sivitas akademika memiliki peran strategis dalam melestarikan jati diri bangsa melalui seni yang reflektif dan komunikatif,” pungkas Prof. Heri. (***)

× Image