Home > Nasional

Jamiluddin Ritonga: Keliru, Penempatan Mensesneg jadi Jubir Presiden

Untuk itu, jubir presiden idealnya selalu berada dan melekat setiap presiden berbicara di manapun, baik resmi maupun tidak resmi.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga menilai, Presiden Prabowo Subianto yang menunjuk Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjadi juru bicara presiden kiranya keliru.

"Penunjukan itu tentu mengagetkan karena fungsi dan tugas kerja Sekretariat Negara dengan Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Commnications Office) sangat berbeda. Karena itu aneh, kalau Mensesneg diangkat menjadi jubir presiden," ungkap Jamil kepada RUZKA INDONESIA, Senin (21/04/2025).

Selain itu, lanjutnya, pendidikan dan pengalaman Prasetyo Hadi juga tidak berkaitan dengan bidang komunikasi. Pendidikan Prasetyo Hadi Strata 1 bidang Konservasi Sumberdaya Hutan dari Univarsitas Gajah Mada.

"Jadi, latar belakang Prasetyo Hadi praktis tak bersentuhan dengan bidang komunikasi, khususnya Public Relation. Hal ini membuat ragu akan kapasitas Prasetyo Hadi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai jubir presiden," tandas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Dengan menjadikan Prasetyo Hadi sebagai jubir presiden kiranya blunder. Selain dinilai tidak kompeten, juga akan menimbulkan tumpang tindih fungsi dan tugas Sekretariat Negara dan PCO.

Hal itu kiranya dapat membawa konsekuensi pada efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas jubir presiden. Para jubir yang ada bisa jadi akan bekerja tanpa koridor yang jelas sebab dilaksanakan oleh dua lembaga yang akan membuat kerja jubir presiden menjadi tanpa arah.

"Jadi, kalau mau diangkat jubir presiden, sebaiknya tetap ditempatkan di PCO. Hanya saja para jubir di PCO yang diangkat seyogyanya memiliki kompetensi dan integritas yang kuat, bukan karena berjasa mengantarkan Prabowo jadi presiden," terangnya.

Untuk itu, jubir presiden idealnya selalu berada dan melekat setiap presiden berbicara di manapun, baik resmi maupun tidak resmi.

Jubir presiden juga harus menguasai permasalahan yang sedang naik atau viral. Dengan begitu ia akan mudah menangani berbagai hal yang viral di media sosial. Untuk ini, jubir harus memiliki pengetahuan terkait krisis komunikasi atau management krisis.

Selain itu, jubir presiden juga mengelola Agenda Kebijakan untuk dijadikan Agenda Setting Media. Hal ini akan dapat dilaksanakan dengan baik bila jubir mampu membina media relations.

Semua itu, jelas Jamil, berpeluang dapat dilaksanakan dengan baik bila jubir memiliki basic komunikasi, khususnya public relation dan public speaking.

Untuk memenuhi kriteria tersebut, maka Kepala PCO dan krunya layak dievaluasi. Mereka yang tidak memiliki kriteria tersebut selayaknya diganti.

"Hal itu diperlukan agar jubir presiden dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan benar, efisien, dan efektif," tambahnya.

Itu artinya, tidak semua orang dapat dijadikan jubir presiden. Bahkan tidak semua orang dari pihak istana boleh berbicara persoalan yang sedang viral kecuali jubir yang disebut pejabat West Wing Istana.

"Kalau hal itu dapat dipenuhi, diharapkan PCO tidak lagi melakukan blunder yang fatal. PCO memang sungguh-sunguh menjadi West Wing Istana," tandasnya. (***)

× Image