Raih 6 Kali KLA Nindya Beruntun, Depok Targetkan Utama 2025

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Depok, sukses 6 kali menyabet predikat Kota Layak Anak (KLA) Nindya.
Untuk itu, dalam ajang penghargaan Kota Layak Anak (KLA) 2025, Kota Depok memasang target naik peringkat menjadi Utama.
"Setelah 6 kali meraih KLA Nindya, tentunya kita ingin bisa meraih KLA. Utama," tegas DP3AP2KB Kota Depok, Nessi Annisa Handari usai Rapat Persiapan Verifikasi Lapangan KLA Tahun 2025 di Balai Kota Depok, Senin (21/04/2025).
Baca juga: Depok akan Ikuti Verifikasi Lapangan Secara Hybrid KLA Tahun 2025
Rapat dibuka Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah yang juga dihadiri Forkopimda, perangkat daerah, dan berbagai komponen organisasi kemasyarakatan.
Target predikat Utama diusung pada tahun ini didasari besarnya komitmen kepala daerah hingga dukungan dari perangkat daerah, forkopimda, dan komponen lain yang terkait.
"Yang paling utama tentu adalah komitmen pimpinan daerah, Pak Wali dan Pak Wakil yang begitu konsen terhadap KLA," terang Nessi.
Baca juga: Diluncurkan Indosat Tri Ibadah, Dukung Kelancaran Ibadah Umrah dan Haji di Tanah Suci
Selanjutnya, seluruh anggaran dan kegiatan KLA menyebar di seluruh perangkat daerah, tidak hanya bertumpu pada DP3AP2KB Kota Depok.
"Di kecamatan, kegiatan seperti forum renja melibatkan forum anak dan ada usulan dari forum anak. Begitu pun di tingkat kelurahan lewat musrenbang anak," jelas Nessi.
"Dengan dukungan dari seluruh perangkat daerah, forkopimda, dan komponen lain yang terkait. Kota Depok siap mengikuti penilaian KLA. Persiapan dimulai dari tanggal 15 sudah diinput dan dianalisa. Selanjutnya akan dilakukan penilaian pada 23 April," papar Nessi lagi.
Dia juga menjelaskan perihal kasus yang melibatkan anak, yang kerap dikaitkan dalam penilaian KLA. Menurutnya, penilaian KLA bukan berarti sebuah daerah tidak terjadi kasus terhadap anak, baik sebagai pelaku maupun korban.
"Terjadinya kasus kekerasan terhadap anak tentunya prihatin dan sedih. Namun kalau tidak terungkap justru akan berbahaya karena akan sulit melakukan pendampingan terhadap anak. Misalnya anak sebagai korban, tentunya membutuhkan pendampingan secara psikis sehingga tidak menimbulkan trauma berkepanjangan," ungkap Nessi.
Begitupun saat anak yang berhadapan dengan hukum sebagai pelaku, dibutuhkan perlakuan lebih detail, agar tidak menjadi pelaku kembali di masa mendatang dan pendampingan hukum bagi pelaku.
"Dalam KLA, yang terpenting bukan tidak ada kasus, tapi kesiapan dari semua sisi dalam melakukan penanganan secepat mungkin," pungkas Nessi. (***)