Senator Sampaikan Enam Rekomendasi Terkait Koperasi Merah Putih

RUZKA—REPUBLIKA NETWORK — Percepatan pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagaimana diinstruksikan Presiden Prabowo melalui Inpres No. 9 Tahun 2025 bisa menjadi langkah monumental dalam sejarah pembangunan ekonomi Indonesia. Hal itu diungkapkan Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris, Jumat (11/04/2025).
Menurutnya, pembangunan koperasi yang bertujuan mendorong swasembada pangan dan pembangunan desa ini menyiratkan tekad negara menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi sekaligus fondasi kemandirian bangsa.
“Agar Koperasi Merah Putih ini benar-benar menjadi instrumen transformasi nyata, setidaknya ada enam langkah strategis yang perlu segera diambil. Keenam langkah strategis tersebut yaitu reorientasi dari top-down ke bottom-up, integrasi dengan BUMDes, seleksi wilayah bertahap dan berbasis kapasitas, pelatihan SDM dan tata kelola digital, skema pembiayaan inklusif dan non-eksploitatif, serta terakhir atau yang keenam evaluasi dan akuntabilitas berkala,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Senator Jakarta ini memaparkan, reorientasi pendirian Koperasi Merah Putih dari top-down ke bottom-up menjadi rekomendasi pertama mengingat koperasi sejatinya harus tumbuh dari inisiatif masyarakat, bukan atas perintah birokrasi. Sehingga setiap pembentukan Koperasi Merah Putih perlu diawali dengan musyawarah desa untuk menggali kebutuhan warga, potensi lokal, dan bentuk usaha yang sesuai.
“Misalnya, di desa pesisir, koperasi bisa difokuskan pada pengelolaan hasil laut dan pemasaran ikan segar melalui sistem cold storage. Sementara di desa pertanian, fokusnya bisa pada penggilingan padi dan distribusi pupuk. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan rasa memiliki dari masyarakat, tetapi juga memastikan koperasi menjawab kebutuhan riil warga,” papar Fahira.
Langkah strategis atau rekomendasi kedua yaitu integrasi dengan BUMDes. Ini bermakna bahwa Koperasi Merah Putih haarus bisa berperan sebagai wadah federatif yang memperkuat peran BUMDes.
Misalnya, koperasi dapat bertindak sebagai agregator untuk produk dari beberapa BUMDes dalam satu kecamatan, membantu mengelola logistik atau ekspor bersama. Dengan integrasi ini, terjadi sinergi antara koperasi dan BUMDes, serta efisiensi dalam penggunaan sumber daya desa.
Ini juga mencegah tumpang tindih kelembagaan yang bisa melemahkan keduanya.
Ketiga, seleksi wilayah bertahap dan berbasis kapasitas. Langkah ini perlu diambil karena tidak semua desa memiliki kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur, atau semangat kolektif yang cukup untuk langsung mengelola koperasi skala besar.
Pemerintah perlu menerapkan strategi bertahap dengan pemetaan desa berdasarkan indeks kesiapan kelembagaan dan ekonomi. Ini artinya, desa-desa dengan rekam jejak ekonomi kuat dan keberhasilan BUMDes bisa dijadikan pilot project.
Keempat, pelatihan SDM dan tata kelola digital diperlukan karena manajemen koperasi yang sehat memerlukan kapasitas sumber daya manusia dalam akuntansi, manajemen keuangan, hukum koperasi, hingga pemasaran digital. Pemerintah bersama perguruan tinggi dan lembaga pelatihan, lanjut Fahira Idris, dapat menyusun kurikulum khusus berbasis kebutuhan lokal.
Contohnya, pelatihan pembuatan laporan keuangan koperasi berbasis aplikasi sederhana seperti Koperasi Digital yang telah diterapkan di beberapa koperasi nelayan yang terbukti meningkatkan akuntabilitas dan transparansi.
Skema pembiayaan inklusif dan non-eksploitatif yang menjadi langkah strategis kelima, perlu dilakukan untuk memastikan pendanaan koperasi tidak bersifat utang yang membebani desa, terutama jika tidak disertai peningkatan pendapatan. Pemerintah dapat merancang mekanisme hibah kompetitif, di mana desa dengan proposal bisnis koperasi terbaik mendapatkan dana stimulan awal.
Misalnya terdapat koperasi pertanian yang memiliki model kemitraan dengan startup logistik akan memperoleh pembiayaan berbasis matching fund. Skema ini mendorong inovasi tanpa membebani fiskal desa.
Langkah strategis terakhir yang juga penting adalah evaluasi dan akuntabilitas berkala. Setiap koperasi yang dibentuk perlu dievaluasi secara berkala dalam aspek kinerja ekonomi, partisipasi anggota, serta dampak sosialnya.
“Untuk itu, perlu dibentuk sistem audit sosial dan akuntabilitas yang melibatkan pihak eksternal seperti perguruan tinggi lokal, lembaga desa, dan warga desa sendiri,” tandas Fahira Idris. (***)