Lagi, Miras Oplosan Renggut Korban, Senator: Akan Terus Berulang jika RUU LMB Tak Disahkan
![Miras oplosan (ilustrasi). Sebanyak empat orang warga Kelurahan Tegallega, Kota Bogor, Jawa Barat, meninggal dunia seusai menenggak minuman keras atau miras oplosan. (Foto: Republika/Wihdan Hidayat)](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250214221746-105.jpg)
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK — Miras oplosan renggut korban lagi saat "pesta" miras oplosan di wilayah Bogor Tengah dan di Desa Kademangan, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Tragis hingga merenggut korban jiwa terus menjadi kasus miras oplosan di Indonesia yang telah dan terus berulang.
Salah satu akar persoalan yang menyebabkan tingginya angka korban miras oplosan adalah lemahnya regulasi terkait peredaran minuman beralkohol serta bahan bakunya. Oleh karena itu, pengesahan RUU Larangan Minuman Beralkohol (RUU LMB) menjadi sangat krusial demi menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Ketua Gerakan Nasional Anti Miras Fahira Idris mengungkapkan, maraknya peredaran miras oplosan di Indonesia terjadi karena tidak adanya regulasi yang mengatur secara ketat peredaran minuman beralkohol dan bahan bakunya. Etanol dan metanol, yang merupakan bahan utama dalam pembuatan miras oplosan, dapat dengan mudah dibeli secara bebas, bahkan melalui toko-toko online.
Kondisi ini membuka peluang besar bagi siapa saja untuk meracik miras oplosan dengan cara yang sangat sederhana, hanya dengan mencampur etanol atau metanol dengan bahan tambahan seperti sirup dan minuman energi.
“Selama akar persoalan ini tidak kita sentuh, kejadian seperti ini akan terus berulang. Ketiadaan undang-undang yang khusus mengatur soal larangan minuman beralkohol membuat aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi miras oplosan dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak melanggar hukum. Sekali lagi saya tekankan, selama RUU Larangan Minuman Beralkohol yang sudah berkali-kali dibahas dan masuk prolegnas tidak disahkan, maka kejadian seperti ini akan terus terjadi. Miras oplosan akan terus jadi bom waktu di negeri ini,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/02/2025).
Menurut Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta ini, jika RUU LMB disahkan, maka pengawasan terhadap peredaran etanol dan metanol akan menjadi lebih ketat dan selektif. Hanya pihak-pihak tertentu yang memiliki izin resmi, seperti industri farmasi, laboratorium, atau perusahaan kimia, yang dapat membeli dan menggunakan bahan-bahan ini.
Selain itu, jika RUU LMB disahkan maka semua institusi yang membutuhkan etanol atau metanol harus memiliki izin resmi dan terdaftar pada sistem pengawasan nasional. Setiap transaksi harus melalui prosedur yang transparan, sehingga distribusi bahan baku ini dapat dikontrol dengan lebih efektif.
Pengawasan ketat terhadap peredaran bahan kimia seperti etanol dan metanol, lanjut Fahira Idris, sudah berhasil diterapkan di banyak negara. Di Singapura dan banyak negara Eropa seperti Jerman dan Prancis menerapkan regulasi ketat terhadap peredaran bahan kimia berisiko tinggi seperti salah satunya etanol murni yang hanya boleh digunakan untuk kebutuhan industri dengan pengawasan ketat dari pemerintah.
“Mengontrol peredaran etanol dan metanol serta segera mengesahkan RUU Larangan Minuman Beralkohol adalah langkah penting dalam mencegah tragedi miras oplosan di Indonesia. Dengan adanya undang-undang larangan minuman beralkohol, distribusi bahan baku miras dapat diatur secara ketat, sehingga celah untuk memproduksi miras oplosan akan tertutup rapat,” tandas Fahira Idris.
Seperti diketahui, beberapa hari yang lalu empat warga Desa Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat, tewas setelah mengonsumsi minuman keras (miras) oplosan. Sementara di tempat yang berbeda yaitu di Desa Kademangan, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, korban tewas akibat miras oplosan tercatat sembilan orang. (***)