Home > Nasional

Aleg FPKS DPRD Depok Ingatkan Potensi Masalah Terkait Mandatory Spending Dana Rp 300 Juta per RW

Meski Wali Kota Depok terpilih belum dilantik, Bappeda dan Sekda kota Depok telah membuat Juklak Juknis terkait alokasi Dana Rp 300 juta per RW tersebut.
Aleg Fraksi PKS DPRD Kota Depok, Ade Firmansyah. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)
Aleg Fraksi PKS DPRD Kota Depok, Ade Firmansyah. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Sebagaimana diketahui secara luas, di antara program populis Wali Kota Depok terpilih dalam Pilkada Kota Depok 2024 lalu, adalah janji kampanye berupa alokasi dana RW sebesar Rp 300 juta per tahun".

Meski Wali Kota Depok terpilih belum dilantik, Bappeda dan Sekda kota Depok telah membuat Juklak Juknis terkait alokasi Dana Rp 300 juta per RW tersebut.

Dan, hal tersebut telah tertuang dalam Panduan Musrenbang 2026 yang mulai diselenggarakan pada Januari 2025 ini.

Lengkap dengan Mandatory Spending Dana Rp 300 juta per RW tersebut, untuk Operasional Posyandu Rp 6 juta dan Wisata Keberagaman Rp 25 juta.

Anggota Legislatif (Aleg) Fraksi PKS DPRD Kota Depok, Ade Firmansyah memandang bahwa alokasi Dana Rp 300 juta per RW per tahun ini berpotensi menimbulkan sejumlah masalah dalam implementasinya.

Untuk itu disarankan untuk tidak tergesa-gesa dilaksanakan, sebelum dilakukan kajian mendalam dan komprehensif, terkait aspek hukum, ketentuan administrasi dan dampak sosiologis, atas program alokasi dana Rp 300 juta per RW per tahun tersebut.

"Jangan sampai anggaran berbasis RW ini menimbulkan ragam masalah di kemudian hari," terang Ade dalam keterangan yang diterima, Kamis (22/01/2025).

Lanjut Ade, mulai dari mekanisme penganggaran, pertanggungjawaban administratif, hingga persoalan kesenjangan antar RW yang berbeda jumlah penduduk yang memicu pemekaran RW dan pembengkakan alokasi belanja APBD untuk memenuhi alokasi dana Rp 300juta per RW ini.

Dalam mekanisme penganggaran, penting ditentukan dasar hukum yang digunakan sebagai landasan legal atas penganggaran kegiatan, baik itu Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), Peraturan Daerah (Perda) dan ketentuan lainnya.

Termasuk Dokumen Perencanaan Daerah atau RPJMD berupa Perda yang akan dijadikan acuan. Sementara saat ini Walikota terpilih belum dilantik.

Penetapan mata anggaran dalam APBD juga harus melalui persetujuan DPRD. Ini diatur dengan jelas dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri terkait APBD.

Sementara itu, Panduan Musrenbang yang berisi Juklak Juknis Alokasi Dana Rp300juta per RW sudah disosialisasikan Bappeda, padahal belum melalui pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD. Secara prosedural, ini menyalahi ketentuan dan etika pemerintahan.

Pertanggungjawaban administratif alokasi Dana Rp300juta per RW ini juga belum ada penjelasan lebih lanjut terkait siapa Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya, sebagaimana diatur dalam PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Apakah RW bisa menjadi KPA, atau penerima hibah bansos.

Apakah KPA nya Lurah dan atau Camat, lalu bagaimana pertanggungjawaban administratif atas pelaksanaan kegiatannya. Apakah dikerjakan oleh tiap RW atau oleh staf Kelurahan dan Kecamatan. Tanpa kejelasan tata administrasi, alokasi anggaran berpotensi fraud (penyalahgunaan dana secara tidak bertanggungjawab).

Sementara itu, perbedaan kondisi demografi penduduk di tiap RW juga berpotensi mengundang masalah lain. Antara RW berpenduduk sedikit (hanya satu dua RT, puluhan KK, ratusan warga) dengan RW padat penduduk (dengan jumlah RT yang banyak, ratusan hingga ribuan KK, dan puluhan ribu penduduk).

Lalu, bisa mengundang kecemburuan akibat ketimpangan alokasi anggaran dan memicu pemekaran RW secara massive. Ini berpotensi kerawanan sosial dan pembengkakan anggaran dana Rp 300 juta per RW.

"Tanpa kajian yang mendalam dan komprehensif, serta pelanggaran prosedural di sana sini, dikuatirkan progam ini akan menjadi bom waktu masalah di belakang hari," tegas Ade.

Untuk itu disarankan untuk lebih berhati-hati, lakukan kajian terlebih dahulu dan ikuti ketentuan hukum dan perundangan.

"Ikuti prosedur yang benar," pungkas Ade yang juga merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Depok ini. (***)

× Image